1. Bukan Mahram

37.2K 1.9K 98
                                    

Suasana club yang berada di pusat kota Jakarta terlihat ramai seperti biasa. Cahaya remang disertai dengan suara musik keras tidak membuat pengunjung yang berada di dalam club merasa terganggu. Sebaliknya, mereka tampak menikmati, seluruh badan berlenggak-lenggok mengikuti irama musik yang tak jelas.

Semua hanyut dalam kebebasan fana. Di salah satu ruang VVIP, beberapa pemuda dengan pasangannya masing-masing tengah menikmati aktivitas mengisap sebuah bubuk putih.

"Lo nggak takut sama Bokap lo, Ga?" Tanya Bagas kepada temannya yang saat ini terlihat sangat menikmati bubuk halus.

"Bokap lagi ke Inggris. Udah deh diem aja," Jawab Arga datar.

Arga merasa muak jika ada seseorang yang membawa-bawa nama ayahnya ke dalam pergaulannya.

"Beb, abis dari sini kamu mau kemana?" Tanya seorang perempuan yang berada di samping Arga. Kedua tangan gadis itu sibuk bergelayut manja di lengan berotot miliknya.

Pacar satu malam Arga yang dia lupa siapa namanya. Terlalu banyak perempuan yang memperkenalkan diri, berharap cowok bertubuh jangkung itu tertarik.

"Terserah gue mau kemana. Itu bukan urusan lo, Ver."

"Ih ... nama aku Selvi, Arga! Kamu lupa?" Perempuan bernama Selvi berkata kesal, tetapi dengan nada manja yang dibuat-buat.

"Ya ...ya ... ya terserah." Ucap Arga sekenanya.

Arga kembali melanjutkan kegiatan menikmati bubuk haram yang membuat seluruh sistem sarafnya relaks dan terbang. Mengabaikan teman-temannya yang sekarang tengah berciuman dengan pasangan masing-masing.

Arga kemudian mengalihkan pandangan ke arah pintu masuk. Arga melihat ada sedikit keributan di sana. Mengangkat kedua bahu cuek, masa bodoh dengan sesuatu yang berada di pintu masuk club. Arga mengeluarkan smartphone yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu dengan sedikit kesulitan karena Selvi yang masih bermanja ria di lengannya.

"ARGA!" Suara keras yang nyaris mengalahkan suara musik yang diremix oleh disk-jockey datang menyentak. Arga mendongakkan kepala dan melihat bahwa ayahnya, Jullian Arta Liberio tengah menatapnya tajam. Arga juga melihat bahwa rahang Jullian mengeras seperti menahan marah.

"Oh ... Papa sudah pulang?" Tanya Arga santai.

Entah karena efek barang haram yang dihisapnya atau karena memang dia tidak perduli dengan tatapan tajam sang ayah, Arga malah melanjutkan menghisap ganja yang sebelumnya telah ia letakkan di atas meja.

"Gila lo, Ga! Itu Bokap lo!" bisik Bagas yang memang berada di sebelah kiri Arga sembari menyengol lengannya.

"Santai aja kali, Bokap gue nggak gigit."

Cowok bertubuh jangkung itu menyandarkan punggungnya pada kursi sembari menutup kedua mata. Menikmati efek yang diberikan benda haram yang baru ia hisap.

Tarikan keras pada lengannya membuat Arga membuka mata. Jullian menarik lengan putranya kasar, menyeret Arga keluar dari tempat yang digunakan untuk berbuat maksiat itu. Jullian tidak habis pikir bagaimana bisa putranya menghisap benda haram seperti itu.

"Aku belum selesai, Pa." Ucap Arga melantur membuat Jullian semakin berang.

"Kita selesaikan ini dirumah Arga!"

"Oh ... Papa juga suka ganja? That's cool!" celoteh Arga makin tak waras.

"ARGA!"

***

Keesokan harinya, Liberio Group.

"Eh bukannya itu putra Tuan Jullian?" Seorang wanita dengan kemeja putih menarik lengan sahabatnya yang tengah berkutat dengan memo kerja.

Fakboi Tobat?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang