6. peringatan

41 10 1
                                    

"Van, meskipun ayah bilang lu harus jagain gue, tapi gue gak mau ya kalo sampe lu ngikutin gue terus" Putri terus memperingati Vano supaya tidak perlu mengikutinya kemana-mana.

"Uhm..gimana ya Put. Amanah tuh, gue gak bisa langgar" balas Vano dengan nada bergurau. Putri mendengarnya hanya mendorong bahu Vano sampai setirnya oleng sedikit.

Mereka masih dalam perjalanan dengan mobil baru Vano. Uhm, tidak benar-benar baru sih. Mobil itu sempat dipakai ayahnya beberapa minggu sebelum diberikan pada Vano.

Beberapa menit kemudian, mereka akhirnya sampai didepan sekolah Putri. Mereka memang hanya terpaut satu tahun. Tepatnya Putri yang lebih tua. Dan mereka juga bersekolah di sekolah yang beda.

"Pulang sekolah, gue jemput" ucap Vano tepat sebelum Putri menutup pintu mobil.

"Gak usah Van, gue bareng temen gue" cegah Putri seraya memunculkan kepalanya untuk melihat Vano. Seakan memberitahu kalau ia serius.

"Uhm, liat nanti deh. Tapi pasti gue bakal lewat sini buat liat lu" balas Vano. Lalu setelah itu mobilnya pun melaju. Menuju sekolahnya.

- - -

Sebuah mobil dan dua buah sepeda memasuki gerbang DIRENIA HIGHSCHOOL bersamaan, tanpa mereka sadari. Si pengemudi mobil memarkirkan mobilnya di parkiran khusus mobil dan 2 orang dengan sepedanya itu berniat parkir ditempat parkir khusus sepeda.

Setelah kendaraan mereka terparkir sempurna, mereka pun langsung berjalan menuju kelas masing-masing.

Anggi dan Juna berlomba masuk kedalam kelas. Tentu saja mereka berlari dan membuat kerusuhan untuk beberapa saat. And as usual! Anggi win!

"Pagi-pagi udah kalah!" Anggi menepuk-nepuk bahu Juna yang baru saja sampai dengan nafas terengah. "Payah lu"

"Gue belum sarapan, Gi" balas Juna masih terengah. Sarapan. Anggi jadi ingat saat tadi sarapan dengan mamanya.

"Yaudah! Kantin yuk" ajak Anggi. "Gimana kalo yang kalah lari traktir yang menang?"

Anggi sudah bersiap untuk berlari namun secepat kilat Juna menahan Anggi dengan tangannya. Anggi yang bingung mengernyitkan dahinya.

"Kenapa Jun? Takut kalah?" Tanya Anggi menantang Juna.

"Iya, gue takut kalah" jawab Juna akhirnya. Jawaban Juna justru makin membuat Anggi bingung. Biasanya Juna akan langsung membalas tantangannya. Tapi ada apa dengan Juna?

"Jun, lu kenapa?"

"Pulang sekolah gue mau ngajak Putri jalan. Kalo uangnya dipake traktir lu yang ada gue gak jadi jalan" Juna memasang wajah sedihnya. Uhm, entahlah. Itu terlihat sedih.

"Ya ampun bro" lagi dan lagi. Anggi menepuk-nepuk bahu Juna. Kali ini seakan ia bisa mentransfer semangat untuk Juna. "Lu cinta banget sih sama Putri. Ya, baguslah. Seenggaknya lu boleh nakal. Tapi jangan sampe nyakitin cewek. Okay??"

Juna memperlihatkan senyum miringnya. Setelah itu mengangguk.

"Hashtag Anggi bijak" celetuk Juna. Anggi yang mendengarnya lantas memukul dada Juna dengan kepalannya. Meski tidak begitu keras, namun tetap saja sakit.

"Sialan"

"Yaa gapapa deh bijak. Kan kasian kalo mukanya sampe kayak kemaren. Mupeng punya pacar" kata Juna diakhiri tawa kerasnya.

Tidak tinggal diam. Anggi langsung mencubiti perut, tangan, dan paha Juna sampai cowok itu meringis. Tapi tak jarang juga Juna tertawa karena geli saat Anggi mencubit perutnya. Tepatnya dibagian pinggang. Mereka saling kejar-kejaran didalam kelas sehingga membuat kerusuhan.

Imma Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang