Three (Thanks for today)

19 2 0
                                    

Renata mengernyitkan keningnya. Tiba-tiba Faza tersadar bahwa Renata tengah menatapnya penuh tanda tanya. Ia jadi malu sendiri.

"Kamu kok jadi ikutan, sih?" Kata Renata.

"Abisnya seru, gue kira hujan itu bala, cuma bawa sial,"

Renata memicingkan matanya- Apa dia bilang? Hujan cuma bawa sial? Dasar nggak bersyukur. Batin Renata.

"Harusnya kamu bersyukur, karna hujan itu anugrah dari Tuhan!"

Renata geram-tak ingin hujan disalahkan.

"Dulu sih tapi. Eh, pas kenal lo, gue jadi suka hujan,"

Renata memutar bola matanya, lalu duduk di teras rumahnya. Faza mengikutinya dan duduk disebelahnya. Lagi-lagi Renata mengernyitkan keningnya.

"Ini rumah lo?" Tanya Faza sambil celingukan melihat rumah besar itu.

Renata mengangguk acuh tak acuh. Oma muncul dibalik pintu, melihat kini cucunya tidak sendiri, ada seorang cowok disana. Ia mengembangkan senyum, cukup senang karna cucunya sudah mengenal dunia luar kembali setelah sekian lamanya mengurung diri.

Faza menoleh kearah Renata-ia mengangguk pelan, wajahnya datar.

"Lo tinggal sendiri?" Tanya Faza-lagi.

"Kamu banyak tanya,"

Faza diam, Renata juga. Keheningan terasa diantara mereka. Dan rasa dingin menusuk sampai ke tulang.

Renata berdiri, diikuti Faza.

"Emang nggak boleh ya gue nanya?"

Belum sempat Renata membalas pertanyaan Faza, ia menyadari sedari tadi Oma ada di daun pintu-tersenyum tulus.

"Oma!" Ujar Renata.

Faza diam. Takut kalau-kalau dia dibilang pencuri, perampok atau apalah itu.

"Sini masuk," Kata Oma.

Renata mengernyit, mengerucutkan bibirnya, Ia tak habis fikir oma justru berbuat baik kepada cowok yang baru saja ia kenal itu.

"Jangan oma!" Kata Renata sinis.

"Loh, Kenapa?" Kata oma memandang Renata. Sementara Faza hanya diam.

"Gimana kalau dia orang jah-"

Belum sempat Renata menyebut kata Jahat, Faza sudah menggamit tangan Oma, dan berlalu. Didepan gerbang ia berkata, "Sampai ketemu lagi, Renata, Oma!"

FazaPov

Cewek itu mencurigai gue, gue langsung aja beranjak dari rumah besarnya itu. Renata tersenyum sinis, sedangkan Omanya bingung.

-

Hujan mulai mereda. Menimbulkan genangan-genangan kecil dijalan yang berlubang, memunculkan sederet cahaya warna-warni di angkasa. Dulu gue pikir, hujan itu pembawa sial, pembawa banjir, macet, dan banyak lagi. Tapi berkat cewek itu, gue sadar kalau diluar sana banyak orang yang suka hujan.

Renata.

Cewek polos yang baru gue kenal tadi. Gue masih inget setiap senyum sinisnya, kerutan di keningnya, bola matanya, rambutnya, dan segalanya.

Renata, cewek pecinta hujan.

Gue sampai dirumah, Mang Ujang-supir kepercayaan bokap gue buat nganter dia kemana-mana. Termasuk ke kantornya.

Mang Ujang menyambut gue dengan senyuman khasnya.

"Mama kemana, Mang?"

"Ada dibutik, den." Kata Mang Ujang yang lagi nyuci mobil di halaman.

"Yaudah, Faza masuk dulu."

Papa gue adalah seorang pemain bilyard yang handal, dia kepingin banget gue jadi seorang pemain bilyard mengikuti langkahnya.

Tapi, gue lebih suka sama dunia musik. Walaupun berkali-kali papa ngelarang gue buat main musik. Tapi ada mama yang slalu suport gue. Suatu saat gue bakal buktiin sama papa kalau gue bisa jadi pemusik hebat.

Brukkkk

Gue langsung menghempaskan tubuh di kasur gue-tempat kesayangan gue. Karna capek, gue akhirnya tidur.

-

CryingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang