Like a Stars. You don't always see them, but they're always there for you.
Even if you hate them. They're always give you their shine.
***
At Seoul High School
Bel istirahat telah berbunyi sepuluh menit yang lalu. Jaemin duduk di bangku taman sekolahnya seorang diri. Memperhatikan siswa-siswi yang berlalu lalang.
Namun atensinya terhenti, teralihkan pada sosok namja bersurai pirang yang duduk tak jauh darinya sedang bercanda dengan temannya. Senyum pahit tampak dari sudut bibir Jaemin, entah mengapa ia merasakan hatinya sesak seolah tertindih batu besar saat melihat pemandangan di depannya.
"Hei, Nana. Apa yang kau lakukan disini?" Tanya seseorang yang langsung duduk disebelah Jaemin. Yang ditanya hanya diam tak menoleh dan masih fokus dengan atensinya tadi. Merasa tidak ada jawaban membuat seseorang itu kesal. Ia mengikuti arah pandang Jaemin.
"Huh..." Seseorang yang diketahui bernama Haechan itupun menghela nafasnya saat ia mengetahui kemana arah pandangan Jaemin.
"Jaem, sudahlah nyatakan saja perasaanmu atau kalau kau tidak mau cobalah untuk melupakannya. Kalau terus seperti ini, hanya akan menyakiti perasaanmu." Lanjut Haechan. Haechan adalah teman Jaemin sejak kecil, sejak mereka masih jadi embrio. Jadi Haechan tahu betul semua tentang Jaemin dan sebaliknya. Kata Haechan mereka itu sahabat sehidup semati. Iya, Haechan yang hidup dan Jaemin yang mati. Gak kok.
"Tidak bisa, Chan. Aku sudah berusaha, tapi....tapi tetap tidak bisa." Ada jeda saat Jaemin mengucapkannya. Ia mendongakkan kepalanya menahan cairan bening yang mulai menggenang di sudut matanya agar tidak jatuh.
"Aku tahu Jaem. Tapi lihatlah sendiri, Mark sudah punya pacar." Ya, yang menjadi atensi mereka daritadi adalah Mark Lee yang sedang duduk tak jauh dari mereka bersama seorang yeoja yang diketahui sebagai pacarnya.
"Mereka sudah bahagia kau juga harus bahagia. Jadi, lupakanlah dia! Kau tidak berfikir untuk menghancurkan hubungan mereka kan? Jika itu terjadi maka kau benar-benar jahat Jaem dan jangan berharap Mark akan menerimamu." Mendengar itu, tangisan Jaemin pecah. Air mata yang sedari tadi tertahan kini mengalir deras. Haechan gelagapan tak menyangka ucapannya akan membuat temannya menangis.
"Sudah Na jangan pikirkan ucapanku tadi. Maaf aku tidak bermaksud..." Haechan yang merasa bersalah mencoba menenangkan Jaemin.
"Tak apa, Chan. Apa yang kau katakan benar. Kau tenang saja aku tidak akan menghancurkan hubungan mereka. Aku tau Mark sudah bahagia dan itu membuatku bahagia juga. Kau tau, lebih baik orang yang aku cintai bersama dengan orang lain asalkan ia bahagia daripada memaksakannya bersamaku yang membuatnya tak bahagia. Aku rela, tapi kalau untuk melupakannya aku tak yakin aku bisa." Jaemin menghela nafas sebelum melanjutkan ucapannya.
"Aku tau aku bukan siapa-siapa. Aku hanya orang yang selalu berharap. Aku hanya seseorang yang tak akan pernah dilihatnya. Seperti bintang. Pasti semua orang menganggap bintang itu indah dan cantik. Ya, mereka cantik, namun apakah orang akan melihat bintang satu persatu? Tidak kan, orang hanya akan melihat bintang yang paling bersinar. Mengabaikan bintang-bintang yang lainnya. Lalu bintang yang paling redup tidak akan dilirik. Aku adalah bintang redup itu. Mark mungkin tidak melirikku, tapi aku selalu memperhatikannya disini. Aku selalu ada untuknya. Menjadi temannya saat ia sendirian, yah walaupun aku tak terlihat. Meneranginya saat langit diselimuti kegelapan. Menemaninya dan menjaganya sepanjang malam. Itulah aku." Jaemin terlihat lebih tenang setelah mengatakan itu. Air matanya kini tergantikan oleh senyuman tulusnya.
Haechan merasa lega melihat Jaemin yang sudah tenang. Haechan bersyukur mempunyai sahabat seperti Jaemin yang selalu bisa bersikap dewasa dalam menghadapi masalah.
Setelah Jaemin merasa tenang, Haechan mengajaknya kembali ke kelas karena bel yang menandakan istirahat berakhir sudah berbunyi.
***
Other's side
Bel yang menandakan pelajaran dimulai sudah berbunyi. Mark bergegas menuju kelasnya. Melewati deretan loker yang berada di sepanjang koridor.
Mark berhenti saat sampai di depan lokernya.Membuka lokernya dengan tergesa. Sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman tipis saat menemukan 'itu' di lokernya. Diambilnya sesuatu 'itu' dari lokernya. Saat ingin membukanya-
"Kau mendapatkan 'itu' lagi?" Entah datang darimana Jeno tiba-tiba sudah berada di belakang Mark agak berjinjit mengintip apa yang dipegang Mark.
"Aish, kau mengagetkanku. Ya begitulah." Jawab Mark seadanya tetap memandangi benda 'itu'.
"Apa kau tak penasaran?" Tanya Jeno sambil menaik turunkan alisnya. Mark hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Aku tahu siapa yang memasukkannya ke dalam lokermu." Jeno memasang tampang santai. Tersenyum meremehkan ke arah Mark.
"Siapa? Siapa?" Tanya Mark menggebu-gebu.
"Cih katanya gak penasaran" Goda Jeno. Mark hanya menampilkan muka datarnya.
"Baiklah baiklah. Jadi yang memasukkan itu adalah J..."
TBC
Hai!
Gimana? Gaje ya? Gaje banget ya? Maaf ya kalo gaje dan gak sesuai ekspektasi.Lanjut gak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer [MARKMIN]
FanfictionKarena setiap orang punya caranya masing-masing untuk mencintai. WARNING! BXB! YAOI! MarkMin