TAD tiga

9.3K 1.1K 54
                                    

Warning. Bagi siapapun yang memiliki teman dengan ciri-ciri tidak tahu malu, apapun yang tidak merugikan diri sendiri dilakukan demi uang, dan fakir gratisan, harap segera dienyahkan. Manusia seperti itu sangatlah berbahaya, mengancam rasa malu anda tergadaikan. Jangan sampai apa yang aku alami sekarang kalian alami juga. Saat bertemu dengan Yaumi dulu, aku khilaf tidak menendangnya.

"Mana ya? Mana ya?"

"Nggak ada Um, yuk balik aja yuk."

Yaumi berjengit. "Ogah. Aku rela mandi subuh-subuh biar bisa ke sini pagi-pagi, demi semangkuk buryam gratis tauk. Ogah banget perut belum kenyang udah pulang. Rugii cuy!"

Aku menghela napas pasrah. Mau ditaruh di mana mukaku ini kalau sampai orang yang ditunggu itu benar datang. Semakin kesenengan dia pagi-pagi sudah disuguhi bahan lelucon. Siapapun tolonglah aku ini.

"Nah itu dia. Ayo Prill siapin senyum termanismu, kalau perlu pakai biang gula," perintah Yaumi semangat.

Benar saja, dari arah koridor belakang dia melangkah sambil bermain handphone. Rambutnya masih basah. Kemeja biru navynya masih rapi bekas setrikaan.

"Buryam gratis, buryam gratis," dendang Yaumi.

"Kamu kok tahu kalau Dokter Ali pagi ini bakal ke sini, Um?"

"Yah. Ke mana aja sih kamu Prill? Seluruh orang rumah sakit juga tahu keles. Tiga bulan kerja di sini Dokter Ali tidak pernah melewatkan sarapannya di kantin sini. Ya kecuali dia sedang off."

"Kok aku nggak tahu?"

"Makanya update dong. Jangan sarapan mie instan terus tiap hari."

"Kayak situ kagak aja Buk?"

Yaumi cengengesan tidak mempedulikan ucapanku barusan. Heboh, dia melambai-lambaikan tangannya membalas lambaian tangan Ali. Kedua sudut bibir laki-laki itu sudah tertarik lebar ke samping, memamerkan gigi rapinya.

"Wah. Mimpi apa ya semalam pagi-pagi sudah ketemu bidan-bidan cantik ini. Selamat pagi Mbak Yaumi?"

"Pagi Dokter Ali," sambut Yaumi ceria. Astaga.

"Pagi Mbak Prilly?"

"Hmm, pagi. Aduh!" Aku melotot pada Yaumi yang tiba-tiba saja mencubit pahaku.

Dia sedang melotot juga. "Manis dikit dong," gumamnya lirih. "Demi buryam gratis nih!"

Bangsitun!

"Masih sama ternyata."

Jawaban lirihnya membuatku menoleh langsung menatap matanya. "Maksudnya? Sama apanya?"

Ali mengulum senyum. "Sama juteknya."

"Dih."

"Jutek aja cantik, apalagi senyum. Ya nggak Um?"

Yaumi mengangguk mantap. "Prilly jutek aja Dokter suka. Apalagi Prilly senyum, bisa cinta tuh."

"Sampah!" makiku. Ini teman siapa sih?

Ali tertawa lepas tidak peduli menjadi tontonan pengunjung kantin. "Haduhh ... Yaumi tau aja. Ngomong-ngomong sudah pesan makanan?"

"Belum Dokter," jawab Yaumi cepat. Pasti dia sekarang sedang sorak sorai dalam hati akhirnya pertanyaan yang dia tunggu-tunggu datang juga.

The annoying doctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang