III. hei, mari berbincang!

3.8K 874 66
                                    

[📁📊📋]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[📁📊📋]


Aku mendudukkan diriku di sofa coklat setelah berhasil mengeringkan beberapa tabung dan menatanya kembali di rak. Aftan masih tertidur, dia belum bergerak sama sekali setelah dua puluh menit kepalanya terbaring disana.

Aku heran apa lehernya tidak akan sakit ketika dia bangun nanti.

Aku mengeluarkan ponsel dari saku rok. Jaringan wi-fi yang kencang tentu saja tidak boleh dibiarkan begitu saja. Aku ingin memanfaatkannya untuk menonton satu episode film yang kulewatkan kemarin malam.

Film baru berjalan sekitar seperempatnya ketika tiba-tiba Aftan bergerak di posisinya. Dia bangun dengan wajah bantal (yang jujur saja terlihat lucu). Matanya mengedip-ngedip kecil berusaha mengambil kembali nyawanya. Tidak lama dia berjalan menuju wastafel untuk mencuci muka.

''Lo lagi jamkos?'' Hanya ada aku dan dia di ruangan ini, jadi pertanyaan itu pasti ditujukan untukku.

Aku mendongak, mendapati Aftan yang sudah duduk kembali di tempatnya sambil mengelap wajahnya yang basah dengan tisu. ''Iya.''

''Gue juga.''

Aku tidak bertanya, sungguh.

''Jamkosnya siapa?''

''Pak Hendry.''

Hening yang cukup lama. Aku menonton film. Aftan tidak tahu sedang apa.

''Naisha.'' Tanganku menyentuh tombol pause, menoleh dengan wajah jengkel ke arahnya.

Bisakah dia membiarkanku menonton film dengan tenang?

''Apa sih?!''

Aftan terkekeh kecil, aku yakin dia sama sekali tidak memperdulikan wajah jengkelku. ''Serius banget.''

''Ngobrol dong,'' lanjutnya yang kini memangku dagu dengan tangan kirinya di atas meja.

''Nggak ada topik.''

Aku tidak tahu kenapa Aftan menjadi sok kenal sok dekat denganku. Oke, mungkin kami saling kenal.

Tapi, itu hanya sebatas mengenal yang di mana kami belum pernah mengobrol dalam kondisi seperti ini sebelumnya.

''Ya udah biar gue cariin topik deh.''

''Kalau lo mau bahas tentang ujian sekolah, atau ujian praktik, atau UNBK. Maaf, gue udah terlalu enek sama mereka.''

Karena nyatanya di tiap kesempatan para guru memberi pengumuman, selalu ada embel-embel arahan ujian untuk anak kelas XII yang benar-benar membuatku kenyang.

Sampai rasanya aku tidak perlu membeli nasi untuk mengenyangkan perutku.

Dasar berlebihan.

''Iya, iya.'' Aku melihat ujung bibir Aftan berkedut menahan tawa untuk kedua kalinya.

Hah, biarkan saja.

Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Aftan sampai kami harus diam selama hampir lima menit untuk topik yang ingin dia bicarakan denganku.

Hell, apa dia perlu melakukan sebuah riset supaya topiknya tidak terdengar membosankan?

Aku melirik ke arah Aftan yang ternyata juga sedang menatapku dengan wajah yang tampak sedang mempertimbangkan sesuatu.''Katanya mau ca—''

''Lo kenapa putus sama Johny?''

[📁📊📋]

a little conversation in the laboratory ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang