Azreina terbangun dari tidurnya semalam. Gadis terkejut karena ternyata semalaman ia tidur di pinggir kasur dengan posisi terduduk. Mungkin itu karena Azreina kelelahan menangis.
Azreina kemudian berjalan gontai ke kamar mandi yang berada di bawah untuk sekadar mencuci muka dan menyikat giginya. Ini adalah minggu pagi, jadi sangat disayangkan jika harus mandi seawal ini.
Setelah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, Azreina berjalan ke ruang makan. Di sana ada Raka yang sedang melahap roti panggang sebagai sarapannya pagi ini. Azreina duduk di samping abangnya sembari mengambil dua helai roti panggang yang masih tersisa di atas piring.
Azreina diam, dan Raka pun begitu. Tidak ada satu pun dari mereka yang berniat untuk mengawali percakapan. Entah karena Azreina yang masih memikirkan kejadian semalam ataupun Raka yang melihat Azreina pulang sambil menangis tadi malam. Entahlah, yang jelas, atmosfir yang tercipta di ruang makan saat ini sangat tidak bagus.
Selesai sarapan, Azreina berniat untuk naik ke kamarnya namun kalah cepat dengan tangan Raka yang sudah mencekal lengannya. Azreina kembali terduduk dan menatap Raka dengan tatapan 'kenapa bang?'
"Kamu kenapa, dek? Kok semalam pulang sambil nangis? Siapa yang nganterin kamu pulang tadi malam?" serbu Raka dengan pertanyaan yang sudah dari tadi ingin ia lontarkan.
Azreina terdiam, ia tidak langsung menjawab. Rumah hari ini sedang sepi, ayah dan ibu mereka sedang menikmati kembali suasana kota Bandung. Dan tinggallah Azreina dan Raka di rumah dengan suasana canggung yang ketara meskipun keduanya tidak sedang berkelahi.
Azreina masih menimbang-nimbang apa sebaiknya ia menceritakan kejadian semalam kepada Raka atau tidak.
Azreina bingung harus mulai bercerita dari mana. Ia kelimpungan mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan abangnya.
Hingga akhirnya, Azreina mengatakan, "Semalam aku ketemu Edgar, Bang."
Cekalan pada lengan Azreina pun perlahan mengendur. Mungkin karena Raka yang terkejut mendengarnya.
"Terus kamu kenapa nangis? Dia nggak ngapa-ngapain kamu, kan?"
Azreina hanya menggeleng. Namun sejurus kemudian, dengan gamangnya ia menceritakan semua yang telah terjadi kemarin. Mulai dari dia yang mampir ke sebuah kedai jus, ditampar oleh perempuan yang bernama Bela hingga akhirnya diantar pulang oleh Edgar.
Raka mendengar cerita adiknya dengan saksama. Ia sesekali mengangguk pertanda ia mengerti dengan ceritanya. Setelah Azreina selesai bercerita, Raka memeluk adiknya. Tak lupa dengan usapan halus di punggung Azreina.
Tak lama kemudian, Azreina menarik dirinya dari pelukan Raka. Gadis itu memberikan senyum tipis sebelum melangkah naik ke kamarnya.
Tetapi baru saja kakinya menginjak anak tangga ketiga, bunyi ketukan pintu terdengar dengan nyaring. Azreina mengisyaratkan kepada Raka agar ia yang membuka, tetapi Raka bersikap tak acuh dan terpaksa Azreina lah yang membuka pintu untuk tamu di luar.
Azreina sedikit mendumel karena ada tamu yang datang di hari minggu pada pukul 9 pagi. Hei, tidakkah ini terlalu pagi untuk bertamu?
Dengan malas, Azreina menarik sebelah pintu utama agar dapat melihat siapa tamu yang datang. Dan betapa terkejutnya dia saat melihat sorang lelaki muda dengan tatapan setajam elang berdiri di hadapannya sebagai tamu. Azreina hendak menutup pintu, namun diurungkan oleh Raka yang entah dari kapan sudah berdiri di samping Azreina.
Raka tersenyum kepada Edgar dan mempersilahkannya masuk. Azreina menatap tajam kepada Raka.
"Ngapain disuruh masuk sih, Bang?" ujar Azreina terang-terangan menunjukkan sikap tak sukanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love
Short Story[SEQUEL OF CAN I CALL YOU 'MY LOVE'?] Ini cerita tentang arti sebuah pengorbanan, indahnya sebuah penantian, dan pentingnya menjaga sebuah hati. Ini cerita tentang sakitnya bertahan pada sesuatu yang abu. Sebuah kisah tentang dua orang yang saling...