Happy Reading, Typo tetep bertebaran!!
***
"Kalo begitu, tante kecil nikah saja sama papanya Raka."ajak bocah laki-laki itu dengan suara polosnya.
Aku membelalakkan bola mata mendengar pernyataannya. Aku sungguh tak mempercayai pendengaranku kali ini. "E-bocah, kamu stress ya! Kenal sama bapakmu aja kagak pakek ngelamarin segala." tolakku lantang.
"Tapi tadi tante kecil bilang mau nikah sama siapa aja!"balasnya cemberut, tidak mau kalah sembari menarik-narik ujung lengan kemejaku.
"Ya tapi gak sama bapakmu juga bocah..."
"Ehem!" deheman Dimas menyadarkanku dari perdebatan dengan bocah kecil Raka. "Ada yang mau jelasin gak ada hubungan apa sampe kamu dilamarin sama tuh bocah bule?"
Aku dan bocah kecil itu saling lirik. Tak menyadari kalau Dimas dan Ayu masih disini. Kutoleh kiri kanan mencari Mbak Inah yang biasa ngintilin Raka kemana-mana. Mataku menemukannya senyum-senyum dengan Mang Jar, ah.. mereka sedang kencan rupanya.
"Maura, itu anak siapa?"Dimas mengulang tanya sekali lagi, membuat Raka mengeratkan genggamannya di ujung lengan kemejaku. Takut.
"Ya anak bapaknya lah."
"Trus kenapa kamu culik?"
"Eh bangke, sapa juga yang nyulik." Maura melotot, Dimas masih bingung. "Ini bocah kan datang sendiri kek anak ayam."sungutku tidak terima.
"Ganteng, sini sama tante yuk... duduk samping tante.."ajak Ayu agar Raka tidak terintimidasi oleh ku dan Dimas yang sedikit memanas. Dimas memang dari dulu tidak bisa akur dengan anak kecil, sama sepertiku.
Raka menggelengkan kepala menolak. "Lho, kenapa? Tante gak jahat kok.."
"Raka cuma mau sama tante kecil!"
"Kenapa?"tanya Dimas dan Ayu hampir bersamaan.
"Kan tante kecil mau jadi mamanya Raka."
"Eh??"
Detik itu juga aku ingin pindah warga ke Mars.
***
Langkahku terseok-seok mengikuti langkah-langkah kecil milik Raka. Bocah itu menyeretku masuk ke dalam lift, menuju lantai dua puluh lima, lantai paling teratas gedung. Nyawaku seakan belum terkumpul saat pintu lift tertutup. Di dalam lift, tak henti-hentinya Raka memuji ayahnya. Ayahnya yang terhebat, ayahnya yang terkeren, dan ayahnya yang ter-ter lainnya hingga aku tak akan ada alasan untuk menolak lagi. Aku hanya bisa meringis tidak kuasa berkata tidak pada Raka. Mungkin lebih mudah saat berkata tidak pada ayahnya nanti, pikirku dalam hati.
Ting!! Pintu lift terbuka, langkahku kembali terseok-seok, dan berhenti tepat pada sosok laki-laki tinggi ganteng tipe suamiable. Wajahnya yang adem mengingatkanku pada mas Dude Herlino. Bawaannya tuh tenang banget kek habis wudhu. Eh?
"Halo Raka sayang, sama siapa kesini? Mau nemuin papa ya?"
Tubuhku terlonjak kaget saat suara laki-laki tampan mensejajarkan tubuhnya pada tubuh kecil Raka. Senyumannya yang teduh itu sukses membuat mataku terobati. Kalo bapaknya Raka model-model begini sih aku mau-mau saja ada di barisan depan buat dapetin hatinya. Ganteng, badan pelukable, lengan sandaranable, wangi, rapi, senyum ramah lagi. Tipe-tipe bapak sayang anak sayang istri. Gak rugi Bandar deh.
"Raka kesini sama tante kecil."
Laki-laki tampan itu melirikku sebentar, berdiri lalu mengulurkan tangannya. "Rian."
"Maura.."aku membalas uluran tangannya, duh tangannya hangat. Tangan aja hangat, pa lagi hatinya yak?
"Kamu gurunya Raka? Gak kelihatan guru... tapi, ada perlu apa datang ke kantor."tanyanya membuyarkan lamunanku.
Menggeleng cepat, mengingatkan diri kalau laki-laki tampan ini bukan modus, hanya sekedar basa-basi. Jangan sampe ge-er, pa lagi baper. "Oh, aku bukan guru si bocah. Kesini juga diseret-seret sama si bocah."
Laki-laki tampan yang mengaku bernama Rian itu mengerutkan keningnya bingung. "Raka kesini kenapa? Kok bawa-bawa kakak?"
Raka mengerutkan hidungnya cemberut. "Raka mau ngenalin tante kecil ke papa. Papa ada kan om?"
Rian mengangguk dan mengacak rambut Raka gemas. "Ada kok, tapi papa jangan diganggu dulu ya? Papa masih sibuk, gimana kalo om nemenin Raka dulu sampai papanya Raka selesai? Ice krim?"
Ayo bocah, bilang iya aja. Gak bilang iya aku pites lho nanti.
"Gak Mauuu!!"
Oh shit!!! Hilang sudah harapan bersanding duduk manis di pelaminan dengan mas-mas ganteng Dude Herlino. Tersenyum melas melepas harapan, dengan kecewa kubawa kakiku melangkah mengikuti kaki si bocah membuka pintu yang kutebak adalah ruangan milik ayahnya. Tak kuhiraukan tatapan khawatir milik Rian yang entah khawatir kenapa. Mungkin cemas akan dimarahi bos? Entahlah.
"Papaaaaa!!" si bocah lari menghambur pada sosok laki-laki yang dipanggil papa olehnya. Sosok dimana yang wajahnya tertutup oleh monitor computer 20 inc maybe? Entahlah. Aku tidak begitu memperhatikan wajahnya, lebih berminat memperhatikan desain interior ruangan ini. Lantai kayu, dinding putih bersih, belum lagi jendela kaca besar yang menampilkan pemandangan macetnya kota magrib hari.
"Papa, tebak aku bawa siapa kesini?"si bocah mencoba menarik perhatian ayahnya dari dokumen-dokumen kantor dan layar komputernya. Si bocah perlu usaha keras untuk menarik perhatian ayahnya kalau dilihat reaksi ayahnya yang seperti ogah-ogahan.
"Hmm.. siapa memangnya?" tuh kan, dari suaranya saja tuh pak tua ogah-ogahan. Apa semua bapak-bapak emang gak suka sama anak-anaknya ya? Jadi nostalgia kalo gini caranya.
"Raka bawa tante kecil!!"
"Oh.."
Eh buseet... kasihan tuh bocah, semangat-semangat bawa aku kesini tapi dikasih tanggapan cuma oh doang. Paling kasian lagi nasipku dah,gak tau apa fungsinya dibawa kemari.
"Suruh duduk dulu.."lanjut bapaknya si bocah.
Raka yang tadinya berada di samping papanya kini berlari kearahku, menyeretku duduk di sofa yang letaknya dekat dengan jendela kaca. Kurang lebih lima belas menitan aku dan bocah menunggu si bapaknya bocah kelar kerjaan tapi gak kelar-kelar. Aku mulai bosan. Aku juga tidak mengerti kenapa harus menunggu? Aku sama sekali tidak ada kepentingan? Aku juga sama sekali tidak ada perlu yang harus menunggu? Buat apa?
"Papa, ini tante kecilnya ada di sini lho!"seru si bocah, sepertinya bukan cuma aku saja yang bosan menunggu. "Nanti tante kecilnya marahin Raka kalo papa diem terus!"
Mataku melotot terkejut. Eh buset dah nih bocah, belum apa-apa udah wadul-wadul aja. Mentang-mentang ada bapaknya.
"Sebentar Raka.."
Aku mendesis tidak terima. Sepertinya aku tidak mengerti dengan situasi yang kuhadapi sekarang. Sebentar untuk apa? Menunggu untuk apa? Aku disini untuk apa sih?
"Maaf, saya harus pul-" ucapanku terhenti saat mataku menangkap ada laki-laki duduk di sofa. Mataku masih terpaku melihat betapa mengkilapnya sepatu fantofel, dan licinnya celana yang dikenakan. Tipe laki-laki perfectionis. Pandanganku merangkak naik melihat telapak tangan besar terulur padaku.
"Arshaka."
Suaranya berat dan dalam. Kutatap sosok yang terulur itu. Nafasku tercekat, mataku mengerjab, tak mempercayai apa yang kulihat saat ini. Laki-laki ini.. laki-laki ini.. laki-laki dengan netra kelam dan begitu jernih, laki-laki dengan sura berat yang dalam, laki-laki yang.. laki-laki yang...
"Arshaka Pradipta Daud."
Laki-laki yang aku tabrak di depan restoran jepang setelah aku diputuskan sama mantan. Laki-laki yang begitu khawatir karena penampilanku saat itu begitu menyedihkan. Jangan bilang kalau laki-laki ini itu,-
"Papanya Raka."
Duh gusti.. kenyataan macam apa pula ini.
***
Hope like and coment if you interest!
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll Be With You
Romance"Pokoknya kalo ada cowok yang mau nerima aku apa adanya, mau dia jelek kek, miskin kek, gagap kek. Aku gak peduli! Peduli setan kalo dia duda punya buntut anak satu!. Yang penting tahun ini aku pengen Nikah!!" -Maura Selena, 24 tahun "Pokoknya Raka...