Mingyu berjalan gontai menyusuri malam. Langkahnya berat seolah berjalan di jalan berhambur kerikil bebatuan. Cahaya bulan yang mengintip, tak mampu menerangi matanya yang meredup.
Ia terus melangkah tanpa tujuan. Ingin berbalik namun hati menolak. Mencoba memantapkan hati untuk membuang semuanya. Meski dalam hati, jerit dan tangis berbaur menjadi satu.
Semuanya terasa gelap. Bukan karena malam sudah menyapa. Bukan juga karena bulan tidak bersungguh-sungguh membagikan cahayanya. Tapi hidupnya. Hidupnya terasa gelap sejak satu-satu harapannya menghilang.
Mingyu yakin memiliki banyak pasokan air mata. Liquid bening itu ia yakini banyak tak terhingga. Namun tak ada setetespun yang menyelinap. Air mata seolah enggan melewati wajahnya yang hanya menampilkan luka.
Bruk ...!
Langkah gontainya sedikit terhuyung karena menabrak seseorang. Ia sedikit membungkuk dan mengucapkan maaf. Namun tidak berniat untuk mengalihkan pandangannya. Hanya menatap lurus dengan pandangan kosong.
Pergerakannya yang baru selangkah terhenti. Seseorang yang ia tabrak menahan pundaknya dari belakang. Dengan enggan, ia memutar tubuhnya. Dan mendapati pemuda asing yang tengah menatapnya.
"Aku minta maaf," ucapnya sekali lagi. Sedikit membungkukkan kepalanya dan berniat menjauh. Namun untuk ke dua kalinya bahunya ditahan. Membuatnya kembali berdiri menghadap si pemuda asing.
"Kau masih ingin mempermasalahkannya? Aku sudah min—"
Kalimat Mingyu langsung terputus. Matanya terbelalak melihat benda yang ditubrukkan ke tubuhnya. Benda kecil berwarna coklat yang terbuat dari kayu. Itu adalah Minggoo. Boneka kayu pemberian Wonwoo yang sudah ia buang.
"Kau ... kenapa boneka ini ada padamu? Siapa kau sebenarnya?" tanya Mingyu. Yang ditanya tidak langsung menjawab. Hanya diam yang membuat Mingyu mengerutkan dahinya.
"Kau siapa?" tanya Mingyu sekali lagi. Matanya intens menatap pemuda di depannya. Pemuda dengan penampilan tidak kalah kacau sepertinya.
"Kau tidak bisa membuangnya begitu saja." Dahi Mingyu kembali berkerut mendengar kalimat itu. Pemuda di depannya seolah mengerti tentang dirinya dan boneka di tangannya. Padahal ia yakin tidak ada yang mengetahuinya selain Hyukjae.
"Kau mengetahui tentang ini?" Mingyu bertanya tentang Minggoo.
"Kau siapa? Dari mana kau mengetahuinya?" tanya Mingyu tidak sabaran karena tidak kunjung mendapat jawaban.
"Kau melupakanku? Kau seharusnya mengingatku sebagai seseorang yang paling ingin kau bunuh," ucapnya. Seketika mata Mingyu langsung terbelalak. Ia tidak akan melupakan seseorang yang begitu ingin ia lenyapkan.
"S-Soonyoung," gumam Mingyu. Dan pemuda di depannya hanya mengangkat sebelah sudut bibirnya. Berbalik karena enggan melanjutkan percakapan.
"Tunggu!" seru Mingyu yang membuat Soonyoung membalikkan tubuhnya.
Bugh ...!
Tubuh Soonyoung terhuyung saat sebuah pukulan mendarat di pipinya. Saat ia akan menegakkan tubuhnya, Mingyu kembali memukulnya. Pukulan yang jauh lebih kuat hingga membuatnya terjerembab di jalanan.
"Brengsek! Kau berani menampakkan wujudmu, hah?" Nafas Mingyu naik turun karena emosinya yang memuncak. Ke dua tangannya terkepal erat. Dan wajah itu mengeras menatap Soonyoung yang tampak terluka.
Soonyoung menyeka darah yang keluar dari hidung dan sudut bibirnya. Ia tertawa melihat darah itu. Tanpa rasa takut, ia kembali menegakkan tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Candle
FanfictionCOMPLETE - Wonwoo adalah cahaya di kehidupannya yang ia butuhkan. Tapi ia tidak tahu siapa yang menjadi lilin dalam hidup Wonwoo. Karena ia tahu tidak hanya dirinya yang pernah ada di dalam hidup pemuda berkulit putih itu.