bagian tujuh.

706 94 4
                                    

***

Terkadang seseorang butuh jatuh terlebih dulu sebelum memahami apa filosofi kehidupan yang sebenarnya. Seperti angin yang datang berhembus, pergi lalu datang lagi. Begitu pula hidup, kita tidak akan pernah tau kemana angin akan membawa ini semua, dan kemana akhir dari ujung setiap ujung kehidupan.

Setiap orang butuh distraksi untuk menghiraukan hal yang datang pada hidupnya. Setiap orang butuh orang lain untuk menemaninya dalam menemukan titik nyaman dalam proses peralihan 'jatuh' yang telah dialami.

Percaya atau tidak. Kadang dengan orang itu hanya menemani kita duduk, berbincang sambil meminum kopi sudah bisa mengembalikan beberapa hal yang tadinya terpecah. Begitu pula dengan perempuan itu. Ya, perempuan yang beberapa waktu lalu, tepatnya 1 tahun lalu, harus terpuruk karna kehilangan orang yang disayanginya, ralat, sangat sangat disayanginya.

Dan apa kalian tau? Ayah Irene tidak sakit, tidak pula mengalami hal-hal yang membuatnya harus pergi secepat itu. Beliau juga tidak mengalami serangan mendadak yang membuatnya harus menghadap Tuhan terlebih dulu.

Bukan.

Bukan karena hal-hal diatas.

Sering mendengar kalimat, "Orang baik akan dipanggil terlebih dulu oleh yang Maha Kuasa"?

Pernah, kan?

Ya, mungkin itu yang terjadi pada beliau. Hanya pamit untuk tidur di malam hari, lalu paginya tidak terbangun. Tidak ada ucapan "selamat tinggal," atau "maafkan aku", "aku mencintaimu" atau ucapan perpisahan dalam bentuk apapun. Beliau hanya mengucapkan sesuatu di hari sebelum Tuhan mengambilnya.

"Irene sudah lama tidak main kesini ya, Bu." Ujarnya sore itu. Yang menjadi sore terakhir bersama sang istri. Beliau membahas tentang Irene yang sudah jarang 'main' kesana semenjak menikah. Pun beliau menyebut 'main' karena Ayah tau kalau tempat Irene pulang bukan lagi kesana. Rumah Irene bukan lagi disana dan kadang beliau harus sedih mengetahui fakta tersebut.

Nyonya Bae hanya tersenyum sebelum akhirnya berkata, "Dia sudah bersama orang baik. Laki-laki pilihan kita yang sangat bertanggung jawab. Tidak usah khawatir, mungkin besok dia akan mampir sebelum kekampus. Sehun harus ke London, dan dia sendirian dirumah."

"Lalu kalau besok mungkin aku tidak ada dirumah bagaimana?" Suara Ayah terdengar lirih ditelinga Nyonya Bae.

"Memang kau mau kemana?" Entah kenapa, sore itu Nyonya Bae hanya menganggap perkataan Ayah bukan sesuatu yang serius.

"Ya siapa tau aku akan pergi jauh." Dan percakapan berakhir.

Sudah.

Hanya seperti itu saja. Dan semua tidak akan terasa seperti firasat apapun, kalau keadaan tidak memunculkan firasat itu.

"Tuhan baik pada kita." Hanya itu yang bisa Nyonya Bae ucapkan untuk menghadirkan sugesti baik pada pemikirannya.

***

Irene berlari menyusuri koridor rumah sakit yang satu bulan terakhir telah menjadi rumah keduanya.

Ya, dia telah menyelesaikan sekolah kedokterannya dengan cepat setelah kejadian yang terjadi pada ayahnya. Hasilnya, dia berhasil lulus dengan nilai cumlaude dan bekerja disalah satu rumah sakit yang ada di Seoul.

Dengan terengah Irene menggelung rambutnya tinggi-tinggi dan memakai kacamatanya. Baru saja dia tiba di rumah sakit pada pukul 10:00 karena bangun kesiangan, dan sialnya Sehun tidak ada ketika dia pergi meninggalkan rumah. Keduanya baru tidur pukul 4 pagi ketika selesai melakukan 'itu'. Alhasil, Irene harus bangun karena sebuah panggilan mendadak dari rumah sakit untuk melakukan operasi. Bahkan dia tidak sempat meninggalkan pesan apapun pada Sehun, untuk menghubungi suaminya saja Irene sudah tidak memiliki waktu.

LUVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang