01

1K 22 0
                                    

Author POV

"Astagfirullah, Maudy! Ini udah pagi. Bangun dek!"

Rendy membuka jendela sehingga pantulan cahaya masuk mengganggu tidur Maudy.

"Ahh, ganggu!" Gumam Maudy yang terdengar oleh Rendy.

"Kuliah dek!" Ujar Rendy mendekati Maudy yang masih menutup matanya.

"Nanti jam 10, ini masih pagi," balas Maudy membuat Rendy menghela nafasnya kasar.

Rendy duduk dipinggir ranjang. Ia menatap Maudy intens. Maudy mengerucutkan bibirnya seraya bangkit dari tidurnya.

"Nanti ketauan abi dek. Tau sendiri kan abi gimana? Yuk, bangun!"

Maudy mengucek matanya berulang kali.

"Gak ngurus! Udah sana, kan biasanya kakak ngajar. Masih ngantuk," balas Maudy mendorong Rendy halus.

Rendy bangkit dan menatap Maudy lagi.

"Mandi cepet!" Rendy keluar dari kamar Maudy.

Maudy pasrah, jika sudah begitu Rendy pasti akan marah. Dan perlu diketahui marahnya Rendy itu bahaya. Bisa-bisa pesantren abis ditelen Rendy.

Maudy mengambil handuknya lalu berjalan ke kamar mandi dengan malas.

Maudy POV

Dikit lagi. Dan ya, perfect. Saatnya turun.

Gue langsung ke dapur. Disana ada Zahra, adek gue.

"Kakak baru bangun?"

Masih kecil udah tau basa-basi. Gue gak suka basa-basi.

"Gak liat!" Bales gue dan Zahra langsung senyum.

Perhatian gue teralihkan ke meja makan. Banyak banget makanan dan keliatannya enak-enak.

"Ini yang bikin siapa?" Tanya gue.

"Kak Rendy. Kakak mau makan?"

Gue tatep makanan itu lama banget. Keliatannya enak, tapi kalo buatan Kak Rendy pasti asin.

"Kok banyak banget? Kan biasanya juga dikit?" Gue duduk di kursi dan Zahra mendekat seraya membawa rantang.

"Ini tuh buat anak santri," gue natep Zahra aneh.

Anak santri makan yang asin. Kak Rendy gak takut nama baiknya rusak? Eh tapi lucu juga kalo pada keasinan.

"Hahaha, lo bilang buat anak santri? Kok Kak Rendy yang bikin?" Zahra cuma geleng-geleng.

Dipesantren emang gitu. Makan pagi, siang, malem dijatah. Tapi kalo laper, alamat bikin sendiri.

Naya

Lo berangkat kapan? Cepet ke kampus deh!

Naya, salah satu kenalan gue. Orangnya sama urakan. Tapi bedanya dia bukan anak kyai besar.

Ada apaan? Penting ga?

Gue natep Zahra yang sibuk bawa 5 rantang yang isinya ayam semua.

"Kalo susah, minta bantu dong!" Gue ngedeket dan ambil alih 3 rantang. Zahra cuma senyum lagi.

"Kak gak pake hijab?" Gue langsung noleh ke Zahra.

"Ga, gue belum sadar. Masih khilaf," gue langsung keluar diikuti Zahra yang terkeleh denger ucapan gue.

"Kakak akan terus khilaf?" Gue natep Zahra lagi. Ni anak masih kecil udah kepo.

Anak KyaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang