Chapter 5

404 17 1
                                    

"Dia sebut-sebut pemakaman kemarin, Dyo."

"Oh, mungkin itu pemakaman bokapnya, Nju. Gue denger sih emang sempet ada kecelakaan lalu lintas dan salah satu korbannya ya bokapnya Kinal itu."

"Ya ampun..... Pantesan dia buru-buru banget kemarin. Aku jadi enggak enak, Yo. Tapi... Tapi kan walaupun dia tertekan, enggak berarti dia bisa marah-marah terus ngatain aku bodoh kan?"

"Dia?" Dyo tampak terkejut.

Aku mengangguk.

"Setahu gue sih dia enggak pernah ngomong kasar sama anak-anak cewek, apalagi marah-marah gitu. Emang dia agak apa ya, enggak tahu pemalu, takut atau apa. Yang jelas gue enggak pernah denger dia pacaran waktu sekolah dulu. Dia termasuk jarang juga komunikasi sama cewek."

Ia terdiam beberapa lama sebelum menarik napas panjang dan mulai berfikir.

"Tapi kalau dia sampai semarah itu, lo pasti bener-bener ganggu dia, Nju. Coba lo inget-inget lagi. Pasti lo yang salah!"

"Aku cuma bela diri. Aku.... Ya, agak lepas kontrol. Tapi, yang aku bilang itu emang bener ko!"

"Emang lo bilang apa?"

"Anak taekwondo itu bodoh! Maksudnya, mereka cuma berlatih taekwondo untuk mendapatkan keuntungan seperti beasiswa di olahraga, lebih gampang masuk universitas. Mereka ikut taekwondo karena, ya cuma itu yang bisa mereka lakuin"

Dyo mengembalikan makanan yang hampir masuk ke dalan mulutnya, lalu memandangku sejurus kemudian. Seolah-olah akan menjadikanku sebagai pengganti sendoknya atau apa.

"Gue heran, kok gue bisa temenan sama lo ya? Kalo gue yang denger, terus terang aja gue kesel. Gimana pun juga gue anak taekwondo. Tapi kalau lo bilang ke Kinal kaya tadi, maksud gue ke orang yang sejak kecil udah dididik sebagai atlet taekwondo, lo enggak dibanting aja masih mending."

"Tapi itu bener. Gue bisa jamin!"

.

.

.

.

Aku dan Desy sedang berada di pementasan theater di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat. Acara belum dimulai, tapi kursi penonton sudah habis tak tersisa.

"Aku heran, ko mau-maunya mereka nonton teater begini. Udah penuh, bayar lagi!" Desy menukas.

"Kamu sendiri juga ngapain ngajak aku nonton?"

"Kan aku dapet tiket gratis dari panitia kalau bisa bawa sepuluh orang, hehe. Selain kamu, banyak juga ko yang kubawa. Liat kan aku bisa nonton pementasan teater sekeren ini dengan gratisan, haha."

"Terserah deh!" kataku sambil mengedarkan pandangan ke sekeliling.


Saat sedang bosan, aku akan menyapu bersih pemandangan yang ada di hadapanku, tanpa menyisakan detail informasi sedikit pun. Hanya bayangan warna-warni pakaian, rambut, ramai atau sepi, bergerombol atau sendirian, dan lain sebagainya yang kutangkap. Tapi kali ini, seperti juga diantara kebetulan lainnya, aku menemukan seseorang seperti Kinal sedang duduk diantara kerumunan. Ia memakai kaos oblong berwarna hijau, tas gendong hitam, dan sandal gunung. Ia berdiri sebentar, lalu mulai memotret.

"Sorry gue telat!" kata Dyo tiba-tiba.

Desy menoleh kepadanya lali menyalaminya dengan senyuman yang paling lebar.


'Eh, Kak Dyo akhirnya datan juga. Desy udah takut Kakak engga datang. Pementasan teater ini pasti keren, kak. Kakak engga akan nyesel ko, percaya deh sama Desy" katanya dengan wajah sok ramah.

Dyo mengangguk, lalu memuji tentang penonton yang bejubel, kesuksesan tim publikasi, sampai sutradaranya yang menurut Dyo sudah terkenal di fakultasnya. Aku berada diantara keduanya, mendengarkan mereka saling berbincang, dan melewatiku seperti pagar pembatas. Aku bukannya tidak paham topik pembicaraan, tapi entah kenapa aku sama sekali tidak tertarik ikut mengobrol. Yang ada dikepalaku hanya bagaimana sosok itu berjalan diantara kerumunan penonton, lalu menyapa seseorang, lalu pergi lagi. Ini pementasan Kampus Universitas Coloni, jadi pasti Kinal memiliki banyak teman disini.

Tapi benarkah dia Kinal? Aku hanya melihat punggungnya saja. Dia sama sekali tidak pernah memalingkan mukanya ke belakang. Saat aku masih terus mengamati dan benar-benar tidak mendengar apa yang diobrolkan dua orang sahabatku, lampu mulai dipadamkan. Dari dalam kegelapan ini, aku bisa melihatnya mulai duduk di kursi penonton. Lalu berbincang-bincang dengan laki-laki yang ada disebelahnya.

"Lo lagi ngapain sih?"

"Engga, engga apa-apa"

Hening.

"Ngomong-ngomong, Kinal nonton acara ini?" tanyaku lagi kepada Dyo.

"Kinal lagi, Kinal lagi. Ya mana gue tahu, emang gue pacarnya apa" jawab Dyo ketus.

"Siapa? Kinal?"

"Kamu tahu Kinal?"

"Kak Kinal yang taekwondo itu?"

Aku mengangguk.

"Kalau itu, ya tahu lah. Dia dulu pemanduku waktu ospek. Kak Kinal dateng ko, aku yang jual tiketnya ke dia, haha"

"Mana orangnya?" tanyaku.

"Ya kali gelap gini. Desy engga jatuh cinta sama dia, Shania, mana mungkin aku bisa liat dia di kerumunan begitu, dan gelap-gelapan lagi."

"Hahaha... masa iya harus jatuh cinta dulu baru bisa lihat..."

"Ya iyalah. Kalau orang lagi jatuh cinta itu dia jadi kayak Detektif Sherlock Homes. Ingat setiap detail soal orang itu, bisa nemuin orang yang dia suka dalam radius yang jauh, bisa menemukannya didalam kerumunan dan lain sebagainya. Pokoknya indranya jauh lebih sensitif."

"Itu menurut kamu aja atau ada sumbernya?"

"Capek deh kalo ngomong sama anak kutu buku. Bawaannya kutpan mulu. Udah ah, kesel lama-lama ngomong sama kamu."

"Sstt.... udah-udah, gue disini mau nonton teater bukan dunia lain. Berisik mulu!" Dyo protes.

.

.

Dua jam kemudian, acara berakhir. Saat lampu dinyalakan kembali, aku memandang ke tempat Kinal duduk tadi. Seharusnya, aku melihat bagaimana kakiku harus memijak. Aku sedang menuruni tangga, tapi mataku justru fokus ke tempat itu. Apa yang terjadi denganku? Aku memalingkan wajahku, lalu fokus kembali pada jalanan yang kulalui. Aku tidak boleh memikirkan Kinal.

Tap, entah kenapa mataku tak berhenti bergerak. Aku mengedarkan pandangan ke sekeliling, melihat hingga kedalam kerumunan orang-orang. Tapi dia tidak ada. Entahlah, aku hanya ingin melihat dia. Barangkali hanya ingin memastikan apakah dia memang benar-benar Kinal. Meski tak tahu apakah pentingnya kalau dia memang Kinal, aku tetap mencari-cari sosok itu. Jika nanti dia berhasil kutemukan, memangnya apa yang akan kulakukan? Aku tidak tahu. Sama sekali tidak tahu. Barangkali, aku hanya ingin melihatnya saja.

Tepat saat aku akan berjalan pergi, keluar dari dalam gedung pertunjukan, tiba-tiba aku merasa harus berbalik badan. Dan disanalah, tepat di belakangku aku melihat Kinal sedang menunjukkan hasil jepretan kameranya ke teman laki-lakinya. Sejurus aku melihatnya, sebelum ia mendongakkan wajahnya, seperti tahu sedang di perhatikan. Dengan jantung berdebar-debar, aku meninggalkan sosok itu. Berjalan di belakang Desy menuju pintu keluar, dan tidak berani menengok ke belakang lagi.

-

-

-

-

-

Makin kesini kenapa ceritanya Ga Jelas ini ya wkwk .... Di lanjut atau engga ya?? Mumpung masih dikit part nya ... Terimakasih yang sudah sempetin baca cerita amatir ini dan terimakasih juga yang sudah vote cerita ini ... Maaf kalau typo, dll wkwk .... Segini dulu,, kalau nanti ga sibuk sama tugas ... Malam bakal update lagi .... Terimakasih yaaaaaaa

Cewek Ceroboh & Cowok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang