Six

37 3 0
                                    

"Gue panggil lo Jus karena nama lo gue plesetin jadi blender yang fungsi utamanya ngejus" dan "Gue manggil lo Pie karena nama lo gue plesetin dari Sofie jadi Pie (pay), kue manis yang renyah dan gampang bubuk, hee" - Jus & Pie


Author's POV

"Ender, lo dimana? Gue, gue butuh lo, hiks"

"Natasha.."

Tanpa pikir panjang, Ender langsung menyambar kunci mobil yang terletak di sebelah telepon rumahnya. Ia memikirkan keadaan Natasha. Seingatnya, Ender menyuruh Natasha meneloponnya jika Natasha kesulitan menjawab soal yang ada dalam tugasnya. Tapi, kenyataannya bukan begitu.

"Sha, lo kenapa?" gumamnya.

Ia mempercepat laju kendaraanya. Jalan yang kosong semakin memacunya agar segera sampai ke tempat Natasha. Bukan rumahnya, melainkan tempat pertama kali mereka bertemu.

Beberapa menit kemudian, ia memasuki kawasan tersebut. Hampir sampai. Sungguh, jalan ini butuh cahaya. Gelap.nya jalan ini semakin membuatnya khawatir. Ia tidak bisa melihat dengan jelas ke jalanan karena di luar hujan sangat deras.

"Tenang Sha, gue pasti nemuin lo. Tunggu sebentar" batinnya.

Sampai akhirnya, setelah perempatan ia berbelok ke kiri dan menemukan sosok Natasha yang terdiam namun sebenarnya ia menahan jeritnya. Ia tertegun melihatnya.

"Sha" panggilnya lirih.

Ender's POV

"Sha", dia nengok sesaat. Gue liat dia gak nangis, tapi perlu kalian tau, sebenernya dia menjerit sejadi-jadinya. Namun ia tahan. Karena ia tak ingin terlihat lemah. Gue tau banget sifat dia yang selalu nguat-nguatin dirinya sendiri. Tapi siapa sangka? Ia menyembunyikan semuanya dalam-dalam. Dengan wajah datarnya, itu cukup untuk menutupi resahnya.

Gue ngehampirin dia perlahan. Kebetulan aja gue bawa 2 jaket. Gue tau, dia pasti hujan-hujanan. Sama kayak waktu itu. Jadi gue langsung masangin jaket sembari duduk disebelahnya.

Dia hanya menatap gue kosong. Wajah sendu serta pucat itu sukses bikin gue makin perhatian sama dia. Gue gak bakal banyak nanya sama dia. Karena ini bukan waktunya. Jadi gue hanya perlu nganterin dia plus jadi pendengar yang baik untuknya.

"Pulang yuk Sha". Dia masih terdiam ditempat. Ya seperti yang udah gue kira, gue hanya perlu dengerin dia.

"Di sini aja. Gue gak mau kemana-mana. Gue gak bakal sakit karena hujan. Justru gue suka hujan. Lo tenang aja. Gue pake topi ko" ujarnya.

"Oke. Tapi kalo lo sakit, jangan salahin gue, ya?"

"Iya wil"

Panggilan kesayangan nih, kkkkk...

"Papa gue mau ke luar negeri. Dia, dia pergi sama selingkuhannya yang br**gs*k itu. Dia gak peduli sama gue juga mama gue. Gue gak tau bakal gimana, apa yang harus gue lakuin. Udah beberapa bulan ini, dia berubah sikap. Karena gue gak siap nerima keadaan baru ini, gue ngedrop. Gue kacau. Dan gue sebenernya gak mau kayak gini. Gue cuma pengen lupain masalah gue. Dulu gue gak senakal ini Wil. Gue, gue bener-bener, hiks... Gue..", dia ngeluarin semua isi hatinya. Dia udah gak bisa ngelanjutin curahan hatinya lagi.

"Keluarin aja Sha. Jangan ditahan terus. Gue di sini" gue ngeraih kepalanya dan meluk dia. Dia butuh pelukan. Dia baru aja ngeluarin air mata yang dia tahan.

"Ender" lirihnya pelan. Akhirnya, ia menangis sejadi-jadinya dalam pelukan gue. Dia bener-bener meluk gue erat seakan-akan gak pengen ngelepasin gue. Dan sekarang, gue berhasil jadi sandarannya, tempat nyurahin isi hatinya.

Senja & PelangiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang