Prolog

2.4K 214 36
                                    

PRANG!

"Ampun woi!" Tania menjadikan tangannya sebagai perisai dari lemparan piring plastik terbang dari kakak sialannya itu.

"Berapa kali gue bilang kalo gue ga buta sama yang namanya cinta ya! Gue cuma belum mau pacaran!" Jawab kakak dari gadis tersebut, Iqbaal. Kini tangan Iqbaal bergerak melemparkan tutup panci yang ditaruh di wastafel. Berniat membuat adiknya menyadari kesalahannya.

"Udah deh!" Ucap Tania kesal, ia segera beranjak meninggalkan kakak satu-satunya yang selalu membuatnya kesal dan ingin marah setiap kali bertemunya.

"MAMA, IQBAAL JAHAT!" Teriak Tania, dan langsung mendapat reaksi dari Sarah, mama dari kedua kakak beradik itu.

"Iqbaal!" Panggil mama.

Iqbaal melangkah menjauhi dapur, dan menuju ruang keluarga. Tempat mamanya bersantai.

"Iya Ma?" Jawabnya santai. Seakan tak terjadi apa-apa antara ia dengan adiknya.

"Kamu apain Tania? Kamu lempar apa barusan?" Tanya mama dan membuat Iqbaal menggaruk tengkuknya yang tak gatal, bingung mencari jawaban.

"Panci sama tutup-tutupnya, sekalian piring plastik, sama sendok Ma." Iqbaal menunduk.

"Selalu dan jadi kebiasaan ya." Mama tersenyum miring.

"Udah berapa panci yang bocor karena kamu, Baal?" Tanya Sarah kemudian berdiri dari duduknya.

Pertengkaran Iqbaal dan Tania saat ini memang bukan yang kali pertamanya. Dan semuanya melibatkan panci, piring plastik, dan juga alat-alat dapur lainnya terluka, ups maksudnya menjadi korban lemparan mereka.

Sarah memang sudah habis pikir, mengapa kedua anaknya ini selalu bertengkar? Sarah berniat untuk mengkuliahkan Iqbaal di luar Jakarta. Agar kedua anaknya tersebut terpisah, dan secara otomatis tidak akan ada pertengkaran yang berlangsung hampir setiap hari itu.

Iqbaal terkekeh, "maaf Ma. Iqbaal khilaf, lagian udah jadi kebiasaan buat ngelemparin panci ke Tania, jadinya ya gitu."

Sarah menggelengkan kepalanya, "balik ke kamarmu lagi! Dan mama ga mau denger keributan lagi!" Perintah Sarah kemudian Iqbaal segera menurut dan mulai menaiki anak tangga yang digunakan sebagai akses menuju ke lantai dua, tempat dimana kamarnya berada.

Sesampainya di kamar, Iqbaal malah bingung ingin melakukan apa. Matanya melirik ke arah jarum pendek jam yang menunjukkan angka lima dan jarum panjang ke angka sebelas.

"Udah sore nih," gumamnya.

Kakinya melangkah, menuju ruangan di sebelahnya. Ruangan yang ia juluki sebagai kandang macan. Kamar Tania.

Tangannya mulai mengetuk pintu kamar bercat putih tersebut. "Tan!"

"Tatanku yang cantik, imut, manis. Bukain dong!" Ucapnya dan tak lama keluarlah gadis yang melemparkan tatapan sinis ke arahnya.

"Mau lo apa?" Tania bersidekap dada masih dengan tatapan sinis yang ia berikan pada kakaknya tersebut.

"Santai kali, gue minta maaf ya." Jawab Iqbaal dengan cengiran khasnya.

Tania tersenyum, kemudian berhambur ke pelukan kakaknya. "Gue minta maaf juga ye."

"Btw, ntar malem keluar yuk! Malem minggu 'kan?" Ucap Iqbaal kemudian mencium singkat puncak kepala adiknya.

Tania mengangguk, "iya, dasar jones. Malem minggu itu keluarnya bareng pac-"

Iqbaal melepaskan pelukannya, "gue lempar panci lagi nih ya?"

Tania nyengir, "jangan dong Iqbaal-ku yang ganteng,"

Iqbaal tersenyum lalu mengacak rambut Tania. "Mandi gih! Bau," dengan tangan yang menutupi hidungnya, Iqbaal memberi kode agar adiknya tersebut segera masuk ke kamarnya dan mandi.

Curahan Hati Seorang Iqbaal ❌ CHSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang