:3:

375 74 12
                                    

A/N : Sorry ya telat banget updatenya, aku sibuk soalnya mau masuk SMK dan pindah ke asrama:( juga, kemaren wifi error terus gaada kuota. jadi aku ga bisa update cepat.

enjoy .x

Harry mendengar suara Bethany tercekat. "Aku tidak ingin bercanda, Harry."

"Aku tidak! Aku yakin Justin mengetahui kalau Alli sudah memiliki sayap. Ini akan berdampak buruk untuk keluarga Tomlinson karena Justin juga akan tumbuh sayap, hanya belum saatnya saja!"

"Aku akan bertemu denganmu di Doc untuk penjelasannya. Bawalah Louis dan Selena."

"Kiss."

"Kiss, bye."

Harry menghela nafas berat, "Alli, tolong aku." bisiknya, menginjak pedal gas dan segera pergi menuju kedai kopi Doc.

Selagi di perjalanan, Harry terus memikirkan Alli; apa yang dilakukan Alli, apakah Justin akan menyelinap ke rumah mereka, atau apakah Alli sudah bisa mengendalikan sayap itu, atau yang lainnya.

Jalanan macet. Kesempatan ini digunakan Harry untuk menelpon Louis untuk bertemu.

"Louis, temui aku di Doc secepatnya. Penting."

"Woah, mate. Aku sedang menemani Justin." Louis menyanggah selagi menyuap popcorn ke mulutnya.

"Oh, ayolah! Penting!" Harry memaksa selagi menginjak pedal gas.

Louis mendesis, "15 menit."

Harry mengunci ponselnya dan fokus ke jalanan. Dia melihat mobil yang dikenalnya di gang lain dan menuju ke arahnya. Bethany.


"Justin, aku mau keluar sebentar." Louis beranjak untuk mengambil jaket dan kunci mobil.

"Kau mau bertemu dengan Mr. Styles, bukan? Biarkan aku ikut, Dad." Justin beranjak juga, mangkuk popcornnya hampir saja jatuh. Louis menggeleng, "Aku tidak menemuinya. Mum minta aku mengantarkan rok kerjanya karena yang dipakainya ketumpahan minuman."

"Dad, Mum selalu membawa dua rok cadangan." Justin menyipitkan matanya.

"Oh, ayolah! Mum itu perempuan, tidak seharusnya kita membicarakan hal-hal perempuan, Mate! Sama sekali tidak keren."

"Dad biarkan aku ikut," Justin melebarkan matanya.

"Tidak. Untuk terakhir kali, tidak. Kau perlu menunggu pizza dan juga membereskan kamarmu, kau sudah janji kemarin," Louis membuka pintu utama. "Uangnya ada di meja, berikan dia tip. Kau mau menitip sesuatu? Akan kubelikan."

Justin menarik nafas panjang, "Tidak,"

"Tetapi video game juga boleh." Lanjut Justin.

Louis memutar bola mata dan keluar, "Boys." gerutunya.



Selena dengan Bethany bekerja di sebuah perkantoran dan lokasinya sama. Mereka adalah karyawan terbaik, tidak pernah melakuka kesalahan—karena mereka punya sihir, ya, mereka memperbaiki kesalahan.

Sudah hukumnya bahwa setelah dua zing menikah, pada saat bulan purnama(7 bulan 24 setengah hari), mereka dapat melahirkan—atau apapun panggilannya.

Justin mengintip di jendela, dia menunggu sampai ayahnya pergi. Sekarang dia harus menunggu pizza lagi, setelah itu dia bisa pergi. Justin berlari lagi ke kamarnya, mengambil beberapa kelereng dan melemparkannya ke jendela Alli.

"Pssh! Alli! Aku tahu kau disana! Aku bisa mencium bau donat!" Justin berteriak.

"Sial." Alli mengumpat ketika sayapnya terbuka lagi, kotak donatnya hampir jatuh karena sayap itu. Alli berdiri pelan, berusaha mengontrol sayap itu sebaik mungkin—Alli tidak tega membiarkan Justin terus menunggu disana sehingga terus melemparkan kelereng dan jendelanya pecah. Pintu kamarnya rusak saja perlu biaya.

Alli berhasil mengendalikan sayapnya, dia berjalan pelan ke arah jendela. Kepalanya mengintip dari balik gorden dan Alli mengambil ponselnya dari kantungnya, menelpon Justin.

"Apa maumu, Justin?" tanya Alli dengan nada datar.

"Aku hanya ingin melihatmu." Jawab Justin dari seberang sana, lega karena sudah melihat Alli di seberang jendelanya.

"Well, kau sudah melihatku, jadi akan kututup teleponnya—"

"Tunggu, aku ingin bertanya."

"30 detik dari sekarang." Alli mentap Justin dengan datar.

"Apa kau tidak memikirkan seberapa dekat jarak umurku dan ayahku?"

Alli terdiam.

Justin berdehem di seberang, "Umurku dan kau 14, hampir 15. Dan ayahku 22. Ayahmu...?"

"Dad 20 tahun."

"Tepat sekali. Tidakkah itu ganjil? Maksudku, teman-temanku orang tua mereka sudah 30 tahun ke atas."

"Tambahan waktu dua menit."

"Oh, Alli, jangan menyangkal dan mengalihkan pembicaraan."

"Aku memberikanmu waktu dan cepatlah bicara. Aku bisa menutup teleponnya kapanpun aku mau. Lagipula apa yang kau katakan tidak memungkinkan sama sekali."

Sayap Alli kembali terbuka lebar dan membuat Alli berteriak kesakitan. Alli sampai berteriak di ponselnya.

"Alli? Kau kenapa?"

"A-aku harus pergi, Justin. Akan kutelpon lagi nanti."

Alli berlari ke luar kamar, terbatuk-batuk dan mengeluarkan darah dari setiap batuknya dan setiap dia menghembuskan nafas. Alli berlari menuruni tangga. Hampir setiap dia melangkah menuruni tangga, disana terdapat bercak darah. Alli akhirnya ambruk di ruang tengan, dia menghempaskan dirinya ke sofa dan melihat bahwa bagian perut sebelah kanannya(dimana terdapat hati) terkoyak dan terus menerus mengeluarkan darah. Disitulah dimana titik nya.

Justin panik dan menelpon ayahnya, "Dad, katakan ke Tuan Styles bahwa Alli dalam bahaya. Aku tadi menelponnya dan dia kesakitan. Aku sudah menggedor rumahnya dan itu terkunci; tidak ada jawaban dari Alli. Tolonglah pulang cepat, Dad!"

Alli. {roof sequel}Where stories live. Discover now