Part 14 - Akur

5.4K 265 1
                                    

"Siapa yang bilang kamu gak boleh pulang, abang kan nanya?"

"Nanyanya gak enakin," ucap Icha. Mamanya bangkit lalu pergi dari ruang tamu sambil menggeleng dan tersenyum menbiarkan kakak beradik ini melepas rindu.

****
Dinda menggerakan badannya kemudian membuka matanya perlahan. Loh? Kok aku ada disini ya. Perasaan tadi lagi ngerjain skripsii. Ya ampun, batinnya.

Dinda lompat dari tempat tidur dan langsung menghampiri meja belajarnya membuka laptopnya dan memeriksa kembali skripsinya. Dinda membulatkan matanya tak menyangka jika skipsinya telah selesai di revisi dan Dinda tersenyum dalam hati. Ini pasti kerjaan Arsyaf, ya ampun suaminya itu bikin seneng aja.

Dinda baru menyadari jika Arsyaf tidak ada di kamar. Dinda melihat jam dan ini sudah jam 1 siang. Berarti dia lumayan lama tertidur.

Dinda merasa haus lalu berjalan ke arah dispenser yang di kamar, namun airnya habis. Akhirnya Dinda memutuskan keluar kamar. Saat ingin turun tangga Dinda mendengar suara Arsyaf yang tengah tertawa dan ada suara seorang wanita juga.

"Hahaha cemen katanya tadi gak takut," tawa Arsyaf menggema.

"Ih aku gak takut cuma jijik aja itu darah darahnya," bela Icha sambil bergidik jijik.

Dinda yang penasaran langsung turun dan melewati mereka tanpa menatap ke arah keduanya. Sesampainya di dapur Dinda langsung mengambil air di dalam kulkas lalu meminumnya bagaikan orang yang sangat dehidrasi. Selesai minum Dinda langsung mencuci gelasnya dan menaruhnya di rak.

"Aaaa! Astagfirullah ish bikin kaget aja sih." Omel Dinda reflek memukul lengan Arsyaf.  Arsyaf tertawa geli melihat Dinda.

"Minggir aku mau lewat," pinta Dinda namun Arsyaf menahannya. Tangannya dia sangga di pintu kulkas agar Dinda tak bisa lewat. Arsyaf memajukan tubuhnya. Dinda mundur. Arsyaf maju lagi. Dinda mundur. Sampai punggung Dinda bersentuhan dengan kulkas.

"Ar minggir aku mau lewat," ucap Dinda namun bukannya minggir Arsyaf malah semakin dekat dengan Dinda. Tangan kanannya bergerak memeluk pinggang Dinda. Arsyaf memundurkan wajahnya.

Cup

Arsyaf mencium kening Dinda

Cup

Arsyaf mencium pipi kanan Dinda

Cup

Arsyaf mencium pipi kiri Dinda

Cup

Arsyaf mencium hidung Dinda

Cup

Arsyaf mencium bibir Dinda. Dinda hanya diam dan membalas ciuman Arsyaf.  Tangan kiri Arsyaf yang tadi bersangga di pintu kulkas kini sudah pindah menahan tengkuk Dinda. Tangan Dinda kini berada di leher Arsyaf. Mata Dinda membulat saat merasakan tubuhnya melayang. Dan di dudukannya dia di meja makan. Lalu Dinda terbuai lagi akan ciuman Arsyaf. Tangan Arsyaf yang ada di pinggang Dinda semakin naik ke atas dan menyentuh daging kenyal milik Dinda. Dinda berpenjat saat menyadari jika dia dan Arsyaf sedang di dapur. Dinda mendorong Arsyaf agak kencang. Arsyaf kaget.

"Kenapa?" Tanya Arsyaf menatap Dinda bingung lalu mendekati Dinda.

"Ish ini di dapur Ar nanti kalo ada yang dateng gimana?" Omel Dinda. Tangannya memeluk pinggang Arsyaf dan kepalanya di sender ke dada Arsyaf.

"Ya emang kenapa kalo ada yang dateng? Biarin aja biar pada tau,"  ucapan Arsyaf membuat Dinda gemas. Kemudian Dinda mencubit perut Arsyaf pelan.

"Nyebelin jawabnya."

"Hahaha."

"Kamu kemaren kemana?" Tanya Dinda sambil mengusap usap dada Arsyaf. Wajahnya di dangakkan menatap Arsyaf. Arsyaf menatapnya sambil tersenyum.

"Maaf."

"Untuk? "

"Kemaren aku udah marah sama kamu, aku tau maksud kamu baik mengingatkan aku."

"Terus kenapa gak pulang?"

"Sebenernya kemaren aku lagi ribet sama masalah kantor dan kamu dateng ke kantor buat marah marah gak jelas kaya kemaren."

"Terus kenapa gak pulang?"

"Aku ngurusin masalah yang ada di Kalimantan."

"Terus kenapa gak bilang."

"Kan kita lagi marahan."

"Nyebelin!" Sebal Dinda sambil memukul pelan dada Arsyaf. Lalu keduanya tertawa.

"Hm hm," deheman seseorang membuat keduanya menengokan kepala mencari keberadaan suara tersebut.

"Ganggu nih," omel Arsyaf sedangkan Dinda malah menenggelamkan wajahnya di dada Arsyaf.

"Lah situnya aja, mau anu di dapur kaya gak punya kamar aja."

"Anu apa cha. Kamu masih kecil sok sokan," tanya Arsyaf kepada adiknya itu. Dinda masih menenggelamkan wajahnya. Rasanya malu banget karena Dinda belum pernah bertemu adiknya Arsyaf.

"Abang aku udah gede ya 18 tahun."

"Itu masih bocah Cha."

"Terserah abanglah. Kakak ipar kok ngumpet sih?"

"Udah sana kamu pergi jangan gangguin abang."

"Dih ngusir."

"Udah sana pergi katanya mau ketemu your boyfriend."

"Tar sore bang ini masih siang."

"Yaudah sono."

"Gak ah disini aja mau liat abang kalo lagi sama istrinya kaya mana sikapnya. Masih judes gak ya?"

"Cha."

"Hahaha oke oke Icha pergi oke bye abang kakak," ucap Icha langsung pergi ke kamarnya.

Setelah Icha pergi Dinda melepas pelukannya. Namun Arsyaf masih memeluknya.

"Aku laper," ucap Dinda. Arsyaf tersenyum lalu mengecup gemas bibir Dinda.

"Yuk cari makan."

"Turunin," pinta Dinda. Arsyaf langung memegang pinggang Dinda dan di bawanya turun.

"Gitu aja gak bisa," ucap Arsyaf. Dinda hanya tersenyum menanggapi. Lalu keduanya masuk ke kamar dan mengganti baju mereka.

"Eh, aku aja yang pilihin ya."

"Eh, tumben?" Tanya Arsyaf yang tidak biasanya. Karena biasanya Dinda hanya menyiapkan baju kerjanya saja.

"Enggak mau di pilihin?"

"Mau Sayang mau."

"Okee kamu duduk manis biar aku yang pilih." Dinda sibuk memilih pakaian yang akan di kenakan Arsyaf padahal mereka hanya ingin makan saja bukan pergi ke acara.

"Masih lama?"

"Ar aku bingung."

"Bingung kenapa?"

"Bingung pilih baju buat kamu."

"Heh bukannya baju aku banyak ya yang bagus?"

"Siapa yang bilang aku nyariin baju yang bagus."

"Lah terus?"

"Aku nyari baju yang jelek."

"Kok gitu?"

"Iya biar kamu gak ada yang lirik," ucapan Dinda membuat Arsyaf menepuk jidatnya. Arsyaf bangun dari duduknya mendekati Dinda.

"Cemburuan banget sih, gemes aku," ucap Arsyaf sambil mencubit gemas pipi Dinda.

"Aku pake baju ini aja ya simple," izin Arsyaf kepada Dinda. Arsyaf mengambil baju hitam polos lengan pendek. Dan celana levis selututnya lalu mengambil jaket. Dinda cemberut.

"Kenapa lagi sih?"

"Ish kamu masih ganteng walaupun pake baju gitu doang." Arsyaf tertawa geli lalu menatap Dinda.

"I'm yours," ucap Arsyaf lalu mencium kening Dinda. Dinda tersenyum.

"Yaudah cepet ganti baju masa mau makan pake piyama gini," ucap Arsyaf. Lalu Dinda mengambil Rok bermotif dan baju putih polos panjang dan tak lupa jilbabnya yang langsung pakai panjangnya seperutnya jadi bajunya tak terlihat.

1 || Kau Yang Aku Semogakan (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang