selamat malam jum'at :D
jangan lupa sentuh bintang kejoranya
👇
🌟🌟🌟.
09.21
Sudah aku katakan Udayaditya itu kurang ajar 'kan? Jadi jangan heran jika aku tidak menyambut kedatangannya dengan senyum mengembang apalagi bunga-bunga berterbangan.
No.
Dia lebih pantas mendapat jitakan lagi, kali ini lebih maut.
Eh, tunggu. Sampingkan urusan jitak itu dulu. Udayaditya tadi mengatakan bagaimana sifat si inces kan'?
"Apa lagi?"
Udayaditya melirik sekilas. Tangannya masih asik bermain dengan apel lemparanku. Buah merah dengan sebuah lubang gigitan itu dia lempar-lempar keatas hanya untuk ditangkap kembali. Kemudian sebuah senyuman tipis dia berikan sebagai jawaban untukku. Play hard to get huh?
"Keras kepala, pemarah, kasar, dan pendendam. Apa lagi?"
Udayaditya terkekeh pelan. "Apa kau tidak ingin mengucapkan terimakasih, Kanjeng Putri?"
Aku mendengus. "Tidak perlu mengalihkan pembicaraan."
Tangannya berhenti bermain-main. "Aku membuatmu pulang dengan selamat."
"Kau menimpukku sampai pingsan kalau perlu kuingatkan," sindirku.
Sebelah alisnya tersungging keatas. "Aku tidak akan melakukannya kalau kau tidak berkelakuan aneh tadi siang. Aku hanya membantumu."
"Membantu gundulmu!" Pekikku geram. Kekehan darinya kembali menyusup di telinga. "Dimana rasa hormatmu Udayaditya?"
Udayaditya tersenyum jenaka. "Sepertinya sudah hilang seperti ingatanmu, Kanjeng."
Oh, apa itu sebuah sindiran? "Ha. Ha. Ha. Tidak lucu."
Lagi-lagi dia terkekeh. "Apa kau akan melakukan tarian anehmu lagi, Kanjeng?"
"Tidak. Kewarasanku sudah kembali,"—mungkin. Kekehannya berubah menjadi tawa sekarang. Oh sialan, dia menertawaiku!
Ku lempar senyum sarkas kepadanya. "Kau mau aku panggilkan prajurit untuk menangkapmu sekarang, tuan?"
Tawa Udayaditya mereda. "Tidak ada prajurit yang bisa menangkapku, Kanjeng. Kau tahu betul akan hal itu jika saja kau tidak melupakan segalanya."
Apa itu sindirannya yang lain? "Oh ya? Apa kau tidak terlalu narsis tuan?"
Senyum di wajahnya menghilang, berganti dengan kedua alis berkerut mendekat satu sama lain. "Narsis?"
Kutepuk jidatku pelan. Korban ketiga, Udayaditya check. Oke, mari akhiri saja percakapan tidak berfaedah ini. "Sudahlah, Uday. Lupakan saja."
"Uday?"
Aku kembali mendaratkan bokong di kursi. mengambil sebuah pisang, membuka kulitnya lalu memasukkan satu gigitan ke mulut. "Ada yang salah? Namamu Udayaditya 'kan? Uday-aditya."
Tidak ada suara yang terdengar sampai aku mengambil pisang kedua.
"Ini pertama kalinya kau memanggilku dengan memenggal namaku seperti itu, Kanjeng."
"Oh ya? Memang biasanya seperti apa aku memanggilmu?" Aku masih acuh, tak acuh menanggapinya. Ehey, salahkan pisang ini, kenapa terlalu manis dan enak.
"Kanjeng, apa kau benar-benar hanya hilang ingatan?"
Kupalingkan wajah kearahnya. "Kau masih tidak percaya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
REBORN
Historical FictionWulan Cahyaningtyas, mahasiswa teknik elektro. Terjebak dalam permainan waktu. Terlahir kembali ke jaman sebelum Nusantara mengenal listrik dan barang elektronik. Terlahir sebagai pelakon yang namanya pernah muncul di buku sejarah waktu SMA. Sayang...