07 - Sorry, but i can't

91 7 1
                                    

'Seperti bintang yang mudah disenangi karena keindahannya, kamu juga begitu. Hanya saja, kamu dan bintang sama-sama sulit untukku gapai.'


***

"Kak Aldi?"

"Vea?"

"Kalian kok?" Adelia bingung, telunjuknya menunjuk Vea dan Aldi bergantian.

Vea menunduk, menahan degupan jantungnya yang menggebu.

Ini terasa canggung untuk Vea maupun Aldi, sudah lama mereka tak bertegur sapa setelah Aldi dan Bella berpacaran. Dan kecanggungan mereka pun dengan mudah disadari oleh Adelia, si gadis berponi.

"Apa kabar?" tanya Aldi akhirnya.

Vea menatap mata coklat Aldi, tatapannya terasa sulit diartikan. "Baik kok kak,"

"Kok pakai 'kok'? Itu artinya lo masih ragu, kan lo sendiri yang pernah ngomong gitu ke gue,"

'Sial'

"Kacang kacang kacang," seru Adelia.

Vea dan Aldi pun menatap Adelia yang terlihat kesal. "Kalian punya masalah? Apa punya masa lalu? Canggung banget,"

Vea dan Byan pun sontak menggeleng. Adelia menatap mereka satu per satu. "Masa sih?" tanyanya lebih kepada dirinya sendiri.

"De, udah belum? Cepet!" teriak Eza dari ujung rak sambil membawa beberapa kanvas ukuran sedang.

Vea menengok lalu mengangguk, merasa beruntung abangnya datang tepat waktu.

"Duluan ya Del, em kak" setelah pamit Vea pun berbalik dan berjalan menghampiri Eza.

"Engga ada yang marah kan kalau gue line lo, Ve?"

Vea terhenti sesaat saat mendengar teriakan Aldi dibelakangnya, ia berbalik lalu mengangguk sebelum melanjutkan langkahnya dengan perasaan yang campur aduk.

Jalannya gontai, perkataan Aldi terus saja terngiang dikepalanya. Semoga Aldi tak serius dengan ucapannya, doa Vea dalam hati.

***

Aldi tidak pernah bercanda dengan ucapannya, itu yang Vea tau kini. Kemarin malam Aldi benar-benar mengonteknya.

Dan itu membuat Vea semalaman tidak bisa tidur, karena memikirkan perasaannya.

Alhasil, sekarang rasa kantuk menderanya. Mangkanya demi untuk bisa tidur, ia membolos dari pelajaran Bu Retno, guru kimianya.

Untungnya guru itu tidak pernah mengabsen murid-muridnya, jadi dengan tenang Vea bisa tidur disunyinya perpustakaan.

Saking pulasnya, ia tidak sadar bahwa didepannya kini telah duduk seseorang yang sedang menatap wajah polos Vea, dengan wajah yang bertumpu pada lengannya seraya tersenyum.

Selang beberapa menit, Vea terbangun dengan wajah bangun tidur khasnya.

"Byan?!" pekik Vea terkejut, saat menyadari siapa orang di depannya.

"Shhtt" Byan menempatkan jari telunjuknya di depan bibir. Vea refleks menutup mulutnya dengan tangan lalu nyengir merasa bersalah.

"Kok lo bisa disini?" tanya Vea berbisik, kepalanya ia majukan sedikit.

Byan mengedikkan bahunya, "Intuisi, mungkin."

"Ngaco deh!" kata Vea, setelahnya ia terlihat sedang menimang-nimang sesuatu.

"Em kemarin masa gue ketemu kak Aldi sama adiknya, terus malemnya dia ngeline gue, tadi pagi juga dia ngucapin selamat pagi. Gue bingung mesti gimana," tatapannya kosong menatap meja dihadapannya.

AvealynTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang