16. Aku dan Pelajaran Hidup

416 23 0
                                    

Aku mulai merasakan sebuah rasa cinta terhadap kakak iparku ini, meskipun belum sepenuhnya, namun timbul sedikit rasa sudah sangat ku hargai. Karena setitik rasa cinta pun akan berimbas besar pada selanjutnya.

Tak banyak yang mampu ku lakukan saat ini, kecuali hanya berdoa kepada Allah agar segera diangkat penyakitnya. Inginku membantu Kak Fauzan untuk mengirimkan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran, namun dengan skill membacaku yang masih sangat minimalis ku urungkan niatku untuk melakukannya. Yang ku lakukan hanyalah berdoa dengan bahasa seadanya, dan berharap agar Allah mengerti dan paham apa yang ku pinta.

Jujur, untuk kali ini aku benar-benar tak ingin mengeluh, apalagi menenggelamkan diri dalam kesedihan, cukup hanya untuk masa laluku saja, dan tidak untuk saat ini. Aku ingin menjadi kuat seperti yang Mbak Elfira lakukan kepadaku. Yang harus ku lakukan saat ini adalah membantunya untuk kuat menjalani semua cobaan Allah ini, meskipun aku tak yakin apakah Mbak Elfira akan merasa tertolong dengan dukunganku.

Sampai saat darurat seperti ini pun Mbak Elfira tetap tak ingin melepaskan jilbabnya, aku tak tau apa alasannya yang membuatnya benar-benar keukeuh untuk tak melepaskan jilbabnya. Meskipun kini wajahnya sangat pucat, namun tak mengurangi rasa yang meneduhkan yang tersirat dari wajahnya.

'aku ingin seperti Mbak Elfira.' Kataku.

Tak ku temukan sedikitpun wajah kesedihan dari Kak Fauzan. Apakan ia tidak sedih isteri kesayangannya sedang di rawat di rumah sakit, yang entah apa penyakitnya.

"kakak gak sedih kah?" tanyaku langsung.

"kalo kakak sedih, terus siapa yang nguatin Mbak Elfira?"

Hm.. jawaban yang logis.

"tapi aku yakin tanpa Kak Fauzan nguatin, pasti Mbak Elfira itu bisa kuat, kuat banget malah." Kataku dengan polos.

"semua orang yang terlihat kuat bukan berarti ia tak pernah mengalami hal yang membuatnya runtuh, ada saatnya setiap orang itu menemukan dirinya terpuruk. Allah pasti akan menciptakan hal terburuk dalam hidup setiap hamba-Nya, dan itu pasti. Karena Allah ingin melihat seberapa tangguh hamba-Nya bertahan dan bangkit kembali."

'kok aku sedikit tersindir ya?' batinku.

"lalu kenapa Allah nyiptain bahagia kalo misalnya gak ada perjuangan di dalamnya." Tanyaku lagi.

"bahagia yang Allah kasih itu bahasa lainnya hadiah dari Allah, Cuma orang yang bener-bener bisa melewati hal buruk itu yang mampu menerima rasa bahagia." Paparnya lagi.

"terus gimana orang yang gak pernah sedih, Kak?"

"gak orang yang gak pernah mengalami kesedihan, Sya. Karena hakikatnya sedih, senang, tangis, bahagia itu bagian dari hidup. Mungkin bagi mereka yang gak pernah sedih itu, mereka mampu menyikapi sedih itu agar tak terlihat oleh orang lain."

Ku temukan jawabannya, jadi bukannya Mbak Elfira tak pernah sedih, hanya saja ia pandai untuk menyembunyikannya dalam-dalam.

Rasa salutku terhadap Mbak Elfira semakin tinggi. Tak hanya cantik, ia juga sholehah, tau bagaimana harus bersikap, dan ia mampu menempatkan dirinya. Ia mampu menjadi kakak saat bersamaku, ia mampu menjadi seorang anak yang berbakti ketika bersama orang tuanya dan mamaku, dan ia mampu menjadi isteri yang sangat sholehah ketika ia bersama Kak Fauzan.

Ah, andai saja aku seperti Mbak Elfira. Dan lagi, ku keluarkan kalimat yang berisi keluhan, yang seolah-olah aku tak pernah bangga menjadi diriku.

Satu pelajaran lagi yang kudapatkan, bahwa rasa kuat yang ada dalam diri seseorang itu bukan murni dari Allah, namun ia mampu berdiri ketika dunia mulai menjatuhkannya, ia mampu melawan ketika dunia mulai menghina, ia mampu untuk bertahan ketika dunia tak lagi bersahabat dengannya. orang yang kuat tidak terlahir begitu saja, namun Allah meletakkannya di atas bara api namun ia tak terbakar, ketika ia di letakkan di dalam badai salju ia tidak membeku, ketika ia di letakkan di dalam sebuah badai namun ia mampu berjalan perlahan tanpa berhenti dan menyalahkan badai itu.

Izinkan Aku Untuk BerubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang