"Eh, tadi pagi Taehyung kenapa nyamperin elo?" Tanya Jennie kepada Jisoo yang hanya dijawab dengan kedikan bahu oleh gadis itu.
Kini mereka tengah berada di kantin sekolah, memanfaatkan waktu istirahat di kantin dengan menikmati makan siang. Sebenarnya Jisoo malas untuk pergi ke kantin, tapi bukan Jennie namanya jika ia tidak bisa membujuk, lebih tepatnya memaksa Jisoo untuk ikut dengannya ke kantin.
"Lo tau dari mana kalau Taehyung nyamperin gue?" Tanya Jisoo. Yang ditanya langsung terkekeh.
"Tadi pagi gue ke kelas lo. Niatnya mau nyamperin elo, tapi gue malah lihat lo sama Taehyung lagi ngobrol. Jadi gue balik ke kelas deh."
"Gue sama dia nggak ada ngobrol. Dia aja yang ngoceh kayak burung beo, berisik!"
Mendengar nama Taehyung, Jisoo jadi mengingat kejadian tadi pagi, cowok itu dengan lancangnya mengganggu ketenangannya. Sebenarnya Jisoo menyadari keberadaan Taehyung dan mendengar ucapan cowok itu karena headset yang dipakainya itu tidak menghasilkan suara. Gadis itu memang sengaja memakai headset agar tidak diganggu orang-orang yang ada disekitarnya, ia lebih suka hanyut di dunia yang ia ciptakan sendiri.
Jennie mengibaskan tangannya di udara, lebih tepatnya di depan wajah Jisoo.
"Ngelamun mulu lo perasaan!" Ucap Jennie yang membuat Jisoo menatapnya sebal.
"Lagi mikirin apa?" Tanya Jennie. Jisoo menggeleng pelan.
"Nggak lagi mikirin apa-apa." Balas Jisoo. Jennie menatap Jisoo penuh selidik, ia sangat tahu Jisoo, ia bisa membaca apa yang dipikirkan Jisoo hanya karena melihat wajah dan sikap gadis itu. Meskipun kebanyakan wajah yang ditunjukkan Jisoo itu datar, namun Jennie masih bisa membedakan wajah Jisoo yang biasanya dengan yang sedang memikirkan sesuatu.
"Kita udah sahabatan sejak zaman kapan sih? Gue itu tau lo, tau banget malah."
"Menurut lo Taehyung itu gimana, sih? Kok gue merasa cowok itu beda kayak cowok yang lainnya."
"Lo suka dia ya?" Tanya Jennie yang membuat Jisoo mendelik kepadanya.
"Nggak! Gue aneh aja sama dia." Jennie tertawa kecil mendengar ucapan Jisoo barusan.
"Ya... mungkin yang bikin lo merasa aneh sama dia itu karena dia berani deketin elo padahal lo itu dinginnya nggak ketulungan, tapi jangan lupakan Jungkook yang juga berusaha deketin elo. Kalau menurut gue sih... Taehyung suka elo." Jisoo mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penjelasan panjang Jennie. Ya, dia tahu Jungkook, kapten tim futsal yang selama ini selalu berusaha mendekatinya namun tak pernah ia pedulikan.
Jisoo merasa dirinya sedang diperhatikan, gadis itu menoleh dan menangkap Taehyung sedang menatapnya. Lagi-lagi Taehyung, dan lagi-lagi mata mereka bertubrukan. Cowok itu tersenyum ke arahnya, namun ia hanya mengangkat satu alisnya lalu kembali menolehkan kepalanya ke arah Jennie yang duduk didepannya.
"Tuh kan dia lihatin lo lagi." Ujar Jennie yang membuat Jisoo mengedikkan bahunya acuh.
Cowok aneh itu, ngapain lihatin gue mulu? Bikin Jennie ngira yang enggak-enggak aja. Batin Jisoo.
Disisi lain, Suga menyenggol Taehyung hingga cowok itu terkesiap dan menoleh ke arah sahabatnya itu. Taehyung berdecak kesal karena Suga mengganggu aktivitasnya memperhatikan Jisoo, walaupun hanya dari kejauhan.
"Apaan?" Tanya Taehyung dengan nada malas.
"Lo beneran suka sama cewek itu? Ya... emang sih dia cantik, cantik banget malah." Ucap Seokjin yang membuat Taehyung menatapnya dengan satu alis terangkat.
"Tapi dia itu pendiam banget, dingin, introvert, cenderung freak gitu deh." Lanjut Seokjin. Taehyung mengerutkan keningnya.
"Kalau dia pendiam, kenapa dia jadi anggota OSIS? Emang dia bisa berbaur sama yang lain? Tadi pagi aja waktu gue ajak ngobrol dia cuma ngomong seadanya kalau nggak cuma diam sambil baca buku doang." Tanya Taehyung. Seokjin mengedikkan bahunya.
"Ya meskipun pendiam gitu dia orangnya baik kok, Tae. Kalau disuruh ngerjain apa pasti langsung dikerjain tanpa ngomel ataupun complain kalau tugasnya ribet." Taehyung dibuat manggut-manggut atas ucapan Seokjin barusan. Taehyung tahu kalau Seokjin mengetahui hal itu karena Seokjin juga anggota OSIS, lebih tepatnya Seokjin adalah ketua OSIS HighScope Indonesia.
Jimin menepuk bahu Taehyung dua kali, hingga cowok itu merubah fokusnya dari Seokjin menjadi Jimin.
"Lo yakin sama dia? Cewek di dunia ini masih banyak yang mau sama lo, tentunya bukan cewek yang dingin kayak Jisoo itu."
"Dia udah bikin gue penasaran saat pertama kali gue lihat dia tersenyum." Ujar Taehyung yang membuat mulut ketiga temannya itu menganga lebar.
"Seriusan lo lihat dia senyum? Soalnya seumur hidup gue belum pernah lihat dia senyum." Tanya Seokjin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, masih tidak percaya dengan ucapan Taehyung. Taehyung mengangguk, diam-diam ia tersenyum tipis. Entah harus merasa spesial atau sial bisa melihat senyuman Jisoo yang langka itu.
"Gue nggak akan berhenti sebelum gue bisa mendapatkan hati Jisoo." Ucap Taehyung bertekat bulat. Seokjin, Suga, dan Jimin membeliakkan matanya.
"Lo gila?" Tanya mereka hampir bersamaan dengan suara cukup keras hingga membuat mereka jadi pusat perhatian siswa-siswa yang berada di kantin. Ada yang menatap mereka penasaran, ada juga yang mendengus karena makan siang mereka terganggu akibat suara Seokjin dkk.
"Gue serius." Jawab Taehyung.
"Mungkin dulu prioritas utama gue kalian sama keluarga, tapi sekarang kalian harus rela jadi prioritas kedua gue. Karena... Jisoo akan jadi prioritas utama gue mulai saat ini." Taehyung cepat-cepat menambahkan.
Ucapan Taehyung membuat ketiga temannya menatapnya antara tidak percaya atau takjub, ketiganya tahu bahwa orang-orang yang menjadi prioritas Taehyung adalah orang-orang yang dianggap penting oleh cowok itu. Taehyung menjadikan ketiga sahabatnya itu prioritas karena ia menganggap sahabatnya itu adalah keluarga, dan kini Jisoo adalah orang terpenting baginya, prioritas utamanya.
*****
Jisoo keluar dari mobil ketika pintu dibukakan oleh supir pribadinya, ia langsung masuk kedalam rumah begitu saja dengan wajah datarnya. Sebenarnya ia sangat risih jika harus diantar-jemput supir setiap hari karena ia merasa sudah besar dan mampu menjaga dirinya sendiri, tapi Daddy-nya yang keras kepala nan perfectionis itulah yang memaksakan hal itu. Ditengah perjalanan menuju kamar, seorang pelayan menghampirinya.
"Mau makan siang sekarang, nona muda?" Tanya pelayan itu. Jisoo menggeleng pelan. Gadis itu tau pelayan itu, pelayan kepercayaannya yang tak lain adalah ibu dari Nayeon.
"Nayeon udah pulang?" Tanya Jisoo yang dibalas gelengan oleh pelayan itu.
"Nanti kalau udah pulang suruh dia ke kamar saya." Ucap Jisoo lalu melenggang pergi menuju kamarnya tanpa mau menunggu jawaban pelayannya.
Sesampainya dikamar, gadis itu langsung merebahkan dirinya di kasurnya. Ia memejamkan matanya, merasakan kesunyian yang mendominasi kamarnya, kesunyian yang selalu ia rasakan tiga tahun belakangan ini. Dulu ia tidak pernah merasa seperti ini, dulu hidupnya tidak pernah sehitam ini. Jisoo yang dulu, bukanlah Jisoo yang sekarang.
Jisoo mengambil ponselnya dari dalam tas lalu mengecek ponsel itu, kebanyakan ia mendapat notifikasi dari aplikasi chatting yang ada diponsel itu. Ia melemparkan ponsel itu kesampingnya lalu menatap langit-langit kamarnya sejenak sebelum akhirnya menatap ke arah nakas yang berada disamping tempat tidur, lebih tepatnya ia menatap bunga mawar hitam yang berada di dalam vas bunga transparan, kelopak bunga itu sudah berjatuhan sehingga menyisakan satu kelopak lagi.
Seandainya semua bisa baik-baik aja, Rene. Lirih Jisoo dalam hati lalu menghela nafasnya.
*****
TO BE CONTINUED...
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE OF KIM
Fanfiction"Apa gue harus tetap tersenyum di saat badai luka mulai tertawa? Apa gue harus tetap tersenyum saat nggak ada hal yang bisa gue jadikan alasan untuk tersenyum?" - KIM JISOO "Bullshit! Gue sangat tau elo, Jisoo. Gue kangen Jisoo. Gue minta sama lo bu...