:1:

654 78 5
                                    

(Based on Ed Sheeran’s video—Give Me Love. Untuk chapter-chapter selanjutnya, soundtracknya tetap Give Me Love.)

Alli keluar dengan tas selempang berpotongan lusuh, dia bahkan tidak memberi salam hormat untuk ibunya. Alli merapikan jaket kulitnya dan memperbaiki tas selempangnya yang lusuh. Tatapan aneh dari orang-orang sekitar selalu menyambutnya menuju kelas.

Semenjak diberlakukannya hukum-half-blooded oleh dewan teratas surga, seluruh permukaan dua dunia—neraka dan surga—berubah. Half-blooded tidak dilarang lagi. Zayn dan para pemburu half-blooded lainnya sudah dipenggal mati. Dan semenjak hukum itu berlaku, semua mahkluk di dua dunia dinyatakan bisa mati. Itulah sebabnya mengapa Elizabeth bisa mati dengan kulit terkoyak dan sisanya hanya daging—karena hukum sudah diberlakukan dan Bethany sudah disahkan sebagai seorang malaikat.

Alli berjalan dengan lesu ke lokernya, tas selempangnya sepertinya perlu dibuang karena kotornya luar biasa; dia tetap tidak peduli. Alli mengambil laptop dari lokernya dan beberap buku seadanya, yang mungkin akan terpakai. Juga, tambahan; Alli selalu menyediakan sekotak penuh isi seratus permen karet untuk setiap harinya.

Alli membanting buku di atas mejanya, menindih semuanya dengan laptop kuno yang masih terlihat trendi karena beberapa stiker ­band-band terkenal disana: rolling stones, nirvana, one republic, westlife.

Alli memasang headset di telinganya dan memulai lagu dengan sekali tekan di iPod-nya.

Alli menghela nafas dengan suara yang sangat berat. Dia sangat depresi ketika membuka laptopnya, disana ada puluhan e-mail yang tidak terbaca. Jika dia membuka satu-satu dan membacanya, akan memakan waktu jutaan lagu untuk didengar. Alli membaca sekilas di permukaan layar, yang menarik perhatiannya adalah e-mail dari Justin.

Cliquejustint91 adalah surel Justin. Justin adalah anak yang sangat popular di seluruh kalangan sekolah Alli. Alli dan Justin sekarang berumur 14 dan menduduki kelas yang berbeda. Justin bukanlah orang yang tertutup seperti Alli—sesungguhnya Alli hanya careless, bukan tertutup.

“@cliquejustint91; aku tahu siapa kau sebenarnya, Alli. Aku selalu memantau:-)” bisik Alli ketika membaca tulisan di layar.

“Oh! Tidak mungkin!” seseorang tertawa meremehkan di belakang Alli. “Justin meng-inbox-mu, Gadis Kuno?” ledek gadis itu.

“Tutup mulut jelekmu, Mandy.” seru suara dari pintu, “Sebaiknya aku membiarkan diriku dan Alli mendapat sarapan menyenangkan dibandingkan berkelahi dengan kata-katamu yang tidak ada habisnya—oh, hai Alli, ayo kekantin.” lanjut Justin, menarik lembut tangan Alli dan membawanya ke kantin. Alli hanya menurut dan dengan cepat menyambar laptopnya selagi sebelah tangannya ditarik Justin.

Mereka mengantri untuk sarapan dan Alli hanya menurut saja tiap kali Justin mengajaknya kesana kemari. Alli seperti berada dibawah kontrol.

“Alli.” Tegur Justin saat Alli sibuk memakan pudingnya. “Aku tahu apa yang kau lakukan semalam, lain kali jangan biarkan jendelamu terbuka, bisa saja aku mengintip saat kau ganti baju!”

“Diamlah, Justin.” Alli mencegah tangan Justin yang ingin mencolek pipinya. “Katakan apa ‘pemandangan keren’ yang kau lihat, atau aku akan membunuhmu sebentar lagi dengan cara yang belum terpikirkan.”

“Woah!” Justin menghidar saat Alli mengibaskan garpu spaghettinya ke Justin, “Aku melihat pemandangan sekeren cewek di depanku.”

Alli memutar bola mata, “Karena memang aku orangnya.”

“Aku melihat kau tadi malam gelisah dan terbangun tengah malam, disaat aku terjaga, dan kau menarik sesuatu dari balik t-shirtmu dan aku melihat kau menarik bulu tetapi aku tidak tahu bulu apa.” Justin menceritakan kembali kejadian tadi malam.

Alli melongo, panik. “Tidak, tidak, tidak, tidak…”

Alli meninggalkan Justin dan berlari cepat ke toilet. Dia melepas t-shirtnya, menyisakan dirinya dengan tank-top hitam kusam. Dia meraba punggungnya.

Sudah tumbuh beberapa bulu disana.

Alli. {roof sequel}Where stories live. Discover now