4. Arga Menginap

31.4K 1.8K 181
                                    

Sunyi dan horor. Itulah yang dirasakan oleh Arga saat ini. Baru kali ini Arga makan malam dengan suasana sesunyi ini. Suara jangkrik bahkan lebih enak didengar dari pada suara denting fales piring dan sendok. Sementara kesan horor Arga dapat dari sosok pria berbadan besar dan berjenggot lebat. Siapa lagi kalau bukan Ayah Nessa, Muhammad El-Nawawi, yang memiliki nama pendek Ahmad.

Setiap kali Ahmad mendapati Arga memandang nafsu Nessa, pria itu selalu berdeham. Arga pun harus menelan rasa kecewa karena pria itu tiba-tiba meminta Nessa untuk makan malam di tempat terpisah, dan Nessa pun hanya patuh dengan kepala yang setia menunduk.

"Kalau boleh tahu, ada keperluan apa Nak Arga malam-malam ke sini?" Tanya Ahmad seusai menyantap makan malam.

Arga mendorong piring makannya menjauh, lalu mengeluarkan sebuah ponsel dari dalam saku celana, "Saya mau mengembalikkan ponsel milik Nessa yang tertinggal di mobil, Om."

"Ponsel?" Ahmad mengambil ponsel dari tangan Arga, lalu menyerahkannya kepada sang istri, "Ini milik Nessa, Umi?"

Rossa mengamatinya lekat, lalu tersenyum lebar setelah beberapa saat, "Iya, Bi. Persis punya Nessa yang hilang itu loh!"

Berbeda dengan Ahmad, wajah Rossa jauh lebih ramah dan murah senyum, "Wah makasih ya Nak Arga. Jauh-jauh dari Jakarta kesini buat nganter ponselnya Nessa."

"Iya, Tante." Arga tersenyum simpul. Menyeka bibir yang tiba-tiba berubah kering karena canggung. Semua kembali diam, tak ada yang bersuara.

Arga memundurkan kursi, lalu bangkit berdiri saat tak ada topik yang perlu dibahas.

"Kalau gitu Arga pulang dulu ya, Om, Tante." Saat Arga berniat untuk pamit, tiba-tiba Ahmad mengatakan sesuatu yang berhasil membuat matanya membulat penuh.

"Sudah malam. Bagaimana kalau malam ini kamu menginap?" Ahmad ikut bangkit, lalu menepuk bahu Arga.

Berdiri sejajar, Arga baru sadar bahwa mereka memiliki tinggi badan yang sama.

"Menginap?" Kedua alis Arga terangkat.

"Anggap saja sebagai latihan karena mulai besok kamu sudah resmi menjadi salah satu santri tetap di pesantren ini."

"Santri?" Arga membeo polos. Blank.

Arga yang semula bingung dengan maksud ucapan Ahmad tiba-tiba mengerang kecil setelah pria itu menyodorkan sebuah kartu identitas santri kepadanya.

"Tadi pagi ayahmu kesini. Dia sudah mendaftarkanmu."

APA?!

Belum selesai dari rasa terkejutnya, Arga kembali mendapat sindiran halus dari Ahmad.

"Setelah hari ini tidak ada rokok dan alkohol. Semua itu dilarang di pesantren ini." Ahmad mengusap bahu Arga. Matanya menajam menatap Arga, sementara yang ditatap tampak tegang seolah menahan diri.

"Mandilah. Badanmu bau alkohol, Arga."

***

Kamar Tamu.

Arga berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar. Berkali-kali ia mencoba menghubungi seseorang, tapi panggilannya tidak juga mendapat respon.

Fakboi Tobat?! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang