#6 Fatih dan Perasaannya

576 42 10
                                    

"Seharusnya kumengejar-Mu bukan dia." ~ Fatih

**

Senyuman Fatih sepertinya tak ingin hilang dari wajah tampannya itu. Sudah sekitar lima menit yang lalu, ia terus memandangi layar smartphone. Pandangannya masih terpaku pada satu titik. Lebih tepatnya sebuah balasan pesan dari seorang wanita di tanah airnya. Ibu Pertiwi.

Dya
Aku rasa, aku pun memiliki rasa yang sama denganmu.

Berkali-kali Fatih membaca balasan dari temannya. Antara percaya dan tidak. Jadi, selama ini mereka berdua sama-sama memiliki rasa yang sama? Atau sebenarnya teman Fatih itu memang sengaja mengetikkan kata-kata tersebut agar Fatih tak merasa ditolak? Entahlah. Yang jelas saat ini Fatih senang. Senang karena telah mengutarakan isi hatinya kepada seseorang yang dikaguminya.

Kemudian dirinya bersimpuh di atas lantai yang menghadap kiblat. Sujud syukur dilakukannya. Dalam sujudnya, Fatih menitikkan air mata dan membulatkan tekadnya. Bahwa mulai dari sekarang, ia akan segera menyelesaikan program masternya, kemudian meminang gadis itu. Itu janjinya pada Sang Pemilik Hati.

**

Afifah.
Sebuah nama yang telah memasuki ruang hati seorang mahasiswa program master di salah satu universitas Negeri Formosa. Nama itu telah terukir selama kurang lebih dua tahun belakangan.

Bila ditanya kapan awal mula rasa yang tengah membuncah itu hinggap di hati Fatih? Maka jawabannya adalah entahlah. Kedekatan Fatih dan Afifah bisa dibilang sebatas teman diskusi. Mereka juga baru sedekat ini selepas wisuda sarjana.

Rasa itu datang bukan karena tiba-tiba melainkan karena terbiasa. Fatih dan Afifah sering berkirim pesan. Mulai dari diskusi ringan, berbagi informasi, dan hal-hal bermanfaat lainnya. Namun lambat laun, Fatih merasa nyaman dengan kehadiran Afifah.

Terlebih ketika Fatih mengalami sindrom Seasonal Affective Disorder pada musim dingin awal tahun. Mungkin karena tuntutan akademik, deadline pengerjaan laporan penelitian, urusan adminitrasi saat masuk semester baru, belum lagi keadaan keuangan yang berada di bawah limit. Hingga membuatnya menemui psikolog di area kampusnya.

Banyak kawan-kawan Fatih di Indonesia yang menyemangati terutama Afifah. Afifah selalu mengingatkan Fatih untuk selalu lebih mendekatkan diri kepada Illahi. Karena bagaimanapun sebaik-baiknya penolong adalah Dia.

"Hello..." tegur Rae Hoon sembari menggerakkan telapak tangannya dihadapan Fatih. Sebab orang yang disapa masih menatap ke satu arah dengan pandangan kosong, walau dirinya sedang menatap layar monitor yang menampilkan sebuah data yang berbentuk seperti gelombang.

 Sebab orang yang disapa masih menatap ke satu arah dengan pandangan kosong, walau dirinya sedang menatap layar monitor yang menampilkan sebuah data yang berbentuk seperti gelombang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Oh, maaf Hoon. Ada apa?"

"What's wrong? Anything fine? (Ada apa? Apakah baik-baik saja?)" bukannya menjawab pertanyaan Fatih, Rae Hoon malah mengkhawatirkan keadaan teman se-laboratoriumnya itu.

Dia yang Namanya Kusebut dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang