Loving can hurt, loving can heal sometimes
But it's the only thing that makes us feel alive
***
Seoul, Autumn 2016.
Merantaulah, agar kau tahu bagaimana rasanya rindu pulang.
Seungwan tak pernah merasakan rindu sebesar ini selama hidupnya. Pun, tak pernah ia memendam perasaan rindu lebih lama dari ini. Penyiksaan rindu yang ia tahan selama empat tahun mencapai puncaknya ketika kakinya menginjak tanah Seoul setelah sekian lama.
Ia pikir dirinya sudah cukup kuat menahan beban selama ini. Namun, gadis itu tak pernah tahu, rindu yang ditahannya akan berubah wujud menjadi bulir-bulir hangat yang terjun bebas dari pelupuk mata, tanpa permisi. Seungwan menangis, tepat saat ia bertemu keluarganya. Kembali menangis kala ia bertemu sahabatnya. Namun, masih menangis untuk satu alasan yang tak pernah ia cari tahu penyebabnya.
Gadis itu kira penyiksaan rindunya akan berkurang seiring dia bertemu keluarganya. Semakin terkikis saat ia kembali bercengkerama dengan sahabat baiknya. Lalu, hilang sempurna saat dia tahu, ia kembali mendapatkan kehidupan yang ia tinggal di tanah kelahiran. Tapi, Seungwan salah besar. Ada satu ruang dalam hatinya yang masih terasa kosong. Satu ruang, yang sudah lama tak Seungwan jamah sejak empat tahun yang lalu.
Sebuah perasaan rindu yang masih tak mau pergi, entah bagaimana bisa hari ini membawa Seungwan berjalan seorang diri menyusuri jalan setapak di sudut Seoul. Awalnya, ia mengira ia hanya berjalan tak tentu arah. Namun, ia tak bisa berpikir demikian lebih lama ketika ia tahu kakinya mengarah ke satu tempat yang sangat familiar.
Sepasang manik senada karamelnya menyelami fokus pandang yang terpaku pada sebuah bangunan di depannya. Seperkian detik berikutnya, segala rasa yang berusaha ia abaikan selama empat tahun, menyeruak liar memenuhi hatinya. Tahu-tahu, dua bola matanya memanas. Pandangannya mengabur, terhalang sesuatu yang menggenang di pelupuk mata. Lewat satu kedipan mata, pertahanan yang ia bangun selama ini, hancur begitu saja. Berkawan tiupan musim gugur, gadis itu menangis dalam keheningan.
Sekolah lamanya tak pernah berubah. Segalanya masih terasa sama baginya. Sangat familiar. Hanya sekali melihatnya, serentetan memoar masa lalu berputar ulang dengan cepat, bagai gulungan film dalam ingatan. Seluruh lakon dalam kehidupan masa lalu seperti memberi sapa padanya, seolah mengingatkan bahwa Seungwan pernah ada di antara mereka. Segalanya masih belum menyiksa sampai giliran satu sosok yang menyapanya lebih lama. Terlalu lama, hingga rasanya seperti tak mau pergi.
Dada Seungwan perlahan menyesak. Sebuah perasaan yang dihadirkan sosok itu menghimpitnya terlalu kuat. Di saat yang sama, perasaan tersebut mengetuk-ketuk ruang kosong itu, minta dibukakan pintunya.
Namanya, Park Chanyeol. Sosok yang selama ini menjadi pemilik ruang kosong itu.
Seungwan tak pernah tahu, bahwa yang namanya cinta pertama, akan sebegitu lamanya menghantui pikiran, membekas hingga ke ulu hati.
−−−
Seoul, Spring 2012.
Gadis itu melambai pada ayahnya yang baru saja mengantarnya ke sekolah. Seiring dengan mobil sang ayah yang berlalu, Seungwan mengambil langkah memasuki gerbang sekolah bersama murid-murid lainnya. Pagi gadis itu masih tenang-tenang saja sampai ketika sebuah tangan menahan bahunya. Gadis itu tersentak, dengan satu gerakan memutar tubuh, posisinya kini jadi berhadapan dengan si empu tangan.
YOU ARE READING
Pieces of Love
FanfictionEntah datang dari arah yang mana, dari sudut yang mana, pun dari pintu yang mana. Kepingan-kepingan cinta mereka selalu menghasilkan cerita. Ini tentang mereka, dalam kisah yang berbeda-beda. *** Park Chanyeol x Son Wendy AU!