Suasana di mobil itu sunyi. Lexccel fokus sama jalanan dan Fredly fokus sama hape. Seperti biasa, kalau lagi berantem mereka bakal diam-diaman kayak gak kenal. Lexccel melirik Fredly, pacarnya masih asyik main hape dan apa-apaan sama smirknya itu?
Lexccel merebut hape Fredly lalu membuangnya ke sembarang arah. Fredly langsung menatap Lexccel sengit.
"Kamu line sama Viro ya?" Lexccel emosi, tapi dia masih berusaha konsentrasi ke jalanan. Dia gak mau mati konyol karena menabrak pohon dan semacamnya.
"Aku line sama siapa bukan urusan kamu." Terima kasih sudah memperkeruh suasana Fredly.
"Itu urusanku! Kamu kan pacarku"
"Gak ada orang pacaran yang suka lihat pacarnya sama cewek lain"
"Temen, Ly. Temen"
"Temen? Kamu dideketin, di pdkt-in masih bilang temen?"
"Itu kan dia-nya aja yang berpikiran begitu"
"Dan kamu nerima kan?"
"Ly, kita udah sepakat kan?"
Fredly diam. Kesepakatan itu dia masih ingat. Lexccel dan Fredly di awal masa jadian pernah janji, siapapun cewek yang ngedeketin salah satu diantara mereka, mereka harus terima. Karena Lexccel gak mau ketahuan kalau punya pacar cowok dan Fredly juga punya harga diri tinggi, mereka udah sepakat. Tapi siapa sangka akhirnya bakal ribet gini.
"Kamu mau mertahanin aku atau bareng dia?"
Ckitttt.
Pertanyaan Fredly yang bersamaan dengan kucing lewat membuat Lexccel mengerem mendadak.
"Apa?"
"Kamu mertahanin aku berarti kamu jangan mau dideketin dia"
"Tapi.."
"Enggak bisa? Kamu tahu kamu egois! Kamu mau satu sekolah gak tahu tapi sikap posesif kamu selalu aja bikin orang curiga. Kamu gak mau ketahuan? Aku juga! Kesepakatan waktu itu emang mengharuskan kita nerima, bukan berarti menikmati!"
"Aku gak menikmati! Aku cuma menerima apa yang harusnya aku terima"
"Kamu pengen dimanja sama cewek? Silahkan, asal jangan pernah ngomong sama aku lagi!"
Fredly mengambil tasnya dan langsung membuka pintu mobil. Dia jalan keluar tanpa mempedulikan Lexccel yang panik -dia murni keceplosan tadi-. Baru mereka baikkan masa udah berantem lagi.
Lexccel membanting pintu mobilnya dan mengejar Fredly yang udah jauh. Fredly sih jalan, Lexccel aja yang lari dan membuat adegan mereka kayak di drama. Bedanya, ini bukan syuting tapi benar-benar nyata.
Fredly yang kesal berjalan terus ke depan, entah gak tahu atau gak peduli Lexccel yang kian mendekat. Hujan mungkin menulikan telinganya, dan kekesalannya cukup besar untuk memperdulikan kemungkinan dia demam besok.
Grepp
Langkah Fredly terhenti saat sepasang tangan memeluk pinggangnya posesif. Fredly langsung berontak, berusaha melepaskan diri dari kungkungan Lexccel yang mempererat pelukannya.
"Ly.."
Gerakan Fredly agak tertahan. Lexccel sendiri memeluknya cukup erat, gak peduli sama tas di punggungnya yang lumayan besar. Entah kenapa dari suara Lexccel, dia terdengar rapuh?
"Mau kamu apa?" Fredly mulai luluh, Lexccel di matanya kayak anak kecil yang gak bisa ditinggal mamanya.
"Jangan tinggalin aku, jangan," gumam Lexccel agak keras. Hujan sendiri makin deras, kalau gak teriak gak akan terdengar suara mereka. Fredly menundukkan wajahnya, bingung juga pusing. Bingung karena sikap plin-plan Lexccel juga pusing tentang hubungan mereka. Mereka beneran pacaran kan?
"Maaf." Fredly langsung nengok. Apa?
"Maaf aku ngecewain kamu, bingung karena sikapku. Tapi aku.."
Fredly melepas kasar pelukan Lexccel, yang membuat sang pacar kaget. Fredly menatap mata Lexccel dalam.
"Kamu bilang apa?" tanya Fredly. "Kamu minta maaf? Ini bukan sesuatu yang bisa selesai walau kamu minta maaf!" Tapi berbanding terbalik dengan kata-katanya yang menyalahkan Lexccel, Fredly justru memeluk Lexccel. Teman semasa SMP-nya ini, yang dia ketahui punya obesesi aneh -rasa suka- sejak awal SMA membalas pelukannya. Fredly mengelus punggung Lexccel, agaknya menenangkan cowok yang beda 4 bulan darinya. Cukup lama mereka berpelukkan sampai akhirnya Lexccel melepasnya. "Kamu bisa demam besok, kita ke mobil ya?" Tangan Lexccel menggenggam tangan Fredly erat.
Fredly cuma mengangguk.
~
"Macet lagi," keluh Lexccel. Udah berapa jalur yang dia lewati dan akhirnya selalu sama. Macet.
Gak salah sih, toh hujan masih turun dengan derasnya.
Di sampingnya Fredly mencoba tidur. Dia agak kedinginan walau suhu mobil mereka normal -bahkan Lexccel udah minjemin jaketnya-. Dia memang agak lemah.
"Ccel," panggil Fredly pelan. Lexccel menengok cepat, sejujurnya dia khawatir Fredly bakal demam sekarang.
"Kamu buang hape aku kemana?" Dikira mau bilang apa, Lexccel agak lega. Tapi kok?
"Kenapa? Siapa yang mau kamu hubungin?" Fredly menghela nafas. Dia menjawab malas. "Ci Evelyn, dia pulang hari ini." Berarti Lexccel harus nganter Fredly ke rumahnya..
"Ke belakang sih, miss call aja pake hapeku." Fredly mengambil hape Lexccel di saku celananya, gak mau ganggu konsentrasi Lexccel yang lagi nyetir. Dia men-dial nomornya, gak lama terdengar alunan piano dari belakang. Fredly sendiri tanpa banyak omong langsung mengambil hapenya -yang ada di belakang jok Lexccel-. Susah ngambilnya.
"Ungg"
Lexccel melirik Fredly kasihan. "Aku yang ambilin entar, duduk aja nanti jatuh lho." Fredly masih mati-matian mengambil hapenya, males juga kalau gak ngabarin cicinya entar bakal diomelin.
"Dapet!" gumam Fredly penuh kemenangan. Tapi pas Fredly mau balik duduk, Lexccel memutar stir ke kanan.
DUK
Fredly jatuh ke pangkuan Lexccel, tangannya mengalung ke leher Lexccel -refleks karena mau jatuh-. Wajah mereka cukup dekat, membuat Lexccel memberhentikan mobilnya. Takut nabrak.
Mereka bertatapan lama sebelum Fredly bangun. Dia agak merutuk, refleksnya bahaya semua. Tadi meluk Viro sekarang meluk Lexccel. Ada apa sih hari ini?
Lexccel menahan Fredly, membuat Fredly tetap terbaring di pangkuannya. "A.. Apa?" tanya Fredly gugup. Firasatnya gak enak.
"Ccel.." Fredly berusaha menghindari Lexccel yang mesumnya kumat. Enggak, enggak, dia gak mau melakukan kegiatan 17 tahun ke atas di mobil. Mobil kan sempit. #eh
Dapat Fredly lihat di mata Lexccel mulai ada percikan api gairah yang memang gampang terbakar. Lexccel mulai menipiskan jarak di antara mereka, Fredly yang harusnya menghindar malah tak bergerak sama sekali, seakan mata Lexccel menghipnotisnya hingga ia tidak bisa bergerak.
Tepat saat bibir mereka mulai menempel, Fredly pun menyerah dan menutup matanya. awalnya Lexccel hanya menyatukan kedua bibir mereka tanpa melakukan apa-apa. Namun, saat Fredly mulai mengalungkan kedua lengannya di leher Lexccel, ia mulai berani melumat bibir Fredly, dari lembut hingga kemudian berubah sedikit kasar.
"Ngghhh..." terdengar erangan Fredly saat Lexccel menurunkan ciumannya ke leher jenjang mlik Fredly.
Suara desahan Fredly membuat sesuatu yang berada di bawah sana mulai terbangun. Dengan penuh napsu diciuminya leher Fredly hingga meninggalkan bekas merah yang sangat jelas, seakan Lexccel ingin menunjukan kalau Fredly miliknya. Hanya miliknya.
Tangan Lexccel mulai membuka kancing seragam milik Fredly dan ciumanya semakin turun menuju ke tulang selangka Fredly dan kembali meninggalkan jejak kemerahan disana.
Fredly mulai melupakan niat awalnya untuk menolak Lexccel. Sentuhan Lexccel seolah menghipnotisnya dan membuatnya tidak bisa menolak kenikmatan yang di berikan oleh kekasihnya.
Ciuman lexccel terus kebawah sampai akhirnya tiba di resleting celana Fredly.
"Ccel, jangan..." Fredly menahan tangan Lexccel yang akan membuka celananya.
Lexccel hanya tersenyum dan kembali mencium bibir merah Fredly dan pada akhirnya mereka harus bermalam di mobil mewah milik Lexccel.
YOU ARE READING
School, Love and Pain
RomanceSummary: Sudah lelah dengan uke yang lemah lembut dan rapuh? Fredly, tokoh utama dan uke satu ini memulai revolusi uke(?). Cuek, gak peduli bahkan lebih cool dan tampan dari seme sendiri. Apa dia bisa menjadi seme #salah. Apa perjalanan cinta yang k...