02 : Mas Adipati Dolken!

2.1K 234 12
                                    

02.4

"Tunggu-tunggu! Jangan bunuh saya. Saya minta maaf atas perkataan kasar saya."

Aku tidak mau mati. Bahkan jika semua ini hanya mimpi, aku tidak mau mati. Tapi jika memang aku harus mati, aku mau mati dengan cara terhormat. Bukan mati konyol hanya karena aku berkata kasar sekali kepadanya seperti ini. Huh! Dia laki-laki tapi sensitif sekali.

"Tuan?"

Oh! Mereka mengertih ucapanku sekarang? Pasti ini karena dengung di telingaku tadi. Baguslah, aku tidak harus berkata Bahasa Jawa. Meski Bahasa Jawa memang bahasa ibuku tapi aku memiliki batas jika harus menggunakan krama inggil. Aku buruk dalam unggah ungguh Bahasa Jawa.

"Saya mohon. Ampuni saya." Ku tangkupkan kedua tanganku, mengangkatnya tinggi kedepan wajah. Kupejamkan mataku, harap-harap cemas menunggu keputusan pemuda itu.

"Terserah."

Secepat kilat mataku terbuka. Aku aman. Aku tidak akan mati. Aku berhasil menyelamatkan nyawaku. Aku sudah akan mengucapkan terimakasih tapi pemuda itu malah berjalan menjauh. "Ter-"

Dia bersiul kencang. Kemudian dua ekor kuda hitam datang entah dari mana. Oh ya ampun, adegan film sekali. Dia mengelus kepala salah satu kuda itu dengan-sayang?, terlihat dari seulas senyum tipis yang muncul di wajah tampannya.

"Tolong jangan pernah berkata seperti itu kepada siapapun. Itu sangat tidak sopan dan berbahaya, cah ayu. Untung tuan saya baik. Kamu bebas, pergilah." Interupsi dari Om Bagong menyadarkanku. Laki-laki paruh baya yang masih berdiri 3 langkah dariku sudah akan mengayunkan kaki menuju tempat tuannya berdiri.

Cepat-cepat aku mencegahnya dengan memegang lengannya dengan kedua tanganku. "Tunggu." Aku memandangnya dengan sedikit takut. "Saya harus pergi kemana? Saya tidak tahu ini dimana. Tidak bisakah saya ikut kalian?"

Hening.

"Saya-um-hilang ingtan! Iya saya lupa semuanya. Jadi tolonglah." Aku memandangnya dengan wajah seolah aku memang gadis yang harus sangat-sangat dikasihani.

Om Bagong menghela nafas berat. "Saya tidak ada hak menerima permintaanmu, cah ayu."

"Tuan!" Buru-buru aku melepas tanganku lalu berlari kecil menuju pemuda yang masih asik bercengkrama dengan peliharaannya. "Tuan ganteng rupawan cogan sepanjang masa. Bolehkan saya ikut?"

Dia memandangku datar. Oh! Apa dia sekarang mencoba jual mahal?

"Boleh ya? Boleh ya? Yaa yaaa?" rengekku. "Mas Adipati Dolken!"

Hening sejenak.

"Nama saya Lokapala," katanya, masih dengan wajah datar.

"Saya tidak menanyakan namamu."

Tatapannya berubah dingin. Sepertinya aku salah bicara lagi. "Iya. Iya tuan Lokapala yang mirip Adipati Dolken."

"Siapa Adipati Dolken?"

"Kau tak tahu Adipati Dolken? Yang benar saja! Dia artis terkenal yang gantengnya gak ketulungan. Harusnya kamu bersyukur terlahir dengan wajah 11-12 dengannya. Dia sering muncul di tv, sering main film. Kau orang Indonesia bukan sih? Kudet banget. Jangan bilang kau tak pernah nonton- "

"Apa kau sedang mencela saya lagi?"

Demi kerang ajaib! Wulan kontrol mulutmu! Kau itu sedang melakukan lobbying untuk bertahan hidup.

"Anu, umh maaf. Saya kira kita beneran lagi shooting film atau serial kolosal." Tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku, kebiasaan kalau merasa bersalah. "Ah sudahlah lupakan. Jadi boleh saya ikut?"

REBORNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang