Happy Reading!! Typo tetep ada.
***
Minggu pagi adalah waktu dimana pintu-pintu surga terbuka 1 mm bagiku. Lupakan sejenak tentang bangun pagi-pagi dan bermacet-macet ria dijalanan menuju kantor, lupakan tentang si Meyka anak bos yang sering menganiyayanya di kantor, lupakan tentang tumpukan baju kotor karena ia memilih laundry, atau lupakan sejenak tentang perkembangan dunia luar sejenak. Karena aku lebih menikmati tiap detiknya dengan mendengkur dan bergelung di selimut yang nyaman. Tak memperdulikan jarum jam yang terus berputar dan matahari yang merangkak naik.
Hanya saja, waktu-waktu emasku itu hanya mencapai pukul sembilan lewat sepuluh menit. Pagar rumahku sudah digedor-gedor oleh manusia-manusia pengganggu yang entah berasal dari mana. Belum lagi entah berapa puluh kali nada panggilan dari ponselku berbunyi. Meraih bantal dan menutup telinga. Tak akan ada yang bisa membuatku jauh dari kasur kesayanganku, tekadku dalam mimpi. Namun, bunyi pagar rumah yang semakin brutal, terlebih ponsel yang entah sudah terlempar dimana semakin memekakkan telinga, mau tidak mau membuatku bangun dan melabrak siapapun yang berdiri dibalik pagar. Aku tidak peduli. Berani-beraninya dia mengganggu kesenanganku menikmati terbukanya pintu surga 1 mm itu.
Begitu aku melihat oknum yang menganiyaya pintu pagar rumahku, aku menyesal. Sungguh-sungguh sangat menyesal. Andai diberi satu kesempatan untuk kembali beberapa menit ke masa lalu, ia lebih memilih bersembunyi di dalam rumah dari pada membuka pintu pagar. Sungguh, hari ini ia sedang tidak ingin diganggu. Diganggu dengan kombinasi Dimas dan Ayu, terlebih sekarang ditambah dengan Raka. Raka si bocah sempak mamel. Oh, mereka bertiga adalah kombinasi yang sempurna untuk mengacaukan surga dunia.
***
"Tante kecil! Jangan lepasin sepedanya..."
"Gak bakal tante lepasin! Tapi tante dorong sepedanya!"
"Ich! Jangan di dorong..."
"Makanya kayuh sepedanya! Kalo gak dikayuh tante dorong, nih!"
"Pelan-pelan... Raka nanti jatuh..."
"Gak bakal jatuh! Tante pegangin dari belakang!"
"Tante... tante... tanteeee!!!"
Teriak-teriakan dari ku dan si bocah Raka menghiasi suasana lapangan basket perumahan Raka yang sepi. Raka yang pagi-pagi sudah nangkring di rumah itu menagih janjinya untuk diajari naik sepeda tanpa roda tiga. Entah kemana perginya mbak Inah dan Mang Jar. Duo sejoli itu sudah ngacir setelah mengantarkan Raka di depan pagar, tidak lupa dengan sepeda merah berkeranjangnya. Dimas dan Ayu yang juga termasuk pengacau pagiku itu lebih memilih main basket di salah satu sisi lapangan. Mereka sama sekali tidak membantu untuk mengajari Raka bermain sepeda.
"Bocah, ayo kayuh lagi! Gak usah takut, tante pegangin!"
"No!! don't take off the bike!" teriak Raka mulai khawatir karena aku mulai perlahan melepas pegangan dari sadel sepedanya.
"Ini bukan pesawat! Gak pakek take off segala. Udah kayuh lagi yang kenceng!"
"Tante.. tante.. don't move!"
"Enak aja pakek ngelarang move on!"
"No no no!"teriak Raka panic. "Tante, jangan dilepas! Raka takut jatuh!"teriaknya kencang. Dan...
Bruuuuaaak!!!
Raka tersungkur dengan sepeda merah berkeranjangnya. Aku yang melepas pegangan dari sepedanya terkejut, namun detik berikutnya aku tertawa terbahak-bahak. Raka yang melihatku tidak menolongnya malah menertawainya langsung menangis kencang, membuat Dimas dan Ayu menghentikan permainan basketnya dan berhambur menghampiri Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be With You
Romance"Pokoknya kalo ada cowok yang mau nerima aku apa adanya, mau dia jelek kek, miskin kek, gagap kek. Aku gak peduli! Peduli setan kalo dia duda punya buntut anak satu!. Yang penting tahun ini aku pengen Nikah!!" -Maura Selena, 24 tahun "Pokoknya Raka...