Flashback 4th years ago
Azreina Rahardian telah dinyatakan pulih setahun yang lalu oleh seorang dokter profesional yang menangani penyakit Azreina selama setahun. Dia dinyatakan telah terbebas dari penyakit Hidrosefalus yang diidap selama dua tahun lamanya.
Meski begitu, Azreina tetap harus melakukan beberapa terapi lagi hingga ia benar-benar pulih.
Kini, gadis itu berkuliah disalah satu universitas ternama di Singapura dengan jurusan sastra Inggris. Ini adalah tahun keduanya menjadi seorang mahasiswi. Mahasiswi yang cantik, anggun dan tentu saja pintar. Lelaki mana yang mau menjadikan gadis seperti ini hanya sebagai sebuah pajangan?
Sudah banyak lelaki yang berusaha mendapatkan hati Azreina namun semuanya ditolak secara halus. Kenapa? Tentu saja dia masih dan akan tetap mencintai Edgar. Seorang Edgar yang meski telah tidak ia jumpai dua tahun penuh. Rasa itu tidak pernah berkurang barang sedikitpun. Justru rindu terus menggebu menyemangati kala Azreina kalap.
Jarak ini mengajarkan arti sebuah kerinduan. Pengorbanan menjadi fondasi awal kekuatan. Dan penantian semakin menguatkan cinta. Cinta. Bukan sekedar rasa sayang ataupun suka yang sementara. Ini tentang cinta pertama. Cinta pertama yang menyiksa.
Kemudian, sesak itu menyeruak lagi. Sesal itu datang lagi. Sakit itu menggerogoti lagi. Dan luka itu menganga lagi. Rasa yang telah lama tidak ia rasakan kini hinggap lagi hanya dengan mengingat sebagian kecil kepingan memori mereka.
Dan tentu saja air mata kepedihan menetes lagi. Lagi lagi dan lagi.
Tiba-tiba, sebuah tepukan kecil di pundaknya membuat Azreina tersadar. Dia mendongak dan matanya menangkap seorang Tris.
Tris adalah salah seorang lelaki yang juga menaruh rasa padanya. Tris yang selalu mengingatkan Azreina dengan Edgar. Meski telah beberapa kali Azreina mengatakan tidak, namun Tris tetap mencoba. Persis seperti Edgar-dulu. Tapi tetap saja. Tris dan Edgar berbeda. Mereka sangat berbeda.
"Azreina? Are you okay?" Tanya Tris dengan raut wajah sarat akan kecemasan.
"Yeah, i'm fine. Thank you," Azreina menjawab dengan cepat.
Tris yang aneh dengan jawaban Azreina hanya menampilkan seulas senyum tipis kemudian berlalu meninggalkan Azreina sendiri-lagi.
Sepeninggal Tris, Azreina kembali memutar memori kenangannya semasa SMA dulu. Tentang masa putih abu-abu yang indah, tentang kenangan bersama sahabat. Dan tentunya tentang cinta pertama. Cinta pertama, bukan pacar pertama. Cinta yang benar-benar baru dirasakan untuk pertama kalinya. Bukan hanya sekedar rasa suka atau kagum semata.
Dari novel-novel yang ia baca, cinta pertama memang selalu menyenangkan diawal namun kadang akan menyedihkan diakhir. Dimana mereka tidak bisa bersatu karena banyak kemungkinan yang tidak mengizinkan. Tetapi ada juga yang bisa bertahan bahkan sampai tak terpisahkan. Dan Azreina ingin kisahnya berakhir dengan bahagia bersama cinta pertamanya.
Merasa sudah cukup tenang dan cukup lama berdiam diri bersama lembaran masa lalu, Azreina melangkah meninggalkan tempat itu. Jam kuliahnya telah usai dan kini dia ingin pulang ke rumah untuk istirahat.
Karena hari ini abangnya-Raka-tidak bisa menjemput, maka Azreina terpaksa pulang sendiri dengan berjalan kaki karena jarak rumah dan kampusnya tidak terlalu jauh. Hitung-hitung olah raga disore hari.
Angin sepoi-sepoi membelai wajahnya saat dia berjalan keluar kampus. Awan sore juga mentari orange beradu di atas langit. Burung-burung berlomba-lomba sembari berkicau di langit. Menjadikan langkah Azreina makin melambat untuk menikmati sore yang indah ini. Kapan lagi ia bisa menikmati suasana seperti ini?
Sepanjang perjalanan, Azreina bersenandung kecil. Mengamati jalanan Singapura disore hari tak kalah ramai dengan jalanan ibu kota. Bangunan-bangunan tertata rapi di pinggir-pinggir jalan. Ribuan pohon tertanam rapi membuat pemandangannya terlihat sangat asri.
Langkahnya melambat dan berhenti tepat di depan sebuah kedai es krim. Rasa itu datang lagi. Bayangan cewek dan cowok berseragam SMA duduk disalah satu kursi di kedai itu dengan si cewek asyik melahap es krim dan si cowok yang gelisah.
Setetes air mata kembali menetes dari pelupuk matanya. Entah bulir keberapa untuk hari ini. Bahkan air matanya tidak kering meski telah banyak tertumpah. Azreina kembali melangkah dengan cepat agar ia bisa cepat sampai ke rumah. Orang-orang yang ditabrak berkali-kali mengumpat tetapi tak dihiraukan olehnya. Perasaannya saat ini sedang kacau, yang ia inginkan untuk saat ini hanya bagaimana agar ia bisa cepat sampai ke rumahnya dan mengurung diri dalam kamar.
Dua belas menit kemudian, Azreina sampai digerbang rumahnya. Azreina mengobok tas mencari kunci. Setelah mendapatkannya, ia segera membuka gerbang dan pintu utama. Azreina berlari masuk ke kamar tanpa menutup pintu terlebih dahulu.
Isakan itu kembali terdengar. Buliran itu juga kembali menetes. Tak lupa, luka itu seolah menganga lagi. Hatinya remuk lagi. Hanya melewati sebuah kedai es krim yang mirip seperti tempat bersejarah baginya dulu, Azreina hancur. Penyesalan juga kekecewaan itu mampir lagi.
Raka yang baru pulang melihat pintu dalam keadaan terbuka dan mendengar isakan Azreina langsung datang menghampiri adiknya yang sudah tidak karuan. Rambutnya acak-acakan, tas terlempar ke sudut kanan ruangan, juga adiknya yang duduk di bawah bersandar pada ranjang menangis meraung-raung. Memukul-mukul dada dan kepalanya berulang kali.
Melihat itu, tanpa menunda lagi Raka mengunci Azreina dalam dekapan hangatnya. Datang menawarkan bahu seperti dulu-dulu. Azreina tak menolak sama sekali. Memang ini yang dia butuhkan. Pelukan hangat dari seorang yang paling bisa mengerti.
"Udah ya, Dek. Jangan nangis lagi, abang di sini. Abang ngerti apa yang kamu rasain sekarang, but you have to trust me. Everything gonna be okay," hibur Raka saat tangisan Azreina mulai mereda.
Melihat tak ada ekspresi yang ditunjukkan Azreina, Raka kembali bersuara. "Ini udah tahun keempat kita di sini. Kuliah kamu tinggal dua tahun, kan? Kita sebentar lagi pulang. Dua tahun lagi bukan waktu yang lama buat cewek kuat kayak kamu. Kita sekarang tinggal tunggu waktu sampai dua tahun lagi. Dan setelah itu, kita pulang dan usaha dan perjuangan kamu nggak sia-sia."
Mendengarnya, tak ayal membuat Azreina tersenyum. Raka selalu tahu bagaimana dan kata apa yang harus ia ucapkan untuk membuat Azreina tersenyum kembali. Hanya dengan kalimat sederhana itu, senyuman kembali merekah.
Quotes : Jarak yang membuat kita terpaut ini mengajarkanku akan kerinduan, kesabaran juga kekecewaan.
A.N :
945 words 👏 udah panjang ya , awas kalo dibilang masih pendek :'v yang nggak tau arti hidrosefalus buka lagi deh CICY'ML'? part lima belas deh kalo nggak salah . atau tanya mbah google capek mau ngetik lagi :'v
next chapt ada babang Edgar yaaaa , see you ;)
Writed : Wednesday, 29th June 2016
Published : Thursday, 30th June 2016
SilviaAngela~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Love
Historia Corta[SEQUEL OF CAN I CALL YOU 'MY LOVE'?] Ini cerita tentang arti sebuah pengorbanan, indahnya sebuah penantian, dan pentingnya menjaga sebuah hati. Ini cerita tentang sakitnya bertahan pada sesuatu yang abu. Sebuah kisah tentang dua orang yang saling...