#2 Pertanyaan Berulang: Kapan?

1.1K 70 52
                                    

Melepasmu dengan seseorang yang tak pernah kukenal sebelumnya membuatku resah, kecuali pada dia yang dapat selalu mengingatkanmu padaNya.” ~Ammar

**

Seorang perempuan sedang menikmati waktu santainya dengan menonton tayangan kartun larva. Sesekali suara tawanya terdengar renyah di telinga. Bahkan terkadang kikikannya membuat orang lain bertanya-tanya, ‘Apa yang membuatnya terbahak seperti itu?’

Pertanyaan serupa pun dilontarkan sang ayah kepadanya, “Apanya yang lucu coba Kak?” tanya Ammar ketika mendapati anak gadisnya senyam-senyum sendiri.

“Ya lucu aja ngeliat ekspresi mereka,” tunjuk Afifah pada tokoh larva yang berwarna kuning dan merah.

“Mana ngerti orang yang ngeliat, nggak ada percakapannya gitu,” protes Ammar. Afifah mengendus kesal. Tak menggubris lagi ocehan-ocehan sang ayah. Pandangannya ia alihkan kembali ke benda yang menampilkan si larva.

“Tahun ini usiamu berapa Kak?” tanya Ammar kembali.

Dirinya ingin mengusik ketenangan Afifah. Sudah lama mereka tak bersenda gurau. Afifah terkadang harus pergi keluar kota guna mengurus beberapa proyek perusahaan rintisannya bersama kawan-kawannya.

Afifah menatap sekilas Ammar, kemudian menjawabnya sebentar, “Desember nanti 25 tahun Yah,” dan beralih kembali menatap tv.

“Usiamu sudah matang Kak,” kata Ammar. Afifah menatap sang ayah dan menautkan kedua alisnya.

Maksudnya udah nggak boleh nonton tayangan anak kecil gitu?’ batin Afifah.

Kemudian ia mengangkat bahu tanda tak mengerti perkataan sang ayah dan menyambar gelas yang berisi air bening dihadapannya.

“Usia segitu udah pantes kok untuk berkeluarga,” kata Ammar. Sontak Afifah menyemburkan air yang tengah diteguknya dan terbatuk.

Menikah? Satu kata itu yang belum terpikirkan Afifah sama sekali. Dia masih fokus dengan karir yang sedang digelutinya saat ini. Ia yang menjadi tulang punggung menggantikan sang ayah yang telah pensiun dari tugasnya sebagai Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan di Kota Mangga. Sehingga pikirannya untuk menikah belum terencanakan.

“Jangan terlalu asyik mengejar karir, nanti malah kebablasan,” nasihat Ammar. Afifah hanya tersenyum mengiyakan. Setelah mendengar keinginan sang ayah, pikirannya entah kemana. Tiba-tiba tontonan yang sedang dilihatnya pun tak menarik lagi.

“Jadi kapan mau dikenalin ke Ayah, Kak?” lanjut Ammar.

Afifah menatap Ammar sekilas dan menggelengkan kepalanya, “Kalo ada juga bakal Kakak langsung ajak untuk ketemu Ayah.”

**

“Wah.. Pas sekali masakan Kakak,” puji Ammar ketika mencicipi masakan Afifah dari dalam wajan yang masih mengeluarkan asap panas. Afifah menghentikan aktivitas memotong-motong sayuran dan menatap Ammar.

“Seriusan udah pas Yah?” tanya Afifah meyakinkan.

“Iyaa… Udah pas ko. Udah pantes nih jadi seorang istri.”

Afifah tak menanggapi ucapan Ammar. Dirinya kembali memasukkan bahan-bahan yang sudah disiapkannya ke dalam sebuah panci.

“Jangan lama-lama nggak ngenalin dia ke Ayah.”

Dia yang Namanya Kusebut dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang