#8 Izinkan Saya...

779 35 3
                                    

Beginilah caraku memuliakanmu.” ~Fatih

**


Satu tahun kemudian. Juli 2018.

“Ada siapa Fa di rumah?” tanya Raihan saat mobil yang dikendarainya tepat berada di belakang mobil asing di depan kediaman Ammar.

“Entahlah,” ujar Afifah dengan mengangkat kedua bahunya. “Paling tamunya Ayah.”

“Na, barang bawaannya dibawa…,” pesan Raihan pada Raina yang sudah melesat terlebih dahulu memasuki rumah Ayah Afifah.

“Nggak bakal denger kali Mas. Orang pintu belakang udah ketutup. Lagian Raina udah kabur, hahaha,” sambung Afifah melihat tingkah laku kakak beradik itu.

“Kalo di rumahmu itu ada Alya, pasti gini nih, aku serasa managernya dia. Semua barang-barangnya aku juga yang bawa,” keluh ice man yang sibuk merapikan barang-barang di dalam mobil.

“Tunggu Fa!” Pinta Raihan dengan nada sedikit tinggi sebab Afifah sudah beberapa langkah dari mobil meninggalkannya.

“Yaelah Mas Ian, kayak anak kecil aja sih harus ditungguin.”

“Bukan gitu, liat…,” pinta Raihan dengan menunjukkan kedua tangannya pada Afifah. “Tangan aku udah penuh nggak bisa bawa barang-barang lagi.”

Afifah menghampiri dan kepalanya ia sembulkan ke dalam bagasi.

“Nggak usah dibawa ke dalam, bisa nanti kan? Di rumah Mas Ian sendiri.”

“Mana bisa? Raina pasti meminta menginap di rumahmu.”

**

Helaan napas terdengar dari mulut Afifah. Kini dirinya tengah bersantai di ruang keluarga. Mengistirahatkan sejenak tubuhnya dari perjalanan panjang dan cek-cok tadi bersama Raihan.

“Tuh kan, ujung-ujungnya semua barang dibawa juga,” ucap Raihan memindai barang bawaan yang berceceran di lantai.

“Daripada kita cek-cok terus, mending semua barang dibawa aja. Bakal lama kalo harus debat mana yang perlu dibawa dan nggak,” Afifah menanggapi walau kedua indera penglihatannya ia tutup. “Lagiannya kalo Raina sudah mengambil barang mana saja yang akan dibutuhkan di rumah ini, Mas Ian ini yang akan mengembalikannya lagi ke mobil dan ke rumah kalian.”

“Yee…” ujar Raihan. “Fa, haus…”

Afifah membuka matanya, “Biasa juga ngambil sendiri.”

“Fa, aku tuh tam-”

“Tamu kok setiap hari ke sini, tidur juga kadang di rumah ini. Masih menganggap diri sendiri tamu?”

“Loh, coba baca deh definisi tamu itu apa? Tamu adalah orang ya-” belum sempat Raihan melanjutkan kata-katanya, sebuah bantal telah mendarat tepat di atas wajah tampannya itu.

Raihan mencari siapa pelaku pelemparan. Ia menatap sosok manusia yang berjalan menuju dapur. Merasa ada yang mengamati, si sosok itu kembali membalikkan badannya. Keduanya kini beradu pandang.

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah ia memuliakan tamunya,” ucap sosok itu yang tak lain adalah Afifah. “Hadits ke 15 dalam hadits arbain tentang berkata baik, memuliakan tetangga dan tamu.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dia yang Namanya Kusebut dalam DoaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang