bagian empat.

1.1K 120 12
                                    

***

Salju turun menyelimuti Kota Seoul sejak kemarin. Udara dingin yang menyeruak kedalam, membuat setiap orang dengan setia memegang remote penghangat ruang. Kendaraan masih tetap memadati setiap jalanan di kota besar itu. Pejalan kaki juga tetap memenuhi trotoar beraspal abu dipinggir jalan raya.

Beralih kesebuah apartemen mewah yang pemiliknya sudah sibuk didepan kaca masing-masing. Sang pria sibuk dengan dasi hitam bermotif garis putih yang melilit kerah kemeja putihnya. Sedang sang wanita sibuk memoleskan bibir dengan lipgloss pink dan segala tetek-bengeknya makeup. Hingga keduanya merasa siap dan segera turun menuju meja makan yang sudah tersedia hidangan khas sarapan. Roti sandwich dengan porsi cukup banyak, mengingat hanya dua orang yang akan memakannya.

"Maaf hanya ini." Ujar sang wanita dengan cengiran khasnya. Tak lain dan tak bukan adalah Irene.

Lelaki didepannya tersenyum lembut, tentu saja Sehun. "Aku tak mempermasalahkannya. Yang penting cukup untuk mengganjal perut kita, Rene." Wanita dengan rambut hitam itu terkekeh pelan, lebih kepada tersipu mungkin?

Haha, lucu sekali.

"Hun, salju turun deras. Apa tidak sebaiknya kau tinggal dirumah saja? Tidak baik untuk kesehatan. Lagian aku hanya kuliah pagi, kau bisa menungguku sambil menggarap laporan-laporan perusahaan dirumah." Dengan nada penuh perhatian, Irene mengucapkan serentetan kalimat seperti seorang ibu pada anaknya.

Sehun mengerutkan keningnya, bingung. "Tidak bisa Nona Irene. Ini baru hari keduaku bekerja. Ini hanya salju, oh ayolah bahkan aku sangat suka dengan salju. Harusnya aku yang mengucapkan ini padamu. Kuliah bisa ditinggal kan? Hanya sehari saja kurasa tidak akan masalah." Irene terdiam setelahnya. Merasa perkataan Sehun membuatnya kalah telak.

"Baiklah, kita sama-sama pergi saja hari ini. Aku kuliah dan kau bekerja. Setuju?" Sehun terkekeh mendengar penuturan sang istri yang menurutnya sering berubah-ubah.

"Ada apa denganmu, Rene? Kenapa jadi bingung. Yasudah aku menurut. Setuju, tapi aku akan mengantarmu kuliah. Nanti pulangnya aku jemput." Ujar Sehun semenit kemudian yang langsung dibalas anggukan mantap oleh Irene, sambil menunjukkan cengiran khasnya.

Beberapa sekon berganti dan kini mereka tengah duduk didalam mobil yang sudah melaju menembus salju Kota Seoul. Irene membaca buku tebal yang membuat Sehun serasa ingin muntah hanya dengan melihatnya. Buku yang berisi berbagai penyakit dengan luka-luka bermacam bentuk.

"Rene, kau tidak mual membacanya?" Sehun menatap Irene sekilas dan kembali fokus pada jalanan.

Merasa diajak bicara, Irene langsung menoleh ke arah Sehun. Tersenyum sedetik kemudian. "Enggak lah Hun. Resiko ditanggung penumpang kan? Ini pilihanku, jadi resikonya ya ini." Sehun mangut-mangut menanggapi perkataan sang istri.

10 menit berlalu, dan kini mereka tengah memasuki gerbang utama Universitas Seoul. Sehun melajukan mobilnya hingga berada tepat didepan gedung fakultas Kedokteran, cukup membuat heran wanita disebelahnya.

"Kenapa sampai sini? Bisa didepan gerbang utama saja kok." Irene menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"Tidak masalah, daripada kau harus berjalan ditengah udara dingin. Kalau kau sakit aku yang repot." Mengatakan maksud yang sebenarnya bukan hanya itu, Sehun ingin lebih berlama-lama dengan Irene. Entalah, dirinya telah merasa sangat nyaman hampir 4 hari ini bersama Irene.

"Aku turun ya. Makasih sudah mengantarkanku, suamiku?" Wanita 25 tahun ini mengecilkan suara pada kalimat terakhir, memandang obyek yang diajak bicara dengan malu-malu.

Gerp.

Sehun meraih tangan Irene sebelum istrinya itu benar-benar keluar dari mobil. Mengecup singkat bibir pink yang cukup membuatnya kecanduan, sejak pertama kali ia merasakannya ketika hari pernikahan.

LUVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang