18. bad luck brings good luck

35 5 0
                                    

Anggi berjalan dengan cepat menuju parkiran sepedanya. Anggi masih kesal dengan Juna dan Dika. Karena itu kini ia meninggalkan Juna yang sedang berteriak memanggilnya.

Akhirnya Anggi berlari karena tak mau Juna mengejarnya. Tahu sendiri bagaimana gadis itu berlari. Mana mungkin Juna bisa mengejarnya.

Setelah di parkiran dengan cepat Anggi mengeluarkan sepedanya. Juna terlambat. Karena setelah ia sampai di parkiran, Anggi sudah melaju cepat keluar sekolah.

Anggi sudah lumayan jauh dari sekolah karena memang ia memacu sepedanya selalu cepat. Takut-takut kalau Juna menyusul. Tapi tak mungkin juga sih. Skill naik sepeda laki-laki itu masih berbanding jauh dengan Anggi.

Anggi menoleh ke belakang memastikan Juna tak mengejarnya. Ia menghela napas saat ia tahu tak ada Juna disana. Sumpah! Rasanya Anggi ingin sekali menonjok Juna dan Dika. Karena itu ia memilih menjauhi Juna saat ini.

Anggi pun memelankan laju sepedanya. Ia sedang tak ingin menghabiskan energinya untuk mengayuh sepeda.

Namun saat sedang asik menggoes sepeda, tiba-tiba pedal sepeda terasa mencelos. Anggi menolehkan kepalanya kearah rantai sepeda untuk memastikan. Ternyata benar, rantai sepedanya copot.

Dengan kesal Anggi meminggirkan sepedanya dan turun dari sepeda. Ia mengecek keadaan rantai sepedanya dengan malas-malasan.

Betapa sialnya Anggi saat ini. Ternyata rantainya tak hanya copot. Tapi putus!

'Kalo putus gini gue mah gak bisa benerin' umpat Anggi dalam hatinya, kesal.

Anggi kembali berdiri dari posisi jongkoknya tadi. Ia menendang pelan ban sepedanya kesal. Anggi mengedarkan pandangannya ke segala arah mencari bengkel terdekat.

Matanya menangkap plang bertuliskan bengkel diarah utara kurang lebih 500 meter dari tempatnya sekarang. Dengan malas-malasan Anggi mengeret sepedanya menuju tempat itu.

Tak lupa ia menyumpah serapahi kedua temannya, Juna dan Dika yang ia anggap sebagai pembawa sial untuknya hari ini. Dengan wajah tertekuk 12 lipat Anggi membawa sepedanya ke bengkel tersebut. Lumayan jauh tapi tak ada bengkel lain di tempatnya kini.

Banyak orang seliwengan dan tak jarang adalah teman sekolahnya, namun tak ada satupun yang berniat menolong Anggi. Ah, Anggi juga tidak memohon pertolongan mereka.

- - -

Vano menjalankan mobilnya perlahan karena Putri--kakaknya terus memperingati untuk tidak ngebut-ngebut. Ya, Vano baru saja menjemput Putri dari sekolahnya.

"Pelan-pelan aja, Van. Gak usah belagu ngebut-ngebut. Kalo ketabrakan kan gue juga kena" ucap Putri sudah kesekian kalinya.

Vano menghela napas jengah. Entah sudah berapa kali Putri memperingatinya begitu. Putri sama sekali belum percaya kalau Vano sudah bisa bawa mobil. Makanya ia selalu menolak untuk naik mobil dengan Vano.

"Bawel banget sih. Kalo takut, turun aja" sahut Vano sarkastik.

Putri tak menyahuti Vano. Ia hanya merengutkan wajahnya kesal. Tentu saja ia takut. Vano sudah diizinkan mengendarai mobil saat usia lelaki itu baru berusia 15 tahun. Padahal pada usia tersebut Vano belum pantas mengendarai mobil, menurutnya. Bahkan ayahnya mengajari lelaki itu-- Vano hanya dalam jangka waktu kurang dari sebulan. Dan secepat itu ayahnya memercayai Vano untuk mengendarai mobil.

Mata Vano menangkap sebuah siluet yang tadi siang bersamanya kini sedang mendorong sepeda. Vano mengernyitkan keningnya.

'Kenapa sepedanya digeret gitu? Biasanya kebut-kebutan' batin Vano mempertanyakan apa yang ia lihat didepan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Imma Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang