Koci's POV
Gue bangun dan menyadari hari sudah siang, diluar sangat terang. Gue mengedarkan pandangan ke penjuru kamar dan mengernyit. Gue tak menemukan sosok Atha. Kemana dia? Gue pun turun dari kasur dan membersihkan diri di kamar mandi sebelum beranjak keluar kamar.
Gue melihat sosok perempuan yang sedang menata bunga di meja. Kayaknya kenal. "Mama?"
Perempuan itu berbalik dan tersenyum. "Koci sayang! Kamu sudah baikan?" Gue tersenyum melihatnya. "Jangan sedih lagi ya, sayang. Semua orang juga merasa sedih. Mama gak mau kamu sakit, sayang"
Gue merasa tubuh gue dipeluk erat, "Makasih, ma. Mama kok ada disini?"
"Kata Atha, kamu sudah mau makan. Jadi mama kesini untuk masakin kamu. Kamu mau makan apa, sayang?"
"Nanti saja, mah. Atha kemana ya, mah?"
"Atha..dia lagi pergi. Kamu jangan marah ya, sayang" Gue menatap ibu mertua gue dengan penasaran. "Dia lagi nemenin Mika. Mika lagi sakit"
Gue mengerjap sekali sebelum menjawab, "Kak Mika sakit apa?"
Mama tersenyum. "Hanya flu biasa. Tapi Mika memang manja sama Atha kalau sedang sakit. Ada Mike juga, kok" Gue hanya bisa tersenyum tipis. "Mama sudah bilang Atha kok agar membuat Mika mengerti jarak antara mereka. Sekarang kan Atha punya kamu sebagai tanggung jawabnya"
"Tapi mereka gak tahu status kami sebenarnya, mah. Dan kak Mika juga berharap perjodohan Atha batal"
Mama membelai pipi gue lembut, "That's her problem, dear. Never mind"
Gue mengangguk. "Koci mau mandi dulu ya, ma. Koci mau pergi"
"Kamu mau kemana,sayang?"
Gue tersenyum sendu. "Ke makam"
"Mau mama temani?"
Gue menggeleng, "Biar si mbok temenin, non" ujar mbok Sum yang muncul disamping mama
Gue kembali menggeleng, "Gak perlu. Makasih mah, mbok. Kalau boleh, Koci mau minta tolong anter sama mang Jaja. Mang?"
Mang Jaja muncul dari balik pintu dan menyahuti panggilan gue. "Iya, non"
"Mamang mau temenin Koci ke makam, gak?" tanya gue pelan
Mang Jaja menatap gue dengan tatapan ragu, "Non percaya kalau mamang yang bawa mobilnya?"
Gue tersenyum tulus. "Gimana, mamang mau?" mang Jaja segera mengangguk. "Yaudah, Koci siap-siap dulu, ya"
Gue kembali ke kamar dan segera mandi. Gue memilih untuk mengenakan baju dan celana panjang berwarna hitan serta pasmina sewarna. Setelah siap, gue melangkah keluar kamar dan melihat ruang santai dimana berjejer foto-foto kami sekeluarga. Gue tersenyum sedih melihat foto keluarga yang diambil beberapa hari lalu, sebelum kecelakaan yang merenggut nyawa mama dan papa. Gue merasa batu rindu menyiksa hati, gue rindu mama dan papa.
Gue kembali dan berpamitan dengan mama dan mbok Sum. Mang Jaja sudah duduk rapi dibalik kemudi mobil di halaman rumah. Gue langung duduk dikursi belakang, tepat dibelakang mang Jaja.
Sepanjang perjalanan, mang Jaja tampaknya khawatir dan cemas, terlihat dari gerakannya yang selalu mengintip ke kursi belakang lewat spion. Gue hanya duduk dalam diam, pandangan lurus pada jalanan yang tak benar-benar gue perhatikan. Pikiran gue berkelana jauh. Tatapan gue mungkin terlihat sendu.
Sesungguhnya gue tahu bahwa mang Jaja masih sedih dan merasa sangat bersalah atas kejadian lalu namun gue berusaha berbesar hati untuk memaafkannya. Gue tahu ini takdir, seperti yang pernah papa katakan. Ini bukan salahnya. Ia hanyalah perantara garisan Tuhan. Gue sudah mengenalnya sejak kecil, kehilangan kedua orangtua sudah sangat menyakitkan, gue gak ingin kehilangan orang lain lagi. Tidak dengan mang Jaja yang mengundurkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Matchmaking ✔️
Teen FictionThis story is private. Please click follow button before you add this story to you library. Happy reading:) -- Gue gak menentang perjodohan, tapi kenapa harus gue? Lucunya gue dipertemukan oleh si calon hanya beberapa waktu sebe...