Dua- Hidupku

55 10 3
                                    

Arista kini telah sampai didepan rumahnya. Rumah yang sederhana. Rumah ini adalah rumah milik lelaki yang dulu merawat Arista, diralat, Menyiksa Arista.

Semenjak lelaki itu mengklaim Arista sebagai miliknya. Arista harus tinggal disebuah mansion besar dengan banyak pelayan. Arista disana dilayani bagaikan seorang nyonya besar. Tapi berbeda dengan sikap lelaki itu padanya.

Hampir setiap malam lelaki itu menyiksa Arista, memukul bahkan menggoreskan benda tajam tepat ditubuh Arista yang masih mungil. Arista hanyalah alat pelampiasaan kemarahan bagi lelaki misterius itu.

Saat umur Arista menginjak tigabelas tahun, Arista dikeluarkan dari mansion itu dan dipindahkan ke rumah sederhana ini. lelaki itu pun tak pernah muncul lagi. Sudah tiga tahun berlalu, setiap bulan Pasti ada seseorang yang mengirimkan uang padanya.

Arista tak peduli siapa orang yang sudah mengasihaninya dengan memberikan uang setiap bulan. Arista malah berdoa agar orang itu berhenti mengirimkannya uang agar ia bisa cepat mati kelaparan.

Benar, Arista hanya mau mati. Tapi ia tidak mau jika harus mati dengan cara bunuh diri. Karena Arista tahu, orang yang mati dengan bunuh diri tidak akan selamat di akhirat. Setidaknya Arista mau hidup di surga.

Arista membaringkan tubuhnya yang lelah ke ranjang. Ia menatap langit-langit atap kamarnya. Tangannya mulai menyentuh bibir yang masih terasa panas akibat ulah Glen.

Jujur saja Arista sudah biasa dicium paksa seperti tadi. Saat ia masih tinggal di mansion dulu, lelaki misterius itu selalu menciumnya dengan kasar.

Tapi entah kenapa ciuman Glen tadi terasa berbeda di bibir Arista. "Bodoh.." gumam Arista sendiri. Arista mulai menutup matanya. Ia berharap, malam ini ia bisa mimpi indah.

Setidaknya ia ingin merasa bahagia walaupun itu hanya didunia mimpi. Arista bahkan berharap bisa hidup didunia mimpi asalkan ia bisa bahagia.

~>~

Pagi telah datang, Arista terbangun dari mimpinya. Bukan mimpi bahagia yang ia jumpai.
"Tau begitu lebih baik aku tidak usah tidur" gumam Arista sembari mengusap kepalanya yang sedikit pusing. Seperti biasa Arista selalu mimpi buruk.

Arista segera bersiap untuk berangkat sekolah. Walaupun dalam hati kecilnya, ia sangat membenci sekolah.
Selesai Arista bersiap, terdengar suara ketukan dari pintu rumahnya.
"Siapa?" Pikir Arista dalam hati.

Segera Arista menuju pintu rumahnya, saat ia membuka pintu . . .

"Orang iseng" gumam Arista datar. Saat ia ingin menutup pintu, terlihat sebuah paket beraa tepat dibawahnya.

Tanpa pikir panjang, Arista langsung mengambil paketan itu. Setelah ia kembali masuk, ia langsung membuka paketan itu.

"Apa ini?" Gumam Arista datar. Paketan itu berisi sebuah gaun hitam yang anggun.

Segera Arista kembali letakkan paketan beserta isinya.

"Menyebalkan"

♥♣♠

"Nona Arista!!" Teriak seorang lelaki yang sedari tadi mengejar Arista.

Tak lama Arista keluar dari rumahnya, seorang lelaki terus mengejarnya.
"Berhenti mengejarku!" Teriak Arista kasar.

"Nona! Kumohon sebentar saja!" Teriak lelaki itu lagi.

"Aku sudah bilang kan kalau aku menolak! Apa kau tuli?!" Arista masih terus berlari. Nafasnya sudah mulai habis.

Arista menyerah, ia mulai memperlambat kecepatan larinya. Jantungnya sudah tidak kuat untuk berlari lagi. Terlihat lelaki itu semakin mendekat. Arista sudah tak memperdulikannya lagi.

"Nona-- hahh.. tunggu-- nona" ucapan lelaki itu terputus-putus akibat kehabisan oksigen.

"Berhenti memanggilku nona" jawab Arista datar.

"Nona, kumohon kembalilah.. hanya anda satu-satunya sang ahli waris, aku bisa saja membongkar semua identitas nona jika anda masih menolaknya" ucap lelaki itu seriua.

"Caster, aku tahu keluargamu sangat setia pada keluargaku. Tapi aku sudah bukan anggota keluarga archawell .." ucap Arista serius.

"Nona, saya sangat mengerti maksud anda, tapi jika anda tidak segera menempati ahli waris, perselisihan akan semakin besar nona. Bahkan mereka sekarang sedang mencari nona, nyawa anda dalam bahaya---"

"Caster! Mereka tidak akan bisa menemukanku jika kau tidak terus menemuiku. Dengarlah, aku baik-baik saja. Terima kasih karena sudah khawatir padaku. Tapi sungguh, aku sudah tidak peduli lagi dengan keluarga itu."

Lelaki bernama Caster pun hanya terdiam. Ia sudah tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk nona kecilnya ini.
"Nona, tak apa jika anda menolaknya.. tapi tolong penuhi satu permintaan saya"
"Kenapa aku harus melakukannya?"

"Karena anda masih nona saya" ucap Caster serius.

"Huh.. apa?" Tanya Arista datar.

"Izinkan saya tinggal bersama anda, dan melayani anda layaknya seorang keluarga kerajaan"

Mata Arista langsung membelak kaget mendengar permintaan itu.
"Kau bilang satu, tapi yang kau ucapkan ada dua"

"Kalau begitu saya hanya ingin tinggal bersama anda"

"Aku menolaknya" Arista mulai berjalan meninggalkan Caster.

"Saya mohon nona, izinkan saya mempertaruhkan nyawa untuk anda" Caster mulai mengikuti Arista.

"Kau berlebihan" balas Arista datar.

"Nona, tuan archa telah menitipkan anda pada saya.."

Mata Arista mulai memanas, hatinya serasa hancur seketika mengingat nama yang Caster sebutkan tadi.

"Menitipkan ?  Jadi sampai dia mati pun masih saja menganggapku barang yah?" Ucap Arista sembari mengeluarkan senyuman mematikannya.

Caster yang melihat ekspresi nona kecilnya pun hanya terdiam. Caster sadar bahwa ia sudah membangkitkan sisi gelap Arista.
Caster hanya diam ditempat. Ia tak ingin membuka kembali kenangan menyakitkan Arista.

Tanpa memperdulikan Caster yang terdiam. Arista tetap berjalan melanjutkan perjalanannya menuju kesekolah sembari tersenyum bak iblis.

"Tuan... anda bukanlah ayah yang baik untuknya"
Gumam Caster sembari menatap langit.

"Tapi tenang saja, saya tidak akan menyerah untuk melindungi nona, tuan archer"






Tbc



summon humanonly

Lost HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang