Eight (Kamu marah, Tar?)

16 1 0
                                    

Faza sampai dirumah, ia pamit pada mamanya lalu langsung menuju tempat les musik. Dengan motor Vario merahnya, ia langsung tancap gas menuju Abra Music.

Faza menyunggingkan senyum ketika sampai disana. Setelah parkir, ia langsung masuk dan mengambil gitarnya yang sengaja ia titip disana, agar tidak diketauhi papanya.

"Tumben dateng cepet," Kata Aron, teman se-band nya yang juga teman sekelasnya.

"Kalau telat lagi, bisa-bisa gue di damprat bang Abra," kata Fazab nyengir.

Aron sudah siap diposisi drumnya, mereka berdua masih menunggu Ucil—nama aslinya Farid, entah kenapa dipanggil Ucil, ia memegang piano. Dan juga Fadli, si vokalis.

Fadli datang duluan, selang sepuluh menit Ucil datang, mereka tos ala cs' dan langsung menempatkan diri pada posisi.

"Tumben telat lo, cil. Biasanya Faza yang telat," Kata Aron.

Ucil mengernyit, Faza nyengir, Fadli sok serius.

"Udah-udah! Latihan yang bener," Gumam Fadli.

"Sip bos!" Ujar mereka bertiga serempak.

Mereka berempat—empat sekawan itu sangat menggemari Last Child, dan hari ini mereka latihan membawakan lagu Last Child.

"Kau, menyiksaku disini,
Dalam rasa  yang kini membunuhku secara perlahan,

Kau, slalu menghindar dari,
Aku yang slalu mencoba ungkapkan
Semua lewat tatap mata ini

Ternyata maafmu tak pernah pantas untukku

Kau anggap aku tak ada,
Dan kau tak pernah mengenal diriku..

Setidaknya diriku pernah berjuang..
Meski tak pernah ternilai dimatamu

Setidaknya ku pernah menanti
Terkapar melawan sepi Hatiku..
Yang tak pernah bisa berhenti mencintaimu..."
             
        (Last Child- Tak Pernah Ternilai)

Sementara itu, Renata sedang duduk di sofa besar yang ada di ruang keluarga. Kejadian tadi masih membekas ketika es krim itu ada di mulut Faza. Renata nyengir. Tak menyadari kalau Oma sedari tadi melihatnya.

"Cucu Oma bahagia sekali, cerita sama Oma, oma kan juga mau dengar,"

Renata terkejut—ternyata sedari tadi Oma mengintainya.

"Ih, Oma!" Kata Renata salah tingkah.

"Ah, yasudah jika tidak mau berbagi."

Renata merasa bosan. Sangat bosan sekali, ia memutuskan mengambil ponselnya lalu menelpon Tari.

Dering pertama tidak diangkat.

Dering kedua tidak.

Dering ketiga, "Ya?"

Suara Tari dingin, dan cuek. Nggak bisanya dia seperti ini. Gumam Renata dalam hati.

"Apa aku ganggu?"

"Ga."

Suara tari bergetar, berusaha sekuat mungkin untuk tegar.

TariPov

Dasar nggak tau diri!

Bisa-bisanya dia nelpon gue setelah First Date nya dengan Faza. Mau pamer? SORRY GUE UDAH TAU!

"Kamu marah sama aku ya, Tar?"

Sok polos.

"Ga,"

Bohong banget! Tentu aja gue marah sama lo. Gue kira lo sahabat gue Ren. Ternyata diam-diam lo rebut Faza dari gue. Gue benci lo Ren.

"Lo ngapain nelpon gue? Mau nyeritain First Date lo sama Faza? Huh? Gue udah tau dan gue nggak tertarik buat bahas itu!"

AuthorPov

Renata diam. Batinya terisak. Nafasnya terasa tertinggal di tenggorokan. Bagaimana bisa Tari tau kalau ia dan Faza tadi ke kafe?

"Kok kamu tau? Dan itu bukan date.."

Suaranya bergetar, ia takut kalau-kalau Tari marah padanya. Karna teman cewek yang paling akrab dengan dia cuma Tari.

"Alah! Udah, gue bete."

Dan, ya. Begitu saja, Tari memutuskan sambungan telponya. Tanpa terasa, air mata Renata menetes. Hujan kembali hadir.

Apa salahku? Memangnya kenapa? Kamu suka sama Faza, Tar? Kamu hanya perlu bilang sama aku, aku akan ngejauh dari Faza. Batin Renata.

Ia terisak, bagaimana jika Tari memang menyukai Faza? Dan jika memang benar kenapa? Toh Renata nggak punya perasaan apa-apa kok sama Faza. Tapi kan itu sekarang...
Besok???

Faza sampai dirumah. Latihanya lancar. Ia langsung mengecek handphone nya yang ia tinggal sewaktu ia latihan band—barangkali Renata menelponya atau meng-smsnya.

Hmm, Renata nggak sms gue.

Batinya terusik. Akhirnya ia memutuskan untuk sms Renata duluan.

'Ren, ini gue Faza. Save nomor gue, ya.'

Pesan singkat itu sudah terkirim. Faza melempar hp-nya ke sembarang tempat di kasur, dan langsung memejamkan mata.

"Kok gue jadi kepikiran Renata gini ya? Atau jangan-jangan gue jatuh cinta sama dia.."

Faza mendengar suara notifikasi dari hp-nya dan langsung mengeceknya.

Pasti Renata. Batin Faza.

'Gimana first date lo sama Renata? Sukses?'

Faza mengernyit ketika mengetahui pesan itu bukan dari Renata, melainkan dari Tari.

'First date? Siapa yang ngedate sih? Sok tau lo ah.'

Lagi-lagi Faza melempar hpnya. Kesal. Karna bukan Renata yang membalasnya. Kenapa jadi gini ya? Kenapa Faza jadi takut kehilangan Renata?

Di kamarnya, Renata menatap dirinya di cermin. Matanya sembab. Begitu sensitifnya cewek itu, hanya karna Tari marah, ia menangis sampai matanya merah.

Sejak Tari memutuskan panggilan tadi, Renata tak menyentuh handphonenya. Ia hanya duduk terdiam didepan kaca besar. Matanya merah, bibirnya pucat, rambutnya kusut, dan badanya lemas.

Hari ini, Dava ada dilapangan basket tempatnya biasa latihan. Sebentar lagi akan diadakan lomba basket antar Sma Duta Dan Sma Maju Jaya.

Dava mempersiapkanya matang-matang. Shireen, salah satu most populer girl disekolah itu datang untuk menyemangati Dava. Ia terkenal sebagai cewek cerewet, lebay, dan caper Se-Sma Duta.

"Davaaaa! Ayo semangat!!!"

Shireen memberikan air dan handuk setelah latihan Dava selesai. Sebenarnya Dava nggak tertarik sama cewek ber-make up tebal itu. Tapi karna papanya yang rekan bisnis papanya Shireen, ia harus bersikap baik hati.

"Makasih," Kata Dava dingin.

"Kapan pertandinganya?" Ujar Shireen.

"Besok,"

"Semangat ya, lo pasti bisa!"

Dava tersenyum palsu.

*HAI GAESS! Mau tau ada hubungan apa Dava dengan Renata? Ayo simak trs Crying ya!

CryingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang