Author POV
Maudy menatap jam tangannya, jam menunjukkan pukul 14.30 sementara lawan balapannya belum juga datang. Sebentar lagi akan masuk waktu asar.
"Nay, mana si lawannya? Udah mau masuk asar ni," protes Maudy membuat Naya menghela nafasnya kasar.
"Sabar, Dy. Inget QS. Al-Baqoroh ayat 153!"
"Naya ketularan gue. Okesip," gumam Maudy dalam hati. Ia senang jika ada seseorang yang mau mendengarkannya.
"Urakan kok inget solat?" Tanya Julian, pacar Naya.
"Kenapa? Gak boleh? Kalo mau masuk neraka jangan ngajak-ngajak gue," bales Maudy menatap Julian tajam.
"Lian, ayahnya Maudy itu kyai besar jadi dia gitu," bisik Naya membuat Julian mengangguk-anggukan kepalanya.
Kemudian, datang salah satu gangster yang Maudy yakini itu lawannya.
"Lambat! Mulai langsung Nay!" Suruh Maudy, Naya mengedipkan sebelah matanya.
"Okey. 1.., 2.., 3.., let's go!"
Maudy mengendarai dengan kecepatan yang terbilang cepat. Dan raut mukanya hanya santai. Tidak seperti Rian yang penuh dengan kemarahan dan ambisi untuk menang.
Maudy melepaskan helmnya saat sampai di garis finish. Ia tersenyum remeh menatap Rian yang baru datang.
"Kasih bro hadiahnya buat dia!" Ujar Rian seraya melepas helmnya.
"5 juta," Maudy mengambilnya dan memberikannya pada Naya.
"Lain kali liat dulu siapa yang kalian lawan! Btw, kalian kalah setelah kita kesel nunggu. Karma tuh namanya," cerca Naya kepada Rian.
"Islam tidak mengenal karma, Nay," ralat Maudy membuat Naya menghela nafas jengah.
"Cabut!" Suruh Rian kepada seluruh anggota geng motornya.
"Oh iya! Lo Maudy minggu besok kita akan balapan lagi. Boss gue mau ketemu lo," ucap Rian lalu pergi.
Maudy menatap jam tangannya.
"Gue balik, sini uangnya!" Naya memberukan uangnya kepada Maudy. "Gue duluan. Asslamu'alaikum."
"Walaikumsalam."
Maudy melajukan motornya meninggalkan Naya dan Julian.
***
Maudy memarkirkan motornya dihalaman pesantren. Baik santriwan maupun santriwati menatap Maudy dengan tatapan memuja, terlebih para santriwan. Memang harus diakui bahwa Maudy cantik.
"Astagfirullah. Kalian ngapain disini? Ingat, menatap orang yang bukan muhrim itu dosa!" Tegur Rendy saat melihat sekelompok santriwan yang asik melihat Maudy.
"Pak ustad?"
"Ayo pergi! Jangan menatapnya terus!" Kelima santriwan itu pun pergi. Rendy mendekati Maudy yang masih berada diatas motornya.
"Kamu ini anak kyai besar. Kamu gak pantas seperti ini," celoteh Rendy membuat Maudy membuang muka.
"Anak kyai besar juga manusia," balasnya dengan tatapan remeh.
"Kamu balapan lagi?" Maudy mengangguk. "Mau jadi apa sih kamu?"
"Penerus Valentino Rossi," balas Maudy meninggalkan Rendy yang menggeleng sabar melihat sifat adik perempuannya itu.
Maudy POV
Lucu tau liat Kak Rendy marah. Untung dia gak ngeluarin dalil qur'an atau hadist. Lagian ya, kan kasian kalo si babang rossi gak ada peneruss.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak Kyai
RandomPinter tajwid, khatam al-qur'an, hafal hadist, semua mengikuti kriteria "Anak Kyai" tapi perawakan dan sifatnya berbeda. Meskipun mengerti hukum islam, tapi Maudy tetaplah Maudy. Dia mengamalkan dengan perawakan yang gaul abis. Alasannya hanya satu...