SA-2: Dicium Bryan?

58 13 21
                                    

Aku mendecak kesal dan mengibas-ngibaskan rokku yang sedikit kotor karena terkena genangan air di lapangan basket. Apa hujan semalam parah?

Aku berjalan di koridor IPA dengan mulut yang tak ada berhenti-hentinya mengumpat kesialan yang menghampirik pagi ini. Mama pergi ke luar kota karena urusan bisnis pagi-pagi sekali hingga jadilah aku memasak sarapan sendiri. Tangan kiri kenak cipratan minyak panas, ketinggalan angkot dan jadilah aku menaik ojek, rok yang sedikit kumal, dan sekarang, aku terlambat sepuluh menit. Ah biarlah, sekali-kali jadi anak bandal, kan gak papa.

Aku mengetok pintu dan terpampanglah kelas yang kosong dan tak berpenghuni. Suara berisik dari arah lapangan basket menyita perhatianku.

Aku segera berlari menuju lapangan basket dan menemukan lautan manusia. Yang benar saja, ada apa sih hingga semua siswi dan beberapa siswa berkumpul di sini?

Aku menerobos masuk ke lautan manusia ini dan menemukan seorang lelaki yang dengan pedenya tersenyum di antar desakan ini. Tapi tunggu dulu, aku seperti mengenal wajahnya di balik kacamata hitamnya itu. Siapa yah? Ayolah otak, kapan pintarnya sih ini otak?

Ah sudahlah, nanti saja pasti aku bakal mengingatnya.

Aku keluar dari desakan ini dan terduduk di koridor kelas. Kok gada guru yang ngajar yah?

"Hoy."

"Eh setan." Ya Tuhan ini siapa lagi sih, ngagetin aja. Tara, wajah si curut alias Rere terpampang. Memang setan ni bocah.

Kudengar Rere tertawa akan kekagetanku. Aku mendengus kesal dan membuka kembali novel yang sedari tadi kupegang.

Dan si Rere malah semakin tertawa. Aku menutup novelku dan menatapnya tajam. Menyadari tatapanku seperti ini, Rere memberhentikan tawanya. "Abisnya lo baca novel kebalik, sih."

"Eh, masak?"

"Tuh kan lo. Mangkanya gue ketawa. Iya aja gue ketawa tanpa sebab. Emang gue gilak apa?" Rere mengerucutkan bibirnya. Sungguh, Rere like so cute.

Aku hanya tersenyum kikuk dan memasuki kelas diikuti Rere yang mengekor di belakangku. Aku duduk dan mengeluarkan ponselku dari saku rok. Ku buka aplikasi dengan ikon bergambar kamera dan mulai menscroll. Kegiatan rutinitasku untuk selalu mengecek sosial mediaku sebelum pelajaran dimulai. Biasalah, kan stalker.

Ku dengar Rere mendecak, dan meranpas ponselku. Belum lagi aku memprotes, dia sudah pergi keluar. Ku ikuti dirinya dengan sedikiy berlari. Ketika di depan kelas, tanpa sengaja aku menambrak punggung seseorang. Alhasil, dapat ku pastikan bokongku menyium lantai. Kesialanku bertambah satu.

Aku meringis merasakan pendaratan yang tidak mengenakkan ini dan segera bangkit sembari mengusap-usap rokku.

"Heh, li kalau jalan pakai mata dong!" Lah, kok dia marah?

Aku mendongak, menatap siapa si empu punggung kekar ini, dan wat de fak, Bryan ternyata. Ua Tuhan, mimpi apa aku?

"Heh, malah bengong. Dasar, lo tuh yah, kalo jalan itu pakek mata. Ini enggak, mampus kan lo jadi jatuh sendiri. Punggung gue sakit ini, bego."

Apa? Gue gak salah dengar.? Kok malah dia yang marah. Yang seharusnya marah kan aku bukan dia. Secara Bryan berdiri di depan pintu. Jadi di sini siapa yang salah?

"Pokoknya gue gak mau tahu. Lo harus ganti rugi. Siniin ponsel lo?" Lanjutnya. Lah apa lagi ini? Kok Bryan yang marah. Seharusnya disini aku yang minta tanggung jawab. Kok malah dia? Kebalik dunia.

Bryan menyodorkan tangannya bermaksud mengambil ponselku. Dengan otak yang nasih lemot, aku menurutinya dengan meraba saku rokku dengan bodohnya. Lah kok hilang?

Aku meraba kanan dan kiri rokku lalu beralih ke saku kemejaku. Kok gak ada? Dengan gusar aku mencari ponsel kesayanganku. Demi Tuhan, kok hilang?

"Heh mana?" Dengus Bryan dengan matanya yang melotot. Kami sudah hampir menjadi tontonan gratis para siswa lainnya. Iyalah, kan dia most wanted.

Dengan gagu aku berkata, "Eum, gak ada."

"Apa? Yodah, siniin jam tangan lo." Aku mengernyit dan melaksanakn perintahnya dan membuka arloji yang melingkar di pergelangan kiriku.

Aku menyodorkan arloji dengan motif ikon Prancis. Bryan mengambilnya dan meletakkannya di saku celananya. Jam gue ditodong, mama. Hua.

"Loh, loh. Itu kenapa lo simpan di saku lo? Lo nodong gue?"

"Ha? Gue nodong jam udik lo itu?" Tanyanya tak oercaya. Aku-pun mengangguk, dan Bryan tertawa sebentar. "Iya aja gue nodong barang udik kayak gitu. Gue cuma mau pastiin aja, lo harus tanggung jawab dan supaya lo gak kabur nantinya." Lanjut Bryan dengan santai.

Aku melotot dan memprotes tidak terima, "Heh, dimana-mana orang itu jalan pakek kaki. Dan elo bilang gue yang salah? Lo tuh yang salah. Salah lo yang ngupil di depan kelas gue. Dan lo minta gue tanggu--"

Cup.

Aku melotot. Bryan menciumku? Bryan menciumku dengan singkat. Perasaan ini bergemuruh. Ada rasa kecewa, sedih, senang, pokoknya campur aduk lah. But, hoy itu ciuman pertamaku.

Tersadar kembali, aku melihat Bryan telah menjauh dariku. Dapat ku lihat dia terkekeh lalu melambikan tangannya."Temui gue nanti di parkiran ketika pulang sekolah. Dadah."

Aku terbengong, ku lihat sekelilingku yang memandangku dengan tatapan tak percaya. Ya Tuhan, di sini banyak orang dan Bryan menciumku.

Aku menunduk malu lalu berteriak, "SEETAAAN."

Dan aku berlari entah kemana dengan menahan malu.

Gue dicium Bryan.

•••
Author's note:

Warning!

Typo(s) berserak di mana-mau.

Selamat menunaikan ibadah puasa❤ awas motel😜.

Siskaalbert

SECRET ADMIRER. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang