Kebisuan

19 6 0
                                    

"Aku tahu Na, aku tahu kamu kecewa. Tapi kamu harus berusaha merelakan" ucap Dion menghentikan langkah Ana

"Kak Dion?" ucap Ana tercengang.

"Iya aku juga lihat apa yang kamu lihat"

***

Ana memandang langit-langit kamarnya lama. Tatapannya menyiratkan sorot sendu. Setiap kata yang terucap di mulut Dion telah berhasil membuatnya kalut dalam pemikiran yang teramat rumit. Tak bisa ditepis, sebuah perasaan aneh tumbuh dalam benaknya saat melihat William dan Faya bersama. Cemburu? Ia terlalu naif untuk menyebutnya seperti itu. Berulang kali ia mencoba menepisnya, tapi hanya kegelisahan semakin memuncak yang ia dapat. Dunia seakan berbalik memberikan karma pada dirinya yang selalu mencoba mengelak pada rasa. Ia sadar mungkin ini adalah bagian dari sebuah penyesalan. Sebuah balasan dari suatu keterlambatan.

"Kalo Kak Dion bisa tau perasaan gue dengan mudah, apa William juga?" tanyanya pada diri sendiri.

"Percuma juga, semua udah terlambat" batinnya miris.

Cinta? Bukan seberapa lama kamu mengenalnya, namun seberapa dalam kamu mengenalnya.

***

William memasuki rumah dengan langkah mengayun santai. Sesekali suara siulan mengiringi harinya yang indah. Senyum di wajahnya telah terukir indah semenjak pulang dari Festival Budaya. Matanya yang tajam kini bersorot teduh memberikan kesan jiwa yang hangat. Suasana dihatinya amat sangat baik hari ini.

"Andai aja gue berani ngajak jalan Faya dari kemarin. Kalo dipikir-pikir dia lucu juga" serunya bahagia.

William menjatuhkan dirinya diatas sofa. Secepat kilat ia menyambar remote tv dan menonton siaran bola kesukaannya. Masih beberapa menit lagi pertandingan Barca jagoannya akan mulai. Sembari menunggu ia memutuskan untuk berkutat dengan ponselnya. Dibukanya aplikasi instagram dengan cepat.

"What the hell?" umpatnya tiba-tiba.

Sebuah postingan berhasil membuat jantungnya mencelos kaget. Mungkin terdengar lebay, namun itu yang terjadi padanya saat ini.Mata William berhasil membulat sempurna.
Mulutnya ternganga lebar, hatinya panas. Nafasnya memburu, ingin melampiaskan kekesalannya. Sungguh tak seperti seorang William. William yang tenang dan terkendali. Sekarang hanya ada William yang kacau dan penuh emosi, siap membantai siapapun yang mengusik dirinya.

Kini ditatapnya tajam postingan Dion yang memperlihatkan Dion pergi berpose bersama Ana, sahabatnya. Dirinya semakin kesal kala melihat Ana yang tersenyum bahagia disamping Dion. Matanya nyaris tak berkedip menatap postingan tersebut.

"Mereka jalan berdua? Emang kepala batu si Ana. Udah gue bilang jangan deket-deket sama Kak Dion" geramnya sembari mengepalkan tangan kuat.

Emosinya memuncak. Entah kenapa dirinya kesal melihat Ana dan Dion. Padahal ia juga jalan dengan Faya. William menghela napasnya kasar. Mencoba meredam emosi yang kian menjalar keseluruh tubuhnya.

Tarr!!!

Suara dentuman benda berhantaman dengan lantai terdengar keras. Ponselnya terbanting sempurna membentur lantai. Pertandingan di tv sudah terlihat tak menarik dihadapannya. Pertandingan Barca sudah tak menjadi prioritasnya.

AWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang