Terdampar......??

9 2 9
                                    

.

Macan-

Aku tersadar, berusaha bangkit dari jatuhku. Terlambat, macan itu hanya 4 meter dariku.

.

.

.






.



.



Dan cerita ini pun selesai.

Tidak, aku hanya bercanda.

Dengan gemetar, aku lari menjauhi macan. Tapi, apa dayaku yang bahkan memiliki predikat anak terpendek seangkatan?? Macan itu berlari makin cepat.

Tak ada pilihan.

Tubuhku meluncur bebas ke dalam lautan. Ombak hampir saja menerjangku. Untung, tepat waktu. Buru - buru, ku muncul ke permukaan.

Sayangnya..

Itu pilihan yang fatal.

Aku hampir saja berpikir bahwa pulau ini terserang mutasi-atau apalah itu-ketika aku melihat macan itu terjun ke laut.

Macan yang pintar.

Kukayuhkan tanganku secepat mungkin. Berharap agar ombak sialan ini berhenti menerpaku. Zaya dan yang lain melihatku cemas. Sepertinya mereka ragu, antara meninggalkanku atau membantuku.

Tanpa sadar, Elise sudah menarik bajuku agar aku naik ke papannya. Zaya dan Alisa juga sudah naik. Sadar bahwa macan itu masih berenang, dengan tangkas aku naik ke papan.

Aku baru sadar, bahwa papan Elise sangat panjang.

"Pegangan!!" Teriak Elise cemas. Raut wajahnya tegang sekali. Raut wajah Zaya dan Alisa serius sekali. Sebelum aku paham dengan situasi ini, Elise sudah menarik sebuah simpul, dan dalam waktu 0.5 detik, layar lebar terbentang.

Angin laut rupanya berpihak pada kami. Dengan bantuan layar, papan seluncur Elise membelah lautan dengan mudah dan cepat. Sangat efisien. Elise dengan tegang, mengendalikan papan seluncurnya. Sebagai informasi, macan itu masih berenang.

Rupanya Elise membawa kami ke pulau pribadinya lagi. Aku tak tahu itu keputusan yang tepat atau tidak. Tapi, bukan itu yang kucemaskan. Alisa-lah yang kucemaskan.

Wajah Alisa tampak lemas sekali.

"ALISA!!! BERTAHANLAH!! ALISA!! JANGAN PINGSAAN!!" Teriak Zaya kalap. Tapi Alisa tidak memberikan respons. Aku membantu Elise mengendalikan layar.

Terlupakan, macan itu naik ke papan.

Papan seluncur Elise oleng. Macan itu menggeram. Menyadari bahwa salah satu dari mangsa-nya lengah. Bersiap menerkam.

Dengan kalap, aku menendang macan itu. Membuat betisku berdarah - darah terkena goresan taringnya. Zaya sudah mundur mendekati Elise dengan Alisa. Aku masih berhadapan dengan macan-mutasi ini.

Tiba - tiba tubuh kami terjerambab. Sudah tiba di daratan. Elise oleng. Zaya dan Alisa terjatuh. Macan itu jatuh ke laut. Sementara aku jatuh bersama Zaya dan Alisa.

Tak ada waktu untuk bersantai. Aku menghampiri Alisa. Darah mengucur sepanjang jalan yang kulewati.

Alisa masih tampak shock dan lemas. Zaya berusaha membantunya duduk. Elise sedang berusaha lepas dari papannya. Papan itu patah dua. Rusak total.

"Yu-chan, kau tak apa?? Betismu berdarah..." tanya Zaya ngeri. Aku mengangguk cepat. Menghampiri Alisa. Berusaha menggendongnya. Berhasil. Zaya membantuku.

"Elise, cepatlah!! Macan itu bisa kembali kapam saja!! Kita harus bergegas!!" Seruku kalap. Elise langsung berlari menghampiri kami. Dengan bekal pisau lipatnya(beneran pisau lipat, pisau yang bisa dilipat, tanpa fitur lainnya), kami membuat jalur ke dalam hutan. Semoga kita cepat sampai ke resort.

ImaginationWhere stories live. Discover now