SA-7: Waiting

49 6 4
                                    

"Lo mau makan dimana, Fa?"

"Terserah."

"Elah, emang ada yah restoran atau kafe terserah?"

"Bodo."

"Fa, lu kenapa sih? Sensi mulu ke gue."

"Gak pa-pa."

"Mefa..."

"Hm,"

"Fa!"

"Ha?"

"Mefa..."

"Hm,"

"Anjir, si kuda nil. Jutek tros... cuekim teros... Gue ada salah apaan sih sama lo?"

Revan menyedekapkan tangannya dan menghadap ke aku. Aku yang entah mengapa sedang dalam keadaan badmood, hanya meliriknya, malas. Revan memegang bahuku, memaksaku ubtuk melihatnya.

"Fa, jangan berubah. Gue mohon, anggap aja bahwa gue gak pernah nyatain persaan gue ke elo. Anggap aja yang waktu itu hanya angin lalu. Fa–"

Aku berubah? Jadi power ranger warna pink gitu?

Kok disini kesannya aku jahat yah?

"–jangan berubah. Tetap seperti Mefa, Pricia Vimefa yang gue kenal. Si kuda nil yang bawel. " lanjutnya.

Aku yang mendengarnya hanya terdiam. Ini-nih yang bikin aku menjauh darinya. Aku takut semakin membuat cintanya semakin besar ke aku dan sayangnya aku gak bisa membalasnya. Bukan pede, cuman aku yakin. Hehe.

Aku hanya diam, sedikit menunduk. Aku gak berani natap matanya. Soalnya, uda ketara banget dia itu terluka. Lagian ini juga salah Bri. Kenapa cobak dia hidup? Kan aku jadi terikat sama pesonanya. Eh, gadeng. Intinya dia– ah gatau lah, pusing.

"Van, maaf. Gue gak bermaksud. Gue–"

"Gue gak mau egois dengan maksa lo buat jadi pacar gue, ataupun nerina perasaan gue. Tapi Fa, ini kenyataannya, dan ini gak bisa disangkl. Fa, oke kalau lo nolak gue, tapi plis, gue mohon. Jangan jauhin gue. Biarkan kita bersahabat kayak dulu. Gue sayang and gonna always love you, kuda nil."

Yawloh, dosaku nambah kalo nyakitin orang mulu. "Maaf, Van. Gue gak bermaksud."

••••••

"Sumpah yah Va, lo bego apa begimana sih? Lo nyia-nyian orang yang tulus sama lo. Gue gatau deh, gimana rasanya jadi Revan."

"Ya, tapi kan,"

"Nggak ada but-but-an. Intinya, cobak deh Va, lo lupain si Bryan dan membuka hati untuk Revan. Kasian loh dia." Ucap Rere di seberang sana.

Saat ini, kami sedang v-call-an. Rere memeluk boneka smurf pemberian mantannya. Ketahuan kan dia, nggak bisa move-on dari mantannya.

Aku tertegum mendengar ucapan Rere yang entah mengapa saat ini menjadi bijak.

"Tapi... Bryan cinta pertama gue loh, Re. Kata orang, cinta pertama itu membekas di hati. Gue udah nyukain dia dari semenjak gie kenal eh, tau dia. Gak semudah itu loh, Rere Adlina!" Mataku menerawang, kejadian dimana aku mulai menyukai Bryan. Love at the first sight. Itulah yang kurasakan saat ini.

Kejadian lima tahun yang lalu, dimana aku masih kelas 1 SMP. Dimana ketika MOS tersebut, aku satu kelompok dengannya. Sikapnya dulu yang tegas dan berwibawa membuatku jatuh kepesonanya. Ditambah lagi wajahnya yanh tampan. Aku sudah menyukainya selama 5 tahun. Dan apakah aku bisa melupakan itu semua dengan begitu saja? Mustahil.

Selama bertahun-tahun aku menyimpan rasa yang teramat untuknya, dan dengan seenak dengkul Rere menyuruhku untuk melupakan itu semua begitu saja? Impossible, gaess!

"MEFA!"

"Eh, astagfirullah-"

Aku berjengit ke belakang, mendengar panggilan sangkakala dari Rere. Dia memasang waja betenya. Aku hanya cengengesan, menampilkan deretan gigi berpagarku kepadanya.

"Jadi, intinya gue minta ama lo buat lupain si Bryan. Buka hati lo buat Re–"

"Gue dipanggil mama gue. Gue matiin dulu yah,–"

"Eh, Fa-fa!''

"Bye..."

Aku mematikan sambungan telepon wajah aku dan Rere. Semua itu hanyalah sebagai alibi. Aku tidak bisa rasanya bila  mendengar sutuhan Rere yang mengatakan aku harus melupakan Bri.

Sudahlah, aku mematikan lampu kamar dan menghidupkan lampu tidur. Aku mengambil buku Bryan is my world milikku. Aku tertidur.

•••••••

"Ntar, lo ikut gue. Sebagai hukuman lo yang kedua."

Bryan memanggilku ke taman belakang. Dia menyedekapkan tangannya dan menyandarkan tubuhnya ke sandaran bangku betcat biru laut ini. Aku hanya mengangguk, menyetujui.

Sekalian aku bisa berdekatan dengan Bri! Menjadi pesuruhnya, tak apalah. Jangan anggap aku bodoh yah! Ini semua karena aku suka dengannya.

Mata Bri terpejam, deru nafasnya mulai teratur. Sebelum benar-benar tertidur, Bryan berkata, "Temenin gue."

Aku sangat antusias. Diam-diam aku memotret Bri. Wajahnya begitu tampan. Akan kumasukkan kedalam buku Bryan Is My World.

•••••••

Bel telah berbunyi, menandakan pelajaran sekolah hari ini telah usai. Banyak pere siswa dan siswi yang bergesa-gesa, bertabrakan satu sama lain hanya karena ingin sampai ke rumah mereka masing-masing.
Rere sudah pulang, sedangkan aku berada di pendopo sekolah menunggu Bryan ditemani beberapa murid.

Tadi Bri mengirimkanku pesan dari WA, ––bayangkan gaess! Darimana cobak dia dapet nomor WA aku? Ah...melting deh–– untuk menyuruhku menunggunya di pendopo sekolah. Sebab ia sedang dihukum oleh Bu Emme, guru ekonomi, keliling lapangan 7 kali putaran. Entah masalah apa yang diperbuatnya, aku gak tau.

Sudah 30 menit lebih aku menunggu, murid lain yang mrnunggu fi pendopo tadi-pun sudah pulang. Kini, tinggallah aku seorang diri. Kok lama kali yah?

Bosen menunggu, aku mengambil ponsel dari saku rokku. Mulai memainkannya. Aku membuka ikon instagram. Membuka story instagram milik Marvel, teman Bryan. Oh, pantes aja. Mereka membersihkan perpustakaan, ternyata.

Aku mulai menyecroll postingan-postingan yang muncul, hingga berhenti di postingan Rere. Sialan Rere, dia memasukkan aibku dengan caption yang menjijikkan.

Dan lagi nih yah, ngapain cobak si ciwauuu ini alias si Felix ngetag Bryan cobak? 

Rere gaplek! Awas aja lo nanti, nyed.

Aku menutup aplikasi instagram, menyimpan ponselku. Kembali menjadi penungu yang budiman.

••••••

A/N:

Intinya gue punya alesan karena update ngaret yah gaes. Alasannya yah karrna apresiasi kalian itu minum. Jadi buat gue unmood buat nulis.

Oya, minta komenan kalian tentang covernya dong gaess?

Juli 2k17

Siskaalbert

SECRET ADMIRER. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang