Matahari muncul dengan perlahan, menyilaukan sinarnya ke arah gadis dibalik jendela besar dengan gordyn putih. Renata—mulai membuka matanya, selalu bersyukur karna matahari masih bisa menyentuh wajah manisnya itu.
"Kamu sudah bangun," Kata Oma di ambang pintu, tanpa ba bi bu Renata melangkah ke kamar mandi yang ada dikamarnya.
Oma turun kebawah, lalu menyiapkan sarapan. Opa ada di teras, membaca koran pagi sambil meminum kopinya.
—
Ayolah Renata, ini akan jadi hari spesial bagimu, hmm, berapa tahun yang lalu? Saat aku masih bersekolah dan semuanya bak-baik saja? Sudah lama. Dan sekarang aku akan punya teman!
Renata turun dari kamarnya dilantai dua dengan semangat. Walau kadang rasa mengantuk atau lebih tepatnya tak biasa ini masih menariknya untuk kembali menghempaskan diri si ranjang.
"Strawberry atau coklat?" Tanya Oma. Sambil memegang dua buah selai dengan rasa yang berbeda.
Opa masuk, dan tersenyum ketika melihat cucunya sedang duduk di meja makan.
"Kali ini strawberry Oma, hari ini harus berbeda. Aku harus bahagia."
Renata tersenyum seraya membuka kaleng selai strawberry. Oma mengoles roti itu pelan, Renata menatap setiap gerak-gerik Oma.
Setelah selai itu merata, Renata memakan rotinya, meminum susunya, memakai sepatunya lalu berpamitan kepada Oma dan Opanya. Ia diantar oleh supir pribadi kepercayaan orang tuanya, Pak Mandala.
"Hati-hati, semoga harimu menyenangkan!" teriak oma di teras. Perlahan mobil putih itu melaju—menghantam genangan-genangan air hujan yang tersisa akibat hujan lebat semalam.
Renata bosan, ia merapihkan seragam barunya, lalu menatap keluar kaca. Macet. Gumamnya.
Perasaanya berkecamuk, antara senang, takut, malu, atau apalah itu.
"Sudah mau sekolah lagi ya, non?"
Kata Pak Mandala menghilangkan keheningan yang sejak tadi tercipta."Iya, pak. Renata pingin punya teman lagi." Kata Renata sambil tetap memandang keluar.
"Nanti pulangnya saya jemput ya, non. Kalau non mau pulang sendiri atau sama temen sms saya aja,"
"Oke."
Perjalanan sudah sampai, Renata menatap sekolah besar—ramai dan bersih. Jauh dari padatnya udara di jalan tadi.
"Ini sekolahnya, pak?" Tanya Renata sambil turun.
"Iya, Non. Pesan Nyonya, kalau ada apa-apa telpon nyonya, oke?"
"Oke, pak Mandala."
"Saya duluan, semoga harinya menyenangkan non!"
Renata melambaikan tangan seiring perginya mobil itu. Ia melangkahkan kaki menuju pos satpam.
"Saya Renata, murid baru di sekolah ini pak." Kata Renata.
Satpam membukakan pintu gerbang.
Wow.
Renata mematung melihat sekolah besar ini. Sepi. Seluruh murid pasti ada dikelas. Oma bilang, ia hanya perlu mencari kelas XI 2 Ipa.
Ia mencari kesana-kesini. Tak kunjung menemukan tempat itu.
"Mau gue bantu?" Seorang cowok, melihat kertas yang dipegang Renata yang bertuliskan nama kelas XI 2 Ipa.
"Huh?" Renata berbalik badan—mengernyit dan mengingat sesuatu.
"Renata?"
"Faza?"
Dua insan itu kembali bertemu. Faza tersenyum kita tahu Renata akan sekelas denganya.
Mereka berjalan di koridor sekolah. Faza sebenarnya baru saja dari kamar mandi dan ia bertemu seorang cewek berseragam dengan cardigan biru donker.
FazaPov
Entah kenapa, hati gue merasa senang ketika melihat Renata—lagi.
Dia bahkan tersenyum sama gue, nggak jutek seperti kemarin. Dan yang lebih asiknya lagi, dia sekelas sama gue!""Jadi lo baru pindah kesini?"
"Bukan pindah, aku emang baru sekolah. Biasanya private,"
Hah?
Jadi, dia sekolah dirumah? Kenapa? Untuk apa dan bagaimana bisa?
Pertanyaan itu terus terngiang di kepala gue."Kenapa?"
Cewek itu hanya diam. Gue nggak sadar kami sudah ada di ambang pintu, sadar akan hal itu gue masuk ke kelas dan langsung duduk.
AuthorPov
Renata langsung menghampiri meja guru.
"Bu, saya Renata. Murid baru,"
"Oh, ya. Renata, silahkan perkenalkan diri kamu."
Renata gugup! Gugup sekali. Ketika seluruh pasang mata menatapnya. Ia mencoba menarik nafas dan mulai memperkenalkan diri.
"Saya Renata Ayunda. Kalian bisa panggil saya Renata. Saya harap kalian bisa berteman dengan saya,"
Renata menoleh ke arah guru berhijab yang bernama Bu Najma itu.
"Silahkan duduk, Renata."
Bukanya langsung duduk, justru dia celingak-celinguk mencari tempat duduk. Hanya ada satu yang kosong dan ia langsung mendekatinya.
Faza! Cowok itu ada di sebelah kananya. Tersenyum sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Renata, kenalin. Gue Tari."
"Udah tau keleus!" kata Faza terkekeh pada Tari.
Renata menoleh ke arah kiri. Ia dapat satu teman perempuan. Namanya Tari, rambutnya dikuncir kuda. Bajunya ketat dan tanganya digulung.
Sepertinya dia jagoan. Batin Renata."Eh, iya. Aku Renata."
"Hati-hati sama dia, Ren. Galak!"
Faza tertawa. Tari cemberut sambil menopang dagu. Faza slalu saja meledeknya, ck.
Pelajaran kembali berlanjut, Renata menyimak. Kelas riuh. Ramai sekali. Meskipun Renata tak biasa menghadapi ruangan seperti ini, ia mencoba terbiasa dan menahan untuk tidak menutup telinganya.
RenataPov
Ternyata tak sesuai ekspetasiku. Memang sih, tidak buruk. Tapi ini mengganggu konsentrasiku. Ugh!
Tari menatapku acuh tak acuh. Mungkin ia melihat wajahku yang seperti tersiksa ini.
"Lo kenapa, sih?" Ujar Tari.
"Berisik,"
Tari memutar bola matanya.
"Ren, ini tuh sekolah. Yang namanya sekolah tuh berisik, nggak ada sekolah yang sepi kaya kuburan."
Aku terdiam. Cukup aneh memang, bukankah sekolah harusnya tertib? Tapi— sepertinya tidak pada Sma Duta ini.
Kali ini, Faza yang menatapku bingung.
"Ntar istirahat bareng ya Re—"
Perkataan Faza terpotong oleh Tari yang tiba-tiba mengajakku mengobrol.
Kenapa tiba-tiba ia memotong perkataan Faza ya? Setiap kali Faza mengajakku bicara, Tari pasti menatap dengan tatapan nggak suka..
Aku terduduk lesuh di kursiku sambil menopang dagu. Butuh waktu lama agar aku bisa beradaptasi di sekolah ini. Biasanya kalau sekolah dirumah hanya ada aku, Oma, Opa dan guruku. Itu saja.
Sekarang? Aku akan bertemu banyak berandalan. Dan—semoga saja tidak.
—
*Maafkan akoh kalo crita ny tuh ngasal y sp suruh baca wkakaka:v trs kalo ceritanya tuh gantung maap bgt y lg sibuk bgt dan otak gajalan😁
KAMU SEDANG MEMBACA
Crying
Teen FictionHujan, aku pernah membencimu. Aku pernah sangat membencimu. Tapi, Aku menyukaimu, menyukaimu, menyukaimu, menyukaimu.. Dan selamanya akan tetap seperti itu Kau menyakitiku? Aku tak perduli, Tolong buat aku menderita sekaligus bahagia juga, Hujan. *m...