part 3 - Dilema_Arsyaf

9.1K 446 4
                                    

Jujur saja, sulit untuk mengerti hati seseorang, apalagi seorang wanita. Wanita yang dari dulu membuatku mengerti akan jatuh ke dalam yang namanya cinta. Dan ya wanita itu bernama Dinda. Adinda Mutiara Rizaldi ,aku mencintaimu​ dari dulu, dari awal pertemuan kita. Konyol, memang tapi inilah yang terjadi.

Namun, yang aku tahu, dia saat itu tidak mencintaiku, dia mencintai orang lain, yang tak lain adalah kakak kelas dulu saat masih di SMA dan saat itulah aku menjaga jarak darinya. Karena aku tak mau lebih sakit lagi.

Aku tau ini salah, mencoba menjauh dengan cara mengacuhkan dia. Jujur saja, ini tak berhasil dan malah membuat perasaan itu semakin bertambah. Gila! Seribu kali aku menjauh dan seribu kali juga dia semakin gencar merobohkan rasa ini.

Tok tok

"Masuk," teriakku agar terdengar oleh orang yang barusan mengetuk pintu.

Clek

"Ar, mama mau biacara," ucap mama kepadaku. Lalu menarik tanganku dan berjalan keluar pintu.

"Ma aku bisa jalan sendiri," protesku karena mama menarik tanganku dari atas sampai aku ada di hadapan papa sekarang. Calon calon introgasi ini mah.

"Duduk!" perintah papa yang langsung ku laksanakan. Entah kenapa suasana menjadi mencekam seperti ini. Yang ada hanya suara semilir angin.

"Mama bilang kamu mau ngelamar seorang gadis? Benarkah." pertanyaan papa membuatku mendongkakkan wajahku. Ternyata mama sudah bicarakan soal itu dengan papa. Baguslah

"Iya dan aku ingin ini di percepat pa," ucapku membuat papa terpaku tak percaya.

"Kamu yakin? Bisa bahagiakan dia? Ini bukan hal yang main main Ar, papa hanya gak mau kamu salah memilih ini masa depan kamu. Kamu yang menentukan kamu yang memilih bukan papa. Papa dan mama sebagai orang tua tugasnya membimbing dan mendoakan kamu," ucap papa yang membuatnya mengangguk paham. Papa benar ini masa depanku tapi entah keyakinan dari mana aku yakin jika dia bisa membuatku merasa lengkap.

"Iya pa aku yakin dia yang selama ini aku nanti dan aku pilih insyaallah pah bismillah," ucapku meyakinkan papa dan mama. Mama tersenyum kearahnya.

"Papa percaya sama kamu. Jadi kapan kita pergi ke rumahnya?" tanya papa yang membuat senyumku berkembang dan hatiku berbunga.

"Pekan Minggu ini," ucapku yakin dan itu membuat papa dan mama mengangguk setuju. Bahagianya.

"Tapi pah mah dia gak tau kalau aku ingin datang melamarnya," ucapku membuat papa dan mama menyengitkan dahinya.

"Maksud kamu?" Tanya papa

"Gini, kita kenal udah lama pah aku mencintainya dan aku ingin melamarnya tapi aku tidak tahu kalo dia mencintaiku atau tidak," ucapku seraya menjelaskan kepada mama dan papa.

"Jadi?"

"Kita ke rumahnya tanpa memberi tahunya tapi aku sudah datang ke rumahnya dan meminta izin duluan kepada orang tuanya kalau aku Minggu ini akan datang ke rumahnya untuk melamar, ya walaupun pertamanya orang tuanya kaget tapi aku bisa meyakinkan orang tuanya ya walaupun ada tantangannya,"ucapku membuat mama melongo tak percaya.

"Kamu nakal ya?! Melamar anak orang tanpa bilang orang tua terlebih dahulu!" Kesal mama kepadaku kemudian mama bangun dari​ duduknya dan tiba tiba tangannya hinggap di telingaku.

"Adaw mah ampun AW AW ma ish," teriakku kesakitan saat mama menjewer telingaku dengan tangannya dan papa hanya tersenyum melihatku dan mama.

"Mah sakit pah bantuin dong jangan ngeliatin doang malah ngetawain lagi," ucapku kepada papa yang hanya asik tertawa melihatku menderita.

"Udah mah lepasih anak udah gede masih aja di jewer." bela papa kepadaku tapi itu tak membuat mama melepaskan jewerannya.

"Makanya itu udah gede itu harusnya dia tau kalau lamaran itu tak sembarangan itu hal resmi pah tapi anakmu ini malah main main."

"Siapa yang main main sih mah? Aku serius ingin melamar dia."

" Tapi bukan gitu caranya Arsyaf!"

"Oke aku salah aku minta maaf dan sekarang lepasin mah," ucapku sambil melepas tangan mama yang nyangkut di telingaku.

***

Dinda? Sudah sering dia mencoba menghubungiku namun aku tak mau membalasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dinda? Sudah sering dia mencoba menghubungiku namun aku tak mau membalasnya. Aku hanya melihatnya tanpa ada niat membalasnya. Kenapa? Pasti dia akan menanyakan hal yang sama pertanyaan yang enggan untuk di bahas. Dan lebih baik di lupakan saja.

Ngomong ngomong soal Dinda entah apa yang kusuka darinya. Cantik? Tidak dia tidak cantik bahkan banyak teman temanku yang jauh lebih cantik dari dia. Sexy? Lumayan walaupun tubuhnya tak terbilang tinggi tapi justru itu membuatnya lebih imut dan menggemaskan. Manis? Gak juga tapi kadang kadang senyum dan tawanya membuat candu. Baik? Tentu saja dia baik pada semua orang. Pintar? Bisa di bilang pintar tapi lebih ke aktif dalam ruang belajar. Modis? Gak dia sering terlihat dengan pakaian yang biasa saja tapi itu yang membuatnya menarik. Dan dari semua itu yang dapat ku simpulkan satu cinta tak butuh alasan. Gak ada alasan untukku mencintai Dinda entah kenapa rasa itu tiba tiba muncul dengan sendirinya tanpa di minta.

Dari pada bete mikirin Dinda mulu mending main gitar aja lah sambil nyanyi lagunya bruno mars - marry you. Dinda tunggu aku di pelaminan.

***
Jeng jeng kangen gak? Gak ya? Gpp deh.
Plis kebijakan ya biasakan habis baca votenya jangan lupa.  Komentar juga kalo ada yang perlu di komentari. Sarannya juga ya.

1 || Kau Yang Aku Semogakan (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang