MISI YANG GAGAL

24 1 0
                                    

Bulir-bulir keringat menetes dari rahang wajah Cassandra. Otot kaki perempuan yang bekerja sebagai model tersebut tengah bekerja mengayuh tekanan yang diberikan alat Eliptical Machine, alat pelatih kekuatan otot kaki.

Bayu menyaksikannya dari kaca transparan. Lelaki bertubuh proporsional itu terdiam sesaat. Memperhatikan Cassandra dari belakang. Tubuh yang sintal itu bergerak-gerak teratur. Tidak satu senti pun bagian tubuh Cassandra bebas membesar atau mengecil tanpa pengawasan yang ketat. Ia menarik napas dalam lagi.

"Hai, sapanya." Suasana canggung masih terasa sejak peristiwa dua hari lalu.

Cassandra menoleh ke sisi kanan.
"Hai," ia tersenyum.

Bayu melakukan peregangan. Dari kepala hingga kaki. Otot-otot tubuhnya bermunculan satu per satu. Cassandra mencuri pandang beberapa kali. Kelak, di waktu yang telah ia tentukan, sosok teduh dan bijak  itu akan tumbuh di taman yang ia bangun. Cassandra telah melewati waktu yang panjang untuk menyusun segalanya agar sempurna. Dengan cara yang ia tentukan. Meskipun, mungkin ini agak sedikit menyakitkan untuk Bayu. Namun, Cassandra tahu siapa Bayu dan cara memperlakukannya. 

***

Mata Bayu melebar. Gadis yang beberapa hari lalu memergokinya, kini berdiri di depan rumahnya. Dia pikir sejak kejadian itu, ia bisa melupakan rasa malu kala itu dalam-dalam.

Bayu menekan klakson cukup panjang.
   
    "Aaaaaaaw aw aw," gadis itu berteriak-teriak berisik. Lalu menjauh memberi jalan. Tapi, ia masih tidak pergi.

Bayu sudah pernah menghadapi profesor Shiro Matsugata  yang terkenal freak di kampusnya, sudah pula menangani  1001 keluhan pelanggan, tapi menghadapi perempuan asing yang kemungkinan besar melihatnya kala memikirkan masalah dan sekarang perempuan itu ada di depan rumahnya sedang menjerit-jerit nyaring?

Bayu berusaha bersikap bisa saat membuka pintu pagar. Ia seolah tak melihat perempuan itu. Pelan-pelan mobilnya masuk. Gadis itu mengikuti ke dalam. Kening Bayu berkerut.

"Aaaa, kenalkan aku Pelita. Aku tinggal di dekat sini. Dan aku sudah mencatat rutinitas Anda," napas Pelita tersengal-sengal.

"Eh, maaf, apa?" Gadis di depannya sepertinya kurang waras.

"Begini. Begini. Sejak kejadian lalu, aku mengamati rutinitas Anda. Anda berangkat pagi pukul 08.00 pulang pukul 19.00. Dan sekitar dua minggu sekali ada tukang bersih-bersih berkunjung. Jadi... eh... jadi saya ingin mengajukan diri jadi asisten bersih-bersih. Bolehkah? Boleh. Boleh. Boleh ya?" Pelita meluncurkan ide yang sudah lama ia pikirkan.

"What? Jadwal hidup, tukang bersih-bersih?" Kepala Bayu terlihat kesulitan mencerna. Adakah hal lain di dunia ini yang lebih tidak  masuk akal. Namun, Bayu bersyukur gadis itu tak membahas lebih lanjut kejadian yang lalu.

"Maaf, saya tak kenal Anda." Ia melangkah menuju pintu masuk.

Tangan Pelita refleks mendorong pintu itu. Berusaha masuk. Bayu menahan pintunya. Kalau yang dihadapinya lelaki, tentu Bayu akan dengan senang hati menjepit sebagian tubuh itu dengan daun pintu. Tapi ini perempuan. Apa kata dunia kalau ia tertangkap basah berseteru dengan perempuan?

"Tolonglah, aku baru lulus kuliah dan belum punya pekerjaan. Kontrakanku  belum kubayar."

"Bohong, harga rumah di sini lumayan mahal. Untuk apa orang yang sanggup menyewa tempat tinggal seperti kamu harus mencari pekerjaan." Bayu menekan kembali pintunya. Ia mengatur tekanan agar tidak menciderai Pelita. 

Pelita terdiam sejenak. Otaknya kembali bekerja. Lulusan Birmingham University, pernah menuntaskan jurusan sastra anak pula, seperti Pelita tidak akan menyerah begitu saja. Imajinasi di kepalanya tersedia berlimpah-limpah. Sudah terbukti kan, banyak tulisan Pelita yang dimuat di koran di Inggris.

"Itu kontrakan berbiaya murah. Pemiliknya hanya ingin agar rumah itu tak kosong, tolonglah. Aku tinggal jauh dari orang tua," rengek Pelita.

"Aaaaaaaak, jahat-jahat. Kamu jahat apa itu?" Pelita menjerit keras melihat buku Hans Christian Andersen di belakang pintu. 

Bayu kaget. Ia melepaskan tangannya dari pintu. Pelita tergopoh-gopoh mengambil buku. Bayu mendelik. Kenapa petugas yang ia minta membersihkan rumah  bisa lengah dan lupa membereskan buku itu.

"Jangan menaruh buku sembarangan. Kalau tidak suka bisa dikasih ke orang," pelita memegang buku itu dan meniup-niup sampulnya, seolah-olah buku itu adalah anak kecil yang baru saja menangis keras akibat terjatuh. 

Bayu segera mendorong Pelita keluar.
"Tidak usah berlebihan. Silakan ambil bukunya, dan jangan kembali lagi ya." Bayu menutup pintu. Sukses. Ia lega.

Pelita kaget. Ia segera membalikkan badan dan mencoba mengetuk jendela. Namun percuma. Pelita menendang pintu itu. 

"Auuu, aduuh."

"Sial, pintu jati rupanya," lirihnya. Pelita menoleh ke dalam, berharap lelaki di dalam sana mengubah pikirannya. Hingga Pelita bosan, tak ada sosok yang muncul. 

Agak tertatih, Pelita melangkah menjauh. 

Misi pertama : gagal.

Tapi, Pelita tidak akan pernah menyerah untuk apa pun yang ia inginkan. 

KOKI HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang