Perasaan Mendalam

34 5 2
                                    

Tak mengapa jika suatu saat aku harus kehilanganmu. Yang terpenting aku telah berusaha yang terbaik, mencintaimu sampai akhir dengan sepenuh hatiku

***

Ana menunggu William sejak tadi diparkiran. Sudah menjadi kebiasaan Ana pulang dan berangkat sekolah bersama William. Ia sudah amat terbiasa harus rela lama menunggu William selesai latihan futsal. Sebenarnya sudah berulang kali William menawariny menunggu di tribun. Hanya saja Ana lebih memilih menunggu William di parkiran daripada harus menunggu di tribun bersama fans fanatic William yang super alay.

"Tumben lama banget tuh bocah. Nggak mikir apa gue disini lumutan" keluh Ana sembari mengikibas-kibaskan tangannya.

Hari semakin sore dan Ana masih tetap setia menunggu William. Masih dengan gaya yang sama bersandar pada motor sport milik William.

"Sorry...lama nunggu ya?" tanya seseorang yang Ana tunggu sejak tadi.

"Lama banget sih.." omel Ana.

"Iya tadi biasa penggemar gue pada minta foto bareng" ucap William cengengesan.

"Najis banget minta foto sama lo. Lagian lo ngapain sih ngeladenin hal nggak penting gitu" maki Ana.

"Gue kan idola yang baik"

"Tahu gitu gue bareng sama Kak Dion aja" ucap Ana sebal.

"Lo bilang apa barusan? Kak Dion? Mana mau dia dimintai tolong nganterin pulang macan galak kayak lo" tawa William remeh.

"Siapa juga yang minta tolong. Gue ditawarin kok sama Kak Dion. Dia tadi malah mau ngajak jalan gue juga" terang Ana santai.

"What? Terus lo terima?" tanya William shock.

"Sekarang nggak. Tapi kalo lo lama lagi kayak tadi mending gue terima tawaran Kak Dion" ancam Ana.

"JANGAN PERNAH!!!" pekik William penuh penekanan.

"Awas aja sampe lo berani pulang sama Kak Dion" ancam William.

"Suka-suka gue dong" protes Ana.

"Tapi Kak Dion tuh ganteng banget. Kalo lo naksir gimana? Bisa-bisa dia ngambil start gue" ucap William keceplosan.

"Maksud lo?" tanya Ana tak paham.

William merutuki dirinya sendiri yang keceplosan. Beruntung Ana sedang lola saat ini. William langsung berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Kebiasaan deh..pasti kalo pake helm nggak dipasang bener pengaitnya" omel William.

William menangkupkan kedua tangannya diwajah Ana. Ia berusaha membuat Ana mengarah padanya dan membenarkan pengait helm Ana.

"Kalo pake yang bener" ucap William sembari membenarkan poni Ana.

"Iya deh siap" jawab Ana cekikikan.

Tak berselang lama motor William telah melaju meninggalkan parkiran sekolah. William mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ia tidak bisa mengendarai motor dengan kecepatan tinggi saat sedang bersama Ana. Sahabatnya yang satu ini memang sangat membenci William mengendarai motor cepat.

"Yah hujan" seru William.

Saat ini motornya tengah berhenti di sebuah trafic light. Hujan membasahi tubuh mereka. Perlahan William menarik tangan Ana dan memasukkannya kedalam saku jaketnya.

"Tangan lo dingin. Jangan sakit ya.." ucap William lembut.

Lampu merah berubah hijau. William kembali menjalankan motornya. Ada raut kekhawatiran diwajahnya. Sesekali ia melirik Ana yang sedari tadi diam melalui kaca spionnya. Awalnya William ragu, namun pada akhirnya ia mengenggam tangan Ana dengan satu tangannya. Mencoba memberikan kehangatan pada tangan Ana.

Beberapa menit kemudian motor William sudah sampai didepan pekarangan rumah Ana. Ana berlarian memasuki terasnya karena hujan yang turun begitu deras sore itu.

"Ana!!!" Panggil William.

Seketika Ana berbalik dan berniat menghampiri William.

"Tunggu disitu" pinta William agar Ana tetap berada diteras.

William menghampiri Ana dengan kondisi basah kehujanan. Ia mendekati Ana perlahan tanpa menglihkan pandangannya dari mata Ana. Ia menatap Ana dengan tatapan dalam. William mengusap rambut Ana lembut.

"Jangan lupa langsung mandi. Minta pembantu siapin air hangat." perintah William.

"Iya bawel" ucap Ana cekikikan.

"Gue nggak mau denger alasan apapun kalo sampe lo sakit"

"Iyaa William. Udah sana pulang entar lo kedinginan" seru Ana gemas.

"Yaudah gue balik" pamit William.

Sepulangnya William dari rumah Ana, Ana tak henti-hentinya tersenyum. Selalu saja begitu. Perlakuan yang William lakukan selalu berhasil membuat dirinya salah tingkah.

"Brr..dingin banget!!!" teriak Ana kedinginan menuju kamar mandi.

Ana memilih berendam dengan air hangat. Cuaca yang dingin seperti ini ditambah perlakuan manis William telah membuat otaknya berpikir tegang. Ia berniat Merilekskan dirinya dengan berendam.

***

Suara dering ponsel terus-terusan menganggu tidur Ana. Ana memgambil ponsel dan memilih mematikannya. Ia tidak ingin tidurnya terganggu oleh apapun. Ia bahkan tidak berniat membaca nama penelfonnya. Tanpa pikir panjang, ia dengan santainya melanjutkan tidurnya dan pergi ke dunia mimpi.

"Bodo amat!!" teriak Ana lalu melanjutkan tidurnya.

TBC

Hoaaaa!!! Akhirnya selesai jugaaaa!!!

AWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang