15. Aku dan Sebuah Rahasia

415 22 0
                                    

Tak semua orang akan paham dengan masalahmu, mereka mendengarkan ceritamu hanya ingin sekedar tau, dan tidak benar-benar ingin menyelesaikannya kecuali dirimu sendiri. Tak ada yang mau mendengarkan seluruh keluh kesah mu selama lima kali dalam sehari, kecuali Ia Zat yang Maha Agung. Namun masih banyak orang di luar sana yang enggan untuk mengadukan segala masalahnya ke Allah, padahal jika ia mau mengadukan dan menyerahkan segala masalah ke Allah di jamin Allah pasti akan membantunya menyelesaikan masalah.

Ku susuri lorong yang membuat pikiranku bercabang. Ku pandangi lorong putih itu dengan penuh kekhawatiran. Sudah lama aku tak merasakan kekhawatiran akan seseorang, yang selalu ku khawatirkan hanyalah diriku sendiri, seolah tak ada orang lain di sekitarku. Aku menyesalkan hal ini. Mungkin banyak orang diluar sana yang peduli terhadapku, namun aku sedikitpun tak menaruh rasa peduli terhadap mereka, entah ini rasa egois atau akibat hilangnya rasa empati pada diriku.

Dan aku benar-benar tak ingin mengulang rasa yang sama untuk kesempatan kali ini. Ku pandangi seseorang yang selalu memiliki pandangan yang teduh dan wajah yang menenangkan. Begitu kuat ia menahan semuanya, hingga tak ada seorang yang tau tentang rahasia ini.

Ya Allah, kuatkanlah Mbak Elfira, sehatkan dia sebagaimana mestinya. Lirihku dalam hati.

Meskipun terkadang aku masih menganggapnya orang lain di dalam keluargaku, namun aku tak menolak kehadiran orang lain itu di dalam keluargaku. Meskipun terkadang aku cemburu terhadapnya namun ia salah satu tokoh wanita yang mampu menguatkanku saat ku mendapatkan hinaan yang keras dari dunia.

Begitu mulianya ia, begitu sholihahnya ia, begitu luar biasanya ia, sehingga ia mampu menahan sesuatu yang bukan hal kecil ini sendirian.

"Kak. Mbak Elfira kenapa?" tanyaku pada Kak Fauzan yang tak hentin-hentinya membaca seayat demi seayat dari Al-Quran kecil yang ia genggam.

"kakak juga gak tau, Sya. Doain aja buat Mbak Elfira." Katanya, yang tak ingin terlihat setetes air matanya mengalir di hadapanku.

Aku tahu tak semua orang mampu menahan apa yang ia rasa. Apalagi kini, aku tahu bagaimana perasaan Kak Fauzan yang melihat isteri tercintanya terbaring lemah di sebuah ruangan putih. Namun Allah pun tak melarang untuk hambanya menangis, lalu kenapa Kak Fauzan selalu menahan air matanya di hadapanku?

Saat aku berada di posisi Kak Fauzan, dulu saat Kak Akrom di rawat di rumah sakit yang sama, aku malah menenggelamkan diriku dalam kesedihan dan air mata. Ku biarkan air mata dan kesedihan menguasai diriku, seolah aku terlalu lemah untuk menahan dan melawan mereka. Sehingga aku terkubur hidup-hidup di dalamnya, dan akhirnya kau sulit untuk bangkit dan mengusir kesedihan itu dari hidupku.

Dan kini di posisi yang sama dengan tokoh yang berbeda, Kak Fauzan tak ingin sepertiku yang menenggelamkan dirinya dalam kesedihan, ia mengusirnya dengan lantunan ayat-ayat Al-Quran, satu hal yang tak pernah terpikirkan olehku dulu. Dan sekarang aku mulai mempelajari banyak hal dari apa yang kulihat, bagaikan seorang bayi yang selalu merekam setiap kejadian yang baru ia lihat dari orang-orang disekitarnya. Dan disini, aku kembali belajar, kembali bangkit atas keterpurukan yang sempat menghinaku.

'kenapa Mbak Elfira bisa nyimpen ini sendirian? Kalaupun aku jadi Mbak Elfira, pasti aku sudah tak tahan untuk selalu mengeluh dan membentak kepada Allah atas masalah yang sama.' Batinku yang menggumam.

Teringat akan satu kalimat yang pernah ku baca di instagram, bahwa 'takkan ada seorangpun yang paham akan masalahmu, kecuali dirimu dan Tuhanmu'. Mungkin itulah yang menjadi landasan Mbak Elfira untuk merahasiakan semuanya, termasuk kepada suaminya, Kak Fauzan.

'bagaimana sanggup ia menahannya sendirian seperti ini? Bukankah ini bukan hal yang kecil untuk disembunyikan?' semua otakku merangkai kalimat-kalimat Tanya tentang Mbak Elfira.

Tak pernah ku temui Mbak Elfira dengan setetes air mata pun di pipinya. Tak pernah ku temui ia berbicara dengan menggunakan nada yang kasar kepada orang lain. Begitu sempurnanya ia, begitu baik akhlaknya, dan betapa beruntungnya Kak Fauzan menemukannya.

Izinkan Aku Untuk BerubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang