7

1 1 0
                                    

**

Jam pelajaran kedua pun mulai, kini aku sedang tidak fokus karena aku memikirkan pakaian. Ya, pakaian apa nanti aku pakai saat aku berada diacara kak Anha?. Susah memang mencari pakaian buat acara semacam ini.

Apa aku harus memakai celana lenging dan baju selengan? Ya gak lah, ini acara dansa dan pastinya banyak banget yang pakai Dress.

"Dinda !"

"hah? Iy-iyya bu? Saya?"

Aku mengerjab berulang kali saat bu Laras membuyarkan lamunanku. Aku tersenyum canggung dan cengengesan tak jelas, aku menoleh kesana kemari rupanya murid sekelas sedang fokus dengan pelajaran mereka dan ada  juga yang melihatku. "Kamu kemari" bu Laras memanggilku.

Aku bangun dari duduk dan mengayun kaki ke arah meja guru. Bu Laras mengambil kertas dan mengasihnya padaku "tolong kamu antar kertas hasil ulangan kelas duabelas ke pak Hartono ya" aku pun mengangguk dan menjalankan kakiku keluar dari ruang kelasku ini.

Aku berjalan dengan membaca kertas ini, berjalan dengan santai dan biasa saja. Tiba tiba handphoneku bergetar disebelah saku rok abu-abu ini, aku pun refleks berhenti dan mengambil handphoneku. Sebuah pesan singkat pun sampai.

Gua tau lo suka'kan sama Yan? Udahlah jauhin atau gak nyawa lo yang melayang sekarang. Yan cuma milik gua! Dinda..

Aku menatap kelain arah saat selesai membaca pesan ini. Entah siapa dia, sudah dua hari ia selalu mengingatkanku agar aku menjauhi Yan. Seketika itu aku pun menoleh kebelakang, seperti ada yang mengikutiku. Aku melihat ditikungan itu ada tali sepatu berwarna putih, oh berarti benar ada yang mengikutiku.

Aku pun berjalan sedikit kencang dan menghindari orang dibelakangku itu. "Hah!!"

Aku menabrak ralat memeluk tubuh seseorang yang tiba tiba dihadapanku, aku mendongak dan tanganku masih terlipat didadaku serta aku merasa jika seseorang ini memelukku juga. "Hah!! Apaan sih lo, lo nganggetin gue tau!"

"Biasa aja dong, galak amat sih sayang!" Ucap Yan. Yeah! Dia Yan yang menganggetiku, aku langsung melepaskan pelukan kita. Dan mengambil kertasku yang jatuh itu. "aku punya nama Yan, nama aku Dinda!" Aku berteriak agar Yan tidak memanggilku dengan sebutan sayang.

"Bingung juga gue sama lo, sebenarnya lo itu pakai logat apa sih? Gue-lo atau aku-kamu?"

Aku terdiam, bener juga sih. "Ya,ya semau aku dong" aku menjawab dan menatapkan agar berlogat aku-kamu mungkin sedikit sopan.

"Itu kertas apaan?" Yan langsung menarik kertas itu dari tanganku, dan untungnya kertas itu tidak robek. "Wow, gue dapet nilah sembilan lima !!" Yan langsung memasang wajah tak menyangka, dan disaat itu pula...

Boogg!!!

Bola basket itu memantul dikepalaku dan aku sudah tidak bisa menahan rasa sakit serta pusing dikepalaku. Mataku hitam lenyap dan sangat gelap, tubuhku terasa sangat loyo dan aku pun jatuh pingsan..

**

"Arrgg!!"

Erangku saat membuka mataku dan merasakan sakit dibagian kepalaku, aku belum bisa membuka mataku begitu maksimal tapi mataku sudah memperaturkan cahaya yang masuk kemataku ini. Tanganku menggapai sesuatu agar aku bisa duduk dari tidurku, rupanya aku menggapai tangan tapi entahlah tangan siapa.

"Akhirnya lo bangun.." aku mendongak mendengar suara yang familiar ditelingaku, rupanya Wildan yang sedang berada disampingku dan tak lupa senyum yang menghiasi wajah tampannya. "Nih minum dulu"

Wildan mengarahkan segelas air putih kearahku, dan aku pun menyerupnya sedikit saja. Tanganku masih saja digenggaman Wildan, dan kepalaku masih sangat pusing sehingga aku belum bisa bicara. Aku menoleh kesana kemari tidak mendapat keberadaan Yan, padahal tadi Yan'lah yang berada dipinggirku tapi kenapa saat aku sadar dia tak ada disampingku?.

"Lo nyari Yan?" Tanya Wildan, tanpa menjawab Wildan pun sudah tau "dia anter kertas" aku pun kaget dan langsung melotot betapa cerobohnya diriku, itu adalah tugasku agar aku mengasihnya ke pak Hartono.

"Aku harus kesana, itu tugas aku yang ngasih!!" Aku langsung berdiri sekuat tenaga tanpa memikirkan kepalaku yang masih sakit..

Bruughh!!

Aku menutup mataku sekuat tenaga saat aku jatuh, bersiap untuk merasakan lebih sakit lagi. Tapi aku tidak merasakan sakit apapun, aku membuka mataku dengan perlahan dan disitu pula bola mata Wildan sangat dekat dengan mataku. Rupanya aku berada dipelukan  Wildan.

Wildan menyatukan keningku dan keningnya, deru nafasnya begitu terdengar ditelingaku, mata kami saling bertatapan. Aku gugup dan ingin sekali membuyarkan ini tapi tangan Wildan lebih erat memelukku dan "gue sayang sama lo.."

Dia menatap lekat bola mataku, serta perkataanya tadi membuatku seakan akan bisu untuk berbicara. "Lo sayang sama gue?" Entah aku sepertinya sedang dihipnotis dirinya, aku menangguk dan menjawab aku juga menyanyangi dirinya. Dia tersenyum sehingga hembusan nafasnya menyerbu wajahku membuatku terpejam karena nafasnya.

Dia langsung mendekatkan lagi wajahku dengan wajahnya, sudah kurasa kali ini hidungnya menyentuh hidungku juga dan..

"Dinda..."

Aku langsung menjauhkan wajahku dari wajahnya Wildan, rupanya Yan sudah berdiri dipintu UKS ini. Aku langsung melepaskan pelukan Wildan saat Yan berjalan kearah kami dan mendaratkan bogem dipipi Wildan sehingga Wildan terlempar kelantai.

"Yan !! Stoopp! Stopp!"

Aku berteriak saat Wildan benar benar tak berdaya, aku menahan lengan Yan tapi itu tidak bisa. Yan mengangkat Wildan dan disaat itu pula Yan ingin sekali menepatkan pukulan itu diwajah Wildan tapi Yan menghentikan. Yan mengusap peluh keringat dikeningnya sendiri dan menatap tajam kearah Wildan.

"Sahabat macam apa lo? Hah? Oh ini yang namanya sahabat nusuk dari belakang. Pengecut banget sih lo, Wil. Lo ngerebut Dinda dari gua? Padahal lo udah tau gua suka sama Dinda. Telinga lo kotor banget sampai gak denger gue bicara panjang lebar sama lo waktu itu hah?!!"

Aku membungkam mulutku sendiri saat Yan membentak Wildan. Airmataku jatuh dan entah kenapa padahal keadaan saat ini tidak sedih melainkan menegangkan. "Bego..!"

Satu kata pun keluar dari mulit Wildan.

"Lo bego, lo suka cewek sebaik Dinda itu gak mungkin. Lo tu pantes suka sama cewek kayak Shelly!!" Yan langsung memukul Wildan tepat diwajah membuat hidung Wildan mengeluarkan darah. Wildan memang lelaki dingin, sangking dinginya dia tidak membalas perilaku Yan.

"Apa lo kira perasaan gua ke dinda itu cuma Lelucon? Hah? Gila lo gila!! Lo yang gak pantes buat Anha, dia terlalu baik buat cowok brengsek kayak lo. Lo tu pantesnya sama Jennifer!!!!"

Bugghh!!

Yan menjatuhkan Wildan kebawa dan menoleh kearahku dengan tatapan tajam, dia tidak mendekat bahkan berbicara pun tidak. Yan langsung keluar dan aku pun tanpa pemikiran aku langsung mengejar Yan keluar...

Tbc...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Slow Mention.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang