3. Pekerjaan Baru

11.1K 1.4K 30
                                    

"Ayaaaaaahhhh."

Troy berlari dan menjerit senang melihat seorang pria yang baru saja memasuki rumah besar ini tanpa Daya sadari.

"Halo Jagoan! Lagi apa? Eyang Uti kemana?" Tanya pria itu belum melihat Daya yang tengah duduk di ruang tamu dan sibuk meremas tangannya sendiri demi menenangkan jantungnya yang berdetak cepat, serangan gugup dan panik di saat yang bersamaan.

"Yang Uti lagi masak, aku lagi main sama kakak itu." Troy mengarahkan jarinya ke Daya yang mengangkat wajahnya dan tersenyum.

Pria itu, berusia di awal tiga puluhan, Daya berani jamin. Tubuhnya yang tinggi, ramping, cukup berotot dan tegap, menandakan bahwa jadwal ke gym sudah pasti rutin dilakukannya setiap minggu. Kulitnya kecoklatan bersih sangat kontras dengan bocah dalam gendongannya yang putih seperti susu.

Hidungnya mancung dan mencuat di ujung sangat manis dan serasi dengan bibir kecilnya yang agak tebal menghitam, perokok aktif. Matanya juga berbeda dengan Troy, jika anak itu memiliki mata yang bulat dan besar seperti Daya, lain dengan ayahnya yang bermata kecil dan dan menjorok ke dalam. Singkatnya, pria ini tampan dan aura kebapakkan yang kental menguar begitu saja dari caranya menatap Troy dan tersenyum pada Daya.

"Yang dibilang Siska kemarin ya?" Pria itu kini berdiri tak jauh dari sofa yang berhadapan dengan Daya.

Daya berdiri dan mengulurkan tangannya, "Iya Pak, saya Daya. Teman Siska."

"Taksa Ezra. Silakan duduk."

Pria itu membalas uluran tangan Daya, singkat dan tegas. Lalu melambaikan tangannya ke arah sofa mempersilahkan Daya untuk kembali ke posisi awalnya.

"Saya hanya punya waktu sampai jam 2 Daya, ehm...saya persingkat deh ya. Kamu bisa menemani Troy 24/7?"

"Setiap hari dalam seminggu?" Ezra mengangguk mantap, senyuman tak lepas dari wajahnya yang tampan. "B-bbisa, Pak."

"Oke. Sebenarnya kami tidak tinggal disini, uhm. Kami tinggal di perumahan tidak jauh dari kantor saya. Sementara tidak ada pengasuh maka Troy saya titipkan dengan Ibu. Tapi ibu juga tidak bisa urus Troy setiap hari. Ditambah kesehatan ayah saya belakangan ini kurang baik, membuat ibu sangat kerepotan." Ezra mengetuk-ngetukkan jarinya di atas meja, seraya berpikir. "Kamu keberatan kalau tinggal dengan kami? Karena saya akan sering tidak pulang dan meninggalkan Troy beberapa hari."

Istrinya kemana?

Meski bingung, Daya mengangguk. Toh ia memang sedang ingin bersembunyi dari dunianya Boy, takut-takut jika pria itu kembali dan menariknya lagi untuk terlibat.

"Untuk gaji. Terakhir kamu mendapatkan gaji berapa? Jangan salah paham, saya hanya ingin mengetahui seberapa besar pengalaman kamu."

Daya menelan ludahnya dengan sulit, "t--ttujuhh juta, Pak."

"Oke tujuh---APA?" Ezra tersentak mendengar gaji pengasuh sebesar itu. Kerja dimana dia sebelumnya?

"Di Negara mana? Kamu pernah kerja di luar?" Tanya Ezra lagi.

Daya kikuk, "b-bbukan Pak, tapi pekerjaan saya terakhir itu." Daya merasa mulutnya kering, "sekretaris."

Ezra menatapnya tidak percaya, kemudian ia berhasil mengendalikan keterkejutannya. Alisnya terangkat satu, kedua lengannya menautkan jari-jari di atas meja sekarang. Daya sudah yakin akan membuat calon bosnya terkejut jika mengetahui nominal yang rutin mengalir di rekeningnya sebelum masalah ini terjadi. Daya hanya berani menyebutkan gaji pokok saja, agar pria di hadapannya tidak mempermasalahkan dan berpikir bahwa Daya keberatan dengan berapapun gaji yang ditawarkan.

Bu Elisa datang dari arah dapur, mengajak Troy, Ezra dan Daya untuk makan siang.

"Nanti kita lanjutkan, sekarang ikut makan siang dulu saja."

Sepasang Sayap [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang