Koci's POV
Gue sudah siap mendorong koper gue menuju taksi yang sudah menunggu didepan. Hari ini gue akan pergi vacation bersama Rachel dan sesuai janji, gue harus menemuinya langsung di bandara. Atha masih belum pulang dari vacationnya bersama para sahabatnya, jadi gue harus berangkat sendiri ke bandara hari ini. Lagipula mang Jaja sedang libur hari ini dan papa sedang sibuk bekerja. No driver.
Saat berpamitan dengan mama, ada suatu emosi aneh diwajahnya yang membuat gue resah meninggalkannya. Ada apa? Dengan membaca doa, gue tetap berangkat.
None know what's the destiny, what will happen.
Lampu lalu lintas berubah hijau, taksi gue yang berada di line terdepan segera maju dengan kecepatan sedang namun dari sisi kanan ada mobil yang melaju kencang, mengabaikan lampu lalu lintas dijalannya yang sudah berubah merah. Gue sedang memegang telfon yang tersambung dengan Atha saat mobil tersebut menghantam taksi ini dan terlempar hingga taksi terbalik. Bagian kanan mobil hancur. Gue yang duduk di sisi kiri mobil mendapati kepala membentur kaca yang pecah dan terhimpit, juga tangan dan kaki. Gue lihat sang supir sudah tidak bergerak. Mata gue perlahan tertutup sambil meringis menahan rasa sakit saat orang-orang mulai berkerumun.
Seminggu sudah berlalu sejak hari dimana gue kecelakaan lalu lintas. Gue sudah diperbolehkan pulang. Hanya memar-memar yang masih tersisa di tubuh gue. Saat malam hari gue terbangun di rumah sakit, gue melihat Atha selalu tidur di sofa, menemani gue. Kadang kala bersama mama. Atha sempat marah atas kejadian ini. Ia berubah menjadi sangat protektif sekarang. Saat kejadian, Atha langsung terbang pulang, demi gue.
"Tidur, Koc"
"I'm feeling better, Tha"
"Tapi lo masih harus istirahat"
Gue menatapnya sebal, "Gue bosen, Tha, tiduran terus. Gue gak lumpuh!"
Dia menatap gue gusar, "Gua hampir mati membayangkan hal-hal sangat buruk saat itu, Koc! Enough!" jeritnya sambil menjambak rambut, frustasi.
Gue terdiam. Mungkin Atha memang sangat khawatir.
"Koci, mama bawain makanan nih"
Gue menoleh dan melihat mama di pintu. Entah apa, ada yang berbeda dari mama. Gue jadi merasa khawatir padanya. Gue bangkit dan berlari ke pelukannya dengan kaki ngilu karena memar. Gue merasa sangat merindukan mama. What's wrong? Mama melepas pelukan kami dan membimbing gue untuk duduk di kasur bersamanya. Atha sudah tidak ada, keluar entah kapan.
"How are you feeling, dear?"
"Fine. Mama sakit, ya?" tanya gue menelusuri wajahnya
Mama menggeleng dan wajahnya tampak berbeda. "Mama dan papa sedih banget saat kamu sakit kemarin. Kami takut"
"I'm okay, ma" kata gue meyakinkan
"Jaga kesehatan kamu, sayang. Jaga diri. Kami sangat sedih kalau kamu sakit"
Gue menatap wajah mama, meneliti setiap incinya. Mama masih tampak muda diumurnya yang sudah beranjak tua. Tak ada kerutan di wajahnya yang terlihat, tapi gue tahu bahwa ada kerutan samar disekitarnya. Matanya yang menatap gue sedih dan hidung mancungnya.
Kenapa gue merasa ada suatu unsur aneh dibalik kata-kata mama barusan? Astaga, Koci, jangan berpikiran jelek deh. Tapi memang ada aura yang berbeda dari mama, tak seperti biasanya. Gue kembali memeluk mama erat. Gue terlalu merasa nyaman dalam pelukan ini hingga enggan melepasnya. Tuhan, ada apakah ini?
"Papa pulang.." Papa muncul di ruang keluarga dengan jas ditangan dan tas kerjanya. Masih tampak gagah dan tampan. "Loh ada Atha sama Koci. Tumben"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Matchmaking ✔️
Teen FictionThis story is private. Please click follow button before you add this story to you library. Happy reading:) -- Gue gak menentang perjodohan, tapi kenapa harus gue? Lucunya gue dipertemukan oleh si calon hanya beberapa waktu sebe...