Fara POV
"Permisi, ada yang mau beli puding, gak?"
Suara yang cukup familiar terdengar dari arah pintu kelas. Tapi sedikitpun gua gak berpaling dari majalah National Geographic yang sedang gua baca. Sekolah gua terkenal dengan anak-anaknya yang punya jiwa wirausaha tinggi. Semuanya dijadikan bisnis. Gak heran tiap istirahat atau pelajaran kosong ada aja yang masuk untuk menjajakan dagangannya.
"Woi, Far! Beli puding gua dong!"
Panggilan itu akhirnya berhasil membuat gua melihat ke arah si pedagang puding. Dan ternyata Monica sudah berdiri disana sambil membawa kotak besar dengan beberapa cup puding coklat bertoping oreo dan vla di tengah-tengah puding–yang entah bagaimana vla itu bisa ada di tengah. Pantas saja suaranya kayak kenal.
"Oh, lu jualan puding lagi?" pertanyaan gua dijawab anggukan oleh Monica.
"Gua sekarang buka cabang, Far. Anak kelas 10 ada yang minta jualin puding gua juga."
Wait. Kelas 10?
"Siapa?"
"Rama." DEG!
Monica tertawa melihat ekspresi gua saat mendengar nama itu. "Bukan, kok, bukan. Si Andri."
Bocah sialan. Gua kembali fokus membaca, sedangkan Monica sibuk meladeni pelanggan pudingnya lalu pergi ke kelas lain. Sejak Monica tau kalau gua sudah normal, dia jadi sering menertawakan "kenormalan" gua itu. Kadang sesekali dia malah menyinggung tentang Rama yang bahkan mungkin gak tahu kalau gua itu ada.
"Nih, duit hari ini," kata Andri sambil menyerahkan lembar-lembar rupiah dan kotak untuk berjualan puding yang telah kosong. Monica menghitung uang pemberian Andri, lalu menyerahkan beberapa lembar sebagai upah lelaki berkacamata tersebut.
"Lu abis ini mau langsung pulang?"
"Iya. Lagi mau bareng si abang," jawab Andri. "Btw, tadi ada temen gua yang beli puding tapi buat gebetan dia, loh!"
"Iya apa?"
"Iya, si David beli buat dikasih ke Rara, tapi gua yang ngasih. Dia gak berani. Tau kan Rara yang anak OSIS?"
"Oh, yang rambut pendek? Iya, iya, gua tau."
Andri dan Monica terus saja berbincang tentang David-Rara yang ntah siapa itu. Peduli amat sama kisah semacam ini. Lagian kenapa cupu banget sih si David itu, ngasih puding gitu doang gak berani.
"Oi, kambing dua! Dipanggil kambing satu, noh."
Kami bertiga kompak melihat ke arah suara itu. Seseorang berdiri tidak jauh dari lapangan sekolah yang membuat gua lupa rasanya jantung ini masih di tempatnya atau tidak. Ya. Rama. Kalau saja Monica tidak menyenggol lengan gua pelan, mungkin gua bakal mupeng terus-terusan.
Udara mana udara?
"Bentar, cuy, lagi bisnis," Andri setengah berteriak padanya. "Yaudah gua balik dulu, ya, bro. Keburu si Andra ngebacot. Panas kuping ntar."
"Oke. Tiati, bro!"
"Oh iya," Andri berbalik sebentar dan melirik ke arah gua. "Jangan lupa napas, Far."
Damn it, Andri!
Sepanjang jalan gua tidak bisa berpikir logis. Oh, God! Kenapa Engkau ciptakan makhluk sempurna seperti Rama di dunia ini? Hamba gagal fokus tiap ada dia.
"Mon."
"Ha?"
"Gua bisa pesen puding lu, kan?"
"Ya bisa, lah! Kan tiap hari gua jualan lu gak pernah beli. Cuma pertama kali jualan buat tester, sisanya lu ke rumah biar pudingnya gratis," cibir Monica.
"Yaudah ini gua mau beli. Tapi–"
"Tapi apaan?"
Monica menatap gua penuh tanya. Sedangkan gua hanya tersenyum sok misterius. "Kalo gua pesen puding tapi bukan buat gua, harganya sama, kan?"
-
Monica POV
Langkah gua akhirnya terhenti di depan ruangan ini. Yang sejak kemarin menjadi tempat yang paling ingin gua kunjungi hari ini. Perlahan gua mengetuk pintu lalu membuka pintu kelas ini. Kelas X-5.
"Permisi, ada yang mau beli puding, gak?"
Beberapa adik kelas ramai mendatangi gua untuk membeli. Setelah agak sepi, gua mencari-cari dimana makhluk yang bernama Rama itu. Tapi di seluruh penjuru kelas tidak ada. Bukannya kata Andri orang itu sekelas dengan kembarannya?
Gua memutuskan untuk kembali nanti atau besok untuk memberi pudingnya. Tapi saat gua akan keluar dari ruangan itu, gua malah berpapasan dengan orang mirip Andri tanpa kacamata. Ini pasti Andra.
"Lu Andra, kan?"
Terlihat kaget, tapi entah kenapa tiba-tiba dia memasang tampang senyam-senyum gak jelas. Sumpah dia mirip banget sama Andri kalau begini.
"Iya, Kak. Ada apa nyari saya?" Lho, nih bocah kegeeran bener.
"Bukan nyari lu, sih," kata gua singkat dan tegas. Gua mengeluarkan satu cup puding lagi dan segera memberikannya pada Andra.
Matanya membulat. Terlihat gugup dan salah tingkah, tapi tetap sok jaim dibalik tampang cool yang dibuat-buat. "Kalo emang mau nyari gua nga–"
"Itu buat Rama. Ada orang nitip ke gua."
Kicep kan lu. Hahahaha.
"Jangan lu makan, ya. Duit orang yang beli kasian terbuang percuma kalo yang makan bukan dia," kata gua lagi lalu pergi ke kelas lain. Meninggalkan Andra yang berdiri mematung di depan kelas seperti orang bodoh.
YOU ARE READING
Tosca
Novela JuvenilAuthor: NovemberAlpha (Nurin Alifah) x Humanbearrr (Sofwan Rafiq) Karakter: Aulia Fara Maghfirah : ekskul seni Monica Victoria Susanti : Senior Pramuka Rama Neyorka : warga sipil (non ekskul) Raden Andra Wicaksana : basket Raden Andri P...