Chapter 8

205 16 0
                                    

Dua kali perkenalanku gagal. Kali ini, dia bahkan tidak menunjukkan wajah menyesal seperti aku yang dulu menghina para atlet taekwondo. Kami terdiam beberapa saat, sebelum Sisil menepuk pundakku, bertanya apakah aku akan mendaftar atau tidak. Aku terdiam agak lama. Tak tahu harus melakukan apa. Aku sudah kehilangan Skye hanya untuk diperlakukan demikian. Hanya untuk menjabat tangannya. Aku baru saja melakukan kekejaman yang bodoh. Aku benar-benar bodoh.

Tapi saat aku melihat kedua tanganku, tampak ia bergetar hebat ketika aku berada di minimarket, harapan itu kembali muncul. Ketika aku melihat bagaimana mata Kinal yang hezel itu bergerak mengikuti tulisan-tulisan didalam buku, dan bagaimana jari-jarinya bergerak, cara ia bernafas dan lensa matanya yang kecoklatan, aku tidak dapat mengatakan hal lain kecuali

"Ya, aku mau daftar!"

"Boleh aku liat persyaratannya?" Sisil mengadahkan tangan. Aku segera mengeluarkan semua persyaratan yang ada didalam tas, yang kujadikan satu kedalam map agar tidak tercecer. Sisil memperhatikannya, lalu membuka buku besar yang berisi foto, nama anggota, alamat, nomor telepon, riwayat prestasi, dan cap Lunas dibagian biaya pendaftaran.

Aku duduk dilantai, bersebelahan dengan pria yang tidur dengan komiknya. Aku seharusnya memperkenalkan diri dengan pria yang sedang bermain game disamping kami. Tapi tidak, aku hanya tidak bisa mengalihkan pandanganku dari wajah Kinal. Perasaan menggebu-gebu ini benar-benar menggangguku. Entahlah, Kinal seperti candu. Membuatku terus-menerus menginginkannya meski aku tahu aku harus kehilangan banyak hal dan melanggar aturan demi dirinya. Saat Kinal menoleh, seperti tahu bahwa dirinya sedang diperhatikan, aku segera membuang muka. Tiba-tiba ponsel Sisil bergetar, lalu sedetik kemudian dia mulai berbicara, dan meninggalkan kami begitu saja. Meninggalkan calon pendaftar dalam kebimbangan.

Aku menoleh dengan canggung.

"Anu, Kak aku mau daftar" kataku kepada seseorang yang sedang bermain game.

"Ah iya, Kinal... Loe urusin dulu dong. Gw tanggung nih"

Jantungku berdegup lebih kencang lagi. Kata-kata pedas apa yang akan ia katakan untuk menolakku? Aku harus bereaksi seperti apa? Tapi tidak. Dia meletakkan buku berjudul Kebudayaan Asia Selatan dilantai, lalu berdiri menunjukkan kakinya yang jenjang. Aku menahan nafas, seolah-olah sedang menhadapi vampir.

Tepat saat ia berjalan melewatiku, aku justru bisa menarik nafas panjang... Membuatku mencium aroma tubuhnya meski sebentar. Ini aroma Kinal. Aku memalingkan wajah, malu dengan sikapku sendiri. Angin bertiup kearah kami dari jendela, membuat wajahnya yang berkeringat tampak lebih segar. Yang kulihat selanjutnya adalah Kinal yang sedang memegang pulpen, memintaku menuliskan nama dan identitasku dibuku tempat para pendaftar meninggalkan biodata singkat dan foto dirinya. Ia lantas mengecap Lunas di kolom uang pendaftaran.

"Kenapa loe bergabung disini? Ini kan bukan tempat yang tepat untuk orang-orang sepintar loe"

"Aku....anu, ada banyak hal yang mengubah fikiran orang lain. Kita berkata A hari ini, dapat mengatakan hal lain dilain waktu. Semuanya berubah"

"Oh, jadi begini cara orang pintar berfikir ya? Oke, Desy selamat bergabung" katanya mengulurkan tangan kanannya. Akhirnya aku mendapatkan kesempatan itu. Tanganku yang sudah sangat basah oleh keringat berhasil menjabat tangannya. Meski ia tak membalas senyumanku, wajahnya tampak lebih ramah dibandingkan tadi. Saat itu, tiba-tiba Sisil kembali masuk.

"Udah beres, bang Nal?"

"Udah kok" jawab Kinal. Sebelum meninggalkanku dan kembali kebukunya. Sisil duduk di hadapanku, tapi aku masih bisa membayangkan Kinal yang sedang menatapku, lalu tangan kami yang saling menjabat. Kurasa, aku benar-benar menyukainya.

"Lu... anak Teknik Informatika?" Sisil bertanya tiba-tiba.

"Hah? Sorry"

"Lu anak Teknik Informatika?" Ulang Sisil.

"Oh iya"

Sisil tampak mengernyitkan keningnya.

"Masa sih? Ko gua kaga pernah liat lu ye"

"Siapa? Aku? Ah...ya, kan kampus luas kan? Hahaha"

"Soalnya gua juga Teknik Informatika, bahkan kita seangkatan"

SKAAAAAKKKKKK!!!!!!

Mukaku berubah pucat. Aku menelan ludah, lalu buru-buru berpamitan kepada semua orang yang berada disana. Termasuk Kinal. Tepat saat aku berusaha memakai sepatuku kembali, Sisil tiba-tiba menghampiriku. Ia berkata.

"Eh, Sisil ada apa? kataku sambil berdiri, melupakan tali sepatuku yang belum terikat dengan sempurna.

Ia menarik tanganku menjauhi sekretariat.

"Kita seangkatan dan satu jurusan. Dua tahun gua sekelas bareng anak-anak Teknik Informatika dan gua yakin, lu memang bukan salah satu dari kami. Desy, gua tau persis siapa Desy. Sekarang lu jujur ke gua, kenapa lu ngelakuin ini"

"Ngelakuin apa?"

"Lu dari Universitas mana? Apa tujuan lu masuk ke sini?"

"Kan kamu lihat sendiri, aku Desy, dari jurusan Teknik Informatika. Tujuanku ya belajar taekwondo, biar bisa jadi atlet, biar bisa melindungi diri sendiri. Tambah teman, ya....biasalah, sama kayak kebanyakan orang"

Kalau lu kaga ngomong jujur, gua akan ke sekretariat dan ngomong yang sebenarnya. Apa jangan-jangan lu lagi memata-matai atlet-atlet kami? Biar bisa kalian curi? Kamu dari dojang mana? Jawab!!

"Oke...oke. Aku memang bukan mahasiswa UC. Aku mahasiswa universitas lain. Disana engga ada taekwondo, universitasku engga terkenal. Mahasiswanya saja sedikit. Aku cuma belajar aja kok. Engga ada maksud jahat. Aku ingin jadi perempuan tangguh." ujarku berbohong kepada Sisil agar dia tidak curiga.

Ia memicingkan matanya, menyidik.

"Emang universitas apa lu?"

"Aku....ehm...Universitas...SK. Ya SK, jurusannya D3 Akuntansi. Ya emang, engga terkenal kok. Itu loh, daerah selatan sana. Haahahaha" Jawabku berbohong (lagi).

"Untuk sekarang, gua bisa terima penjelasan lu. Tapi inget, kita enggakakan melepas mata. Jadi jangan macam-macam!"

"Oke" kataku sambil menunjukkan jempol dan senyuman lebar hingga mataku terpejam. Padahal dalam hati terus merutuk dan mengumpati Sisil.

"Tapi....aku ga dikeluarin kan?" tanyaku penuh harap.

"Kita akan terus mengawasi. Aku akan menutup mulut kecuali ada hal-hal yang mencurigakan."

"Makasih Sil, makasih..."

"Aku enggak ingin menghalangi orang-orang yang memang ingin belajar taekwondo. Tapi, aku mungkin bisa berubah sikap untuk alasan yang lain" jawabnya, lebih terdengar seperti ancaman.

















Greget karna makin kesini makin ga jelas ya cerita nya wkwk... buat yang udah sempetin waktunya mau baca cerita ini makasih banyak .... Apalagi buat yang udah sukarela mau vote dan ngasih kritik nya terima kasih banyak ya .... Jika ide masih ada terus bakal lanjutin cerita ini entah sampai part berapa dan endingnya bagaimana kalau ide nya abis ya di hapus 😂😂😂 ... Pengennya sad ending biar dapet gitu wkwkwk

Cewek Ceroboh & Cowok EsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang